Bab 41 - (A) Akhir dari sebuah cerita

2.6K 261 32
                                    

Mengucapkan... selamat hari raya idul fitri mohon maaf lahir dan batin...
Hehe maafkan segala kesalahan author jika banyak salah ya.. maaf telat update maaf telat gag up up cerita ini.. hahahhaha

***

Fara menghitung hari.

Memandang ke arah luar jendela dengan tatapan sendu. Menunggu Raizal yang datang mengunjunginya seperti hari-hari sebelumnya. Sejak kejadian beberapa hari yang lalu, saat Raizal mengatakan akan menyelesaikan semua masalah yang sudah terlanjur terjadi mengenai Maudi, Fara tidak berani bertanya lagi.

Raizal sudah berjanji.

Bahwa dia akan menyelesaikan semua masalah yang masih tersisa. Dan lagi-lagi Fara mempercayai itu. Fara benar-benar yakin bahwa Raizal mampu menyelesaikan semuanya.

Raut muka Raizal setiap kali datang menemuinya sudah mampu menjelaskan semuanya. Sedikit demi sedikit Fara tahu kalau Raizal mampu mengatasinya. Fara ingin sekali membantu, tetapi Raizal selalu mengatakan bahwa akan jauh lebih baik jika Fara mempercayainya.

Dan Fara percaya pada Raizal. Sangat mempercayai Raizal bahwa semua akan segera baik-baik saja. Akan berjalan seperti sedia kala. Seutas senyum lalu terpasang di bibir ranum milik Fara. Mengingat akan janji Raizal yang entah kenapa selalu menenangkan.

Tiba-tiba, suara knop pintu terdengar lirih, seseorang yang sedari tadi ditunggu oleh Fara masuk ke dalam kamar ini. Memberikan senyum sumringah yang jauh lebih lebar dari pada kemarin.

“Selamat pagi,” dan ucapan paling hangat itu terdengar merdu di telinga Fara. Menoleh ke arah sumber suara itu ketika Raizal berjalan mendekatinya.

“Bagaimana...?” Ucap Fara. Ya. Selalu pertanyaan itu yang setiap kali Fara tanyakan kepada Raizal saat mengunjunginya. Ingin mengetahui bagaimana perkembangan yang sudah Raizal lalui hari ini.

“Baik, Fara. Semakin baik.” Dan hanya itu kalimat yang juga selalu diucapkan oleh Raizal. Dan setelah itu, Fara tidak berani bertanya apa-apa lagi. Yang Fara lakukan hanya memahami Raizal, menenangkan, menyemangatinya dan membuat Raizal jauh lebih nyaman.

“Sudah makan?” Tanya Raizal lagi.

Fara mengangguk. Menatap pada hidangan yang sudah sejak tadi diberikan oleh para suster.

“Bagus. Mari siap-siap.” Dan ucapan Raizal berhasil membuat dahi Fara mengerut.

“Siap-siap?” Tanya Fara lagi.

Raizal mengangguk. “Hari ini kamu dibolehkan pulang. Lagi pula, aku juga harus memenuhi janjiku. Bukan kah kamu juga tidak sabar untuk mengunjungi orang-orang yang sudah sejak lama kamu rindu-rindukan?”

Dan perkataan Raizal benar-benar membuat Fara tersentak kaget. Matanya melebar penuh dengan ketidak percayaan. Tapi, bukan kah Raizal pernah mengatakan bahwa dia akan mempertemukannya kepada semua orang jika semua masalah sudah selesai? Dan apakah semua masalah itu sudah benar-benar diselesaikan oleh Raizal?

“R-raizal... Apa semua masalah yang....” Fara tidak berani melanjutkan kata-katanya. Takut akan menambah beban untuk Raizal.

“Ya, Fara. Berkat doamu semua sudah berjalan seperti sedia kala.” Dan perkataan Raizal langsung membuat dada Fara bergetar. Rasa senang membuncah hingga ia harus menutup mulutnya sendiri. “Benarkah?”

Dan Raizal mengangguk lagi untuk meyakinkan Fara. Hingga membuat Fara benar-benar bahagia. Ikut mengangguk-angguk cepat dan segera bergegas untuk bersiap-siap.

“Aku sudah benar-benar merindukan mereka.” Ucap Fara. “Bunda Aini, Alin, makam Tea.” Fara menghela napas satu kali. “Aku ingin mengunjungi Tea terlebih dahulu sebelum aku bertemu dengan Alin.” Ucap Fara kemudian. Hingga akhirnya Raizal mengangguk setuju.

***

Tea Larasati

Fara memandang haru pada nisan itu. Bahkan nama yang dulu diukir menggunakan namanya sudah berubah menjadi nama Tea. Nama yang dulu sempat membuat Fara begitu frustrasi, terlanjur mengira bahwa yang terkubur di sana adalah dirinya.

“Tea...” Fara mengusap air matanya. Duduk di sana dan didampingi oleh Raizal. Di satu sisi, Fara senang bahwa akhirnya dirinya bukan lah orang yang terkubur di dalam sana. Tetapi hati Fara juga terluka, bahwa Tea lah yang tertidur di sana. Orang yang sangat ia benci tetapi mempunyai hati mulia yang menyelamatkannya saat kecelakaan itu. Dan saat ini, Raizal juga sudah benar-benar menepati janjinya. Menyelesaikan satu per satu masalah dan mengembalikan pemilik pusara itu.

“Maafkan aku.” Ucap Fara. Hingga akhirnya kalimat itu berhasil ia ucapkan di depan makam Tea. Mengucapkan maaf atas perlakuan yang pernah ia lakukan pada Tea dulu. Sungguh. Fara sangat menyesal. Secara tidak langsung Tea telah menunjukkan bahwa karma itu ada. Setelah Fara melakukan hal yang  sangat tercela di masa lalunya dengan menindas Tea, di kehidupan Fara selanjutnya, Fara dapat merasakan luka ketika ia ditindas dengan begitu jahatnya.

Raizal menenangkan. Mengelus-elus pundak Fara yang menangis tersedu-sedu. “Sudah lah, Tea sudah tenang di sana.” Fara mengangguk. Mengusap sekali lagi nisan Tea. Ternyata hukum sebab akibat itu memang lah nyata. Dan Tea telah menunjukkan semua hal itu.

“Maafkan aku,” ucap Fara lagi. Seirama dengan air yang tiba-tiba menetes menimbulkan hujan yang semakin deras. Membuat Raizal segera meraih tubuh Fara padahal Fara masih ingin berlama-lama berada di sini. Bersama dengan Tea dengan segala penyesalan yang sudah ia perbuat padanya.

“Tapi aku masih ingin di sini.”

Namun Raizal menggeleng. Menyuruh Fara masuk ke dalam mobil lalu memandang ke arah langit yang sudah menghitam pekat. “Aku janji kapan-kapan akan membawamu ke sini lagi.” Dan setelah mendengar janji itu, Fara akhirnya mau masuk ke dalam mobil. Pergi menjauh dari makam itu walau hati Fara masih enggan untuk beranjak. “Aku ingin membawamu kepada Alin dan juga bunda Aini. Bukan kah kamu sendiri yang mengatakan kalau kamu merindukan mereka?”

Dada Fara bergetar. Mendengar Raizal yang tiba-tiba menyebutkan nama mereka. “Bukan kah kamu ingin menemui mereka, Fara?” Tanya Raizal lagi.

“Sungguh...?”

Raizal mengangguk lagi. Tersenyum lalu membelai kepala Fara. “Tapi...” tiba-tiba Raizal melenguh. Menyipitkan mata saat menatap ke arah Fara.

“Tapi apa...?”

“Percayalah... aku sudah berusaha semaksimal mungkin. Mengembalikan keadaan seperti sedia kala. Tetapi untuk kali ini, aku masih terus berusaha.” Hingga akhirnya Raizal mengucapkan kalimat itu. Membuat dahi Fara semakin mengerut oleh perkataan Raizal yang sama sekali tidak Fara mengerti.

“Raizal... apa maksudmu?”

Tetapi kemudian Raizal langsung mengemudikan mobilnya. Melesat cepat keluar dari area pemakaman dan menembus jalan raya. Sementara Fara, masih terus bertanya-tanya di dalam hati. Memandang wajah Raizal yang tiba-tiba berubah murung seperti ini.

Hingga akhirnya, mobil Raizal berhenti. Membuat Fara benar-benar syok ketika Raizal menuju pada tempat yang tidak pernah Fara bayangkan sebelumnya. Sebuah tempat yang langsung membuat mata Fara melotot tajam.

“Raizal, apa maksud dari semua ini?”

“Alin...” beberapa detik Raizal menghentikan kata-katanya. Seperti berusaha memilah-milah kata yang paling baik untuk ia utarakan kepada Fara. “Alin berada di sini, Fara.” Hingga akhirnya Fara syok. Benar-benar kaget ketika melihat tempat yang kini ditunjuk oleh Raizal.

Rumah Sakit Jiwa...?

Tidak. Ini tidak mungkin. Raizal pasti salah.

***
Follow me : ig :  devinandasari

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jun 17, 2018 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Ketika Aku MatiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang