Bab 30 - Sebuah Fakta

4.6K 471 49
                                    

Sementara itu, di rumah sakit. Hampir pukul dua belas malam bunda Aini tampak tertidur. Terlelap dengan sangat pulas di samping pasien yang saat ini masih diyakininya sebagai kakak Ana yang bernama Tea.

Sampai sekarang, bunda Aini masih belum mengerti apa-apa tentang semua hal ini. Tidak menggubris sama sekali perkataan Ana yang dia ucapkan kemarin. Bahkan, memikirkannya saja membuat bunda Aini begitu pusing. Bagaimana bisa Ana mengatakan bahwa yang terbaring di sini bukanlah kakaknya yang bernama Tea?

Bunyi-bunyi alat pemompa kehidupan terus berdentang nyaring. Tapi tidur bunda Aini sedikit terusik ketika merasakan tangan Tea bergerak-gerak dengan sendirinya. Bunda Aini yang sedari tadi ada di samping Tea dan terus menggenggam erat tangannya benar-benar kaget. Segera bangun dari tidurnya dan melihat mata Tea yang juga ikut bergerak-gerak seperti berusaha ingin membuka mata.

"Ya Tuhan, Tea?" Bunda Aini kemudian berdiri. Berlari ke luar kamar sambil memanggil-manggil perawat dan juga dokter agar mereka cepat ke sini. Tertatih-tatih ketika kakinya melangkah menuju perawat jaga yang ada di ujung lorong bangsal.

Kedua perawat dan dokter jaga itu langsung berlari menuju kamar di mana Tea dirawat. Memeriksa kondisi tubuh Tea tetapi hanya butuh beberapa menit dokter itu kemudian menggeleng-gelengkan kepalanya. Memandang wajah bunda Aini dengan pandangan menyesal karena tidak ada tanda-tanda kesadaran yang ia temukan di sini.

"Tapi tidak mungkin, tadi aku benar-benar melihat tangannya bergerak, dokter." Ucap bunda Aini. Menatap ke arah dokter itu sambil menahan rasa sedih. Ia yakin betul bahwa tadi ia merasakan dan melihat dengan mata kepalanya sendiri kalau tangan Tea bergerak-gerak.

Tapi dokter itu menggeleng lagi. "Mungkin itu hanya sebuah gerakan refleks." Dokter itu memeriksa kondisi pasien itu lagi. Masih dalam keadaan stabil meskipun dalam keadaan koma yang tertidur dengan sangat dalam. Tetapi sayangnya tidak ada tanda-tanda kesadaran saat dokter itu memeriksanya. "Ini biasa terjadi pada orang koma seperti Tea." Lanjutnya.

Bunda Aini tidak bisa menutupi kesedihannya saat dokter itu kini pergi ditemani dengan kedua perawat itu. Sebenarnya, sudah tiga kali bunda Aini memergoki hal-hal seperti sekarang. Dan anehnya, itu selalu terjadi lewat tengah malam seperti ini. sepertinya, nyawanya hanya kembali jika waktu sudah menunjukkan tengah malam seperti sekarang.

Ada apa ini?

Bunda Aini melenguh lagi. Menggeleng-gelengkan kepalanya ketika otaknya sudah memikirkan hal yang tidak-tidak. Ia kemudian menatap lagi wajah Tea yang dipenuhi dengan perban. Menggenggam erat tangannya dan tidak lupa memberikannya semangat agar dia bisa bangun dan sadar dari komanya.

"Bangunlah. Bunda mohon." Ucapnya sekali lagi.

Lama sekali bunda Aini di sini. Menatap Tea dengan tidurnya yang sangat dalam. Perlahan-lahan bunda Aini kembali merasakan kantuk. Ikut tertidur bersama dengan Tea dan meneruskan tidurnya yang tadi sempat terjaga. Hingga akhirnya, bunda Aini sampai pada titik terendah kesadarannya. Menjemput tidur agar bisa merebahkan seluruh kesedihannya.

Bunda Aini tidur dengan sangat nyenyak dan damai.

Jatuh ke dalam kegelapan yang tanpa sisa.

Hening. Sunyi. Senyap. Membuat tidurnya begitu nyaman dan terasa sangat lelap.

Hingga akhirnya, tiba-tiba nyawanya seperti tersentak kaget. Seperti ada orang yang menepuk pundaknya dengan sangat keras hingga membuat bunda Aini benar-benar terkesiap. Membuat mata bunda Aini terbuka dengan sangat lebar dan kini bangun dengan seketika.

Ketika Aku MatiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang