Bab 21 - Bayangan yang kembali

6K 508 31
                                    

Fara memasuki gerbang sekolah dengan begitu malas. Ia sengaja memperlambat langkahnya bahkan nyaris tak terdengar. Kepalanya menengadah ke atas langit Mengamati mendung yang terus menggelayut. Lagi-lagi awan masih menghitam, titik-titik air yang mulai jatuh dari langit kini mulai membasahi seluruh wajah Fara. Ya. Tinggal sebentar lagi titik-titik air ini akan berubah menjadi besar. Tak memberi kesempatan pada mentari untuk menyapa pagi untuk yang kesekian kalinya.

"Semua akan baik-baik saja," lagi-lagi Fara mengucapkan mantra itu. Mengulang kembali perkataan Raizal untuk menenangkan dirinya sendiri. Tapi nyatanya, kata-kata itu tidak ampuh untuk menenangkan seluruh urat syarafnya meskipun sudah puluhan kali Fara ucapkan.

Fara mengibas pandangan ke sekitar ketika ia memasuki koridor sekolah. Hujan yang kini jatuh dengan sangat lebat, membuat suasana singup dan pencahayaan terkesan redup. Segelintir siswa yang baru datang juga tampak malas. Mereka saling berdiam diri, mengurusi diri mereka sendiri yang kedinginan dibalik jaket tebalnya.

Fara melenguh panjang ketika menatap pada papan kelas XI Ipa 1 yang kini sudah ada di depannya. Bahkan, kakinya masih terlalu enggan untuk masuk ke dalam kelas. Tapi, sedetik kemudian Fara menggeleng. Mengusir pikiran-pikiran buruk yang mulai membuatnya ketakutan. Tidak. Tidak seharunya Fara ketakutan seperti ini. Lagi pula apa yang harus ia takutkan? Kepala Fara kemudian mendongak tegas, dan dengan penuh percaya diri ia masuk ke dalam kelas.

Dan detik itu juga, semua siswa langsung menatapnya. Semua tampak kompak menghentikan kegiatannya, dan sibuk menatap ke arah Fara. Mereka terlihat gusar, cemas dan saling berbisik. Sesekali mereka melirik ke arah Maudi yang duduk di ujung ruangan yang belum menyadari kehadiran Fara.

Dahi Fara sedikit mengerut. Sebenarnya Fara tahu apa yang membuat mereka seperti ini. Mereka pasti takut kalau keributan akan kembali terjadi. Mengingat kalau Maudi masih begitu membenci Alin. Dan benar saja, ketika Maudi sadar bahwa Alin kembali masuk ke sekolah, tiba-tiba tangan Maudi mengepal penuh kebencian. Membuat suasana kelas semakin mencekam. Semua siswa tampak ketakutan dan menatap ke arah kami berdua dengan tatapan nanar.

Brak!

Ternyata benar apa yang dipikirkan Fara. Ketika Fara berhasil duduk di kursinya, Maudi tidak tinggal diam. Menggebrak meja kemudian menendangnya hingga jatuh. Amarahnya sudah tidak bisa ia kendalikan lagi. Maudi berlari ke arah Fara, dan secara membabi buta, ia langsung mencengkeram kerah Fara.

"Alin!" Jerit Maudi. "Berani-beraninya lo?! Setelah lo bunuh Gea, lo masih berani nunjukin muka lo ke gue?!" Beberapa siswa yang ketakutan tampak berlarian ke luar kelas. Sebagian dari mereka masih bertahan, menepi ke ujung kelas untuk mencari aman.

"Aku nggak bunuh Gea!" Teriak Fara lantang. Tangannya menepis cengeraman Maudi begitu saja dan melangkah mundur. Ya. Fara harus melawannya. Kalau tidak, Maudi akan terus semena-mena dengannya. Fara tidak boleh kalah. Lagi pula, dia adalah Fara. Bukan Alin. Tidak sepatutnya jika harga dirinya terus dijatuhkan seperti ini.

Amarah Maudi langsung menyulut ketika Alin dengan berani melepas cengkeramannya. Matanya melotot tajam, ia masih tidak percaya jika Alin sekarang telah berani menentangnya. "Alin?! Berani-beraninya lo?!" Maudi masih menatap Fara sebagai Alin. Tangannya semakin mengepal penuh amarah. Menatap muka Alin dengan kebencian yang teramat sangat. Nuci yang ada di samping Maudi ikut kaget, bahkan ia tidak percaya dengan apa yang ia lihat saat ini. Alin yang selama ini selalu lemah dihadapannya, kini telah berubah menjadi berani seperti sekarang.

Dan ketika Maudi bergegas ke arah Alin untuk membalas dendam, Nuci menghalaunya. Nuci ikut kesal dengan kelakuan Alin yang berubah menjadi berani seperti sekarang. Ia kemudian maju. Mendorong tubuh Alin hingga jatuh tersungkur. Membuat kepalanya tidak sengaja terbentur pada dinding.

Ketika Aku MatiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang