Bab 5 - Dokter Raizal

9.7K 689 17
                                    


Awalnya kabur, tapi lama kelamaan pandanganku semakin jelas. Sedikit demi sedikit aku mulai merasakan kesadaranku mulai pulih secara perlahan. Dan ketika mataku sudah kuasa untuk terbuka, yang kulihat pertama kali hanyalah sebuah cahaya temaram dari lampu kamar tidur, disisi dimana aku berbaring saat ini.

Dimana ini?

Pandanganku mengibas. Sebuah kamar serba putih yang nampak begitu luas. Kamar ini terlihat begitu mewah, dengan pilihan pola arsitektur imperialis gaya lama tetapi entah mengapa bisa terkesan sangat modern.

Aku memijat kepalaku. Ini dimana? Kenapa aku bisa sampai disini? Kepalaku terasa sangat sakit saat aku berusaha untuk mengingat kembali kejadian beberapa waktu yang lalu hingga membuatku berakhir seperti ini.

Aku menengok kekanan dan kekiri.

Kosong,

Tidak ada orang lain disini selain diriku.

Yang ada, hanyalah aku seorang yang sedang berbaring diatas sebuah tempat tidur.

Dan astaga,

Aku terkesiap kaget ketika aku menyadari bahwa aku telanjang dan hanya berbalut selimut yang menutupi tubuhku.

"Kamu sudah bangun?" Belum selesai aku dibuat syok dengan apa yang sedang terjadi padaku. Tiba-tiba terdengar suara laki-laki memasuki kamar dan berjalan kearahku.

"Dokter Raizal," aku bertambah kaget ketika orang yang memanggilku tadi adalah dokter yang menanganiku selama ini.

Aku segera meringsut mundur. Menggenggam erat ujung selimut untuk menutupi tubuhku sendiri. "Apa yang sudah terjadi? Kenapa aku disini?"

Dokter Raizal menatap kearahku. Sepertinya dia mengerti kalau aku sedang ketakutan bersamanya. "Tenang Alin. Aku tidak melakukan apa-apa padamu. Pembantuku yang melepas semua pakaianmu. Bajumu basah kuyup dan aku terpaksa menyuruhnya untuk melepas semua pakaian kamu." Ucapnya sambil berjalan kearahku. "Saat ini kamu ada di apartement-ku." Lanjutnya kemudian.

"Apartement?" tanyaku. Pandanganku mengibas keseluruh ruangan ini. "Ta-tapi kenapa aku bisa disini?"

"Kamu pingsan Alin. Aku hampir menabrakmu." Ucap dokter Raizal.

Mendengar penjelasannya tiba-tiba otakku langsung dapat mengingat kejadian bebrapa waktu yang lalu. Saat aku hampir ditabrak oleh sebuah mobil dan membuatku pingsan ditengah jalan raya.

"Jadi seperti itu," desisku.

Dokter Raizal mengangguk kemudian meletakkan secangkir teh hangat di meja sebelahku. "Minumlah, setelah ini aku akan menyiapkan makanan untukmu."

Aku mengangguk. Tanganku meraih secangkir teh hangat yang diberikan dokter Raizal kepadaku, dan langsung meminumnya sampai habis. Entah mengapa tenggorokanku sangat kering. Aku benar-benar kehausan.

"Dan ini," dokter Raizal memberikanku setumpuk pakaian dan meletakkannya didepanku. "Alin. Aku sudah memeriksamu. Kondisi fisikmu jauh lebih sehat, saya izinkan kamu untuk keluar dari Rumah Sakit. Dan sekarang kamu pakai pakaian ini. Setelah ini aku akan mengantarkan kamu pulang." Ucap dokter Raizal.

Dan perkataannya membuatku terhenyak. "Pulang?" aku mengernyit saat mendengar dokter itu akan mengantarkanku pulang.

"Ya Alin. Rumah Sakit tidak bisa membantumu untuk memulihkan kondisi psikismu, oleh karena itu saya mengizinkan kamu untuk tidak lagi dirawat di Rumah Sakit. Saya pikir akan jauh lebih baik jika kamu pulang untuk menstabilkan kondisi psikismu sehingga bundamu dapat membantumu untuk mengingat semuanya."

"Tidak." Jawabku spontan.

Dokter Raizal nampak mengerutkan dahinya. "Tidak?. Alin kamu sedang amnesia, wajar saja kalau-."

Belum selesai dokter Raizal menyelesaikan kalimatanya, aku langsung menyelanya. "Aku tidak amnesia dokter." Ucapku sekali lagi. "Aku bukan Alin."

"Alin. Saya janji bundamu akan terus membantumu untuk mengingat semuanya."

"Cukup!" Nfasku memburu. Aku sudah muak ketika semua orang memanggilku dengan sebutan Alin! "Dengar dokter Aku bukan Alin!" Ucapku menegaskan.

"Alin,"

"Stop! Jangan memanggilku dengan nama Alin lagi." Kepalaku sudah benar-benar ingin meledak ketika mendengar dokter Raizal berulang kali memanggilku dengan sebutan Alin. Saat ini aku merasa sangat frustasi karena semua orang terus menganggapku sebagai orang lain.

"Tolong saya dokter! Saya bukan Alin! Harus berapa kali saya katakan kalau saya bukan Alin!"

Dokter Raizal nampak menghela nafas panjang sebelum akhirnya dia menatapku dengan sangat dalam. "Dengar Alin. Kondisi psikismu saat ini sedang tidak stabil. Kamu amnesia jadi wajar saja kalau kamu terus mengamuk seperti ini. Cepat ganti pakaianmu, aku akan mengantarkan kamu pulang ke rumah. Bundamu adalah satu-satunya orang yang bisa membantumu melewati semua ini."

"Tapi dokter, saya Fara-"

Belum selesai aku melanjutkan kata-kataku. Dokter Raizal langsung mengangkat kakinya untuk meninggalkanku sendiria didalam kamar ini.

Ketika Aku MatiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang