Bab 35 - Genting

2.7K 376 31
                                    

Sementara itu, di tempat lain Raizal duduk di dalam ruangan. Menggunakan masker serta pelindung jas lengkap ketika ia masuk ke dalam ruang ICU. Fara masih belum stabil kondisinya. Mengharuskan Fara untuk sementara waktu dirawat di sini.

Dengan setia Raizal bersabar mengelus lembut pipinya yang masih penuh dengan perban. Berulang kali membisikkan namanya dengan halus untuk membangunkan dia dari tidurnya yang panjang. Memohon kepada Fara agar dia mau berjuang dan kembali kepadanya.

"Fara..." Sekali lagi Raizal menyebut nama itu. Menggenggam erat tangannya dengan penuh kasih. "Sadarlah. Kembalilah ke kehidupan yang semestinya kamu jalani." Ucapnya sekali lagi. "Tidak usah takut. Aku akan menjagamu." Raizal mengangguk. Mengucap janji kepada Fara agar dia mau berusaha untuk kembali sadar.

Sungguh. Kata-kata itu begitu menenangkan. Tanpa sadar, perasaan hangat membuncah di seluruh sekeliling ruangan ini. Suasana yang tadi begitu dingin, sepi serta perasaan takut yang mencengkeram kuat digantikan dengan suasana nyaman yang sangat menyenangkan.

Tiba-tiba saja sebuah angin segar menerpa wajah Fara dan juga Raizal. Begitu menenangkan sekaligus menghangatkan perasaan. Raizal memejamkan mata. Terus berdoa kepada Sang penentu nasib dengan tulus agar Fara dapat kembali ke kehidupannya dan kembali kepadanya.

Tapi, belum selesai Raizal melakukannya, tiba-tiba saja terdengar suara ribut-ribut dari arah luar. Membuat dahinya mengerut mendengar suara itu yang sangat mengganggunya. Seperti suara beberapa orang yang berlarian menuju entah ke mana.

Ada apa di sana? Apa mereka tidak berpikir bahwa ruangan ini harus dijauhkan dengan keributan?

Raizal pikir, suara itu akan mereda dengan cepat. Tetapi ia salah. Semakin banyak orang yang berlarian di depan sana hingga membuat Raizal sedikit terganggu. Ia kemudian beranjak dari kamar ini. Pergi ke luar sebentar untuk melihat situasi apa sehingga mereka bisa ribut seperti itu.

"Ada apa ini?" Tanyanya pada diri sendiri ketika ia keluar dan terdengar suara teriakan yang cukup menggelegar. Dengan cepat Raizal menghentikan salah satu petugas medis yang akan berlari ke arah sumber suara itu dan menanyakan tentang apa yang sedang terjadi.

"Ada apa ini?" Tanyanya lagi.

"Maaf dok. Pasien di ruang UGD entah mengapa mengamuk. Berusaha mencelakai seseorang pasien yang masih dalam keadaan pingsan." Ucap salah seorang petugas medis itu.

"Pembunuh! Pembunuh!"

Samar-samar terdengar suara itu lagi. Kini dapat terekam jelas dari telinga Raizal. Mata Raizal melebar. Ternganga karena seperti mengetahui siapa pemilik suara itu.

"M-Maudi...?"

Ya. Tidak salah lagi. Maudi yang tadi sempat di bunuh oleh Alin sepertinya sudah sadar dan Raizal tidak tahu dengan apa yang sedang ia perbuat di sana.

"Maaf dok. Personil sift malam terbatas dan kami ingin membantu teman-teman yang ada di ruang UGD."

Raizal dengan cepat melepaskan jasnya dan langsung ikut dengan perawat itu. Mengikutinya dari belakang dan berlari terburu-buru untuk melihat situasi yang sedang terjadi. Meninggalkan Fara untuk sejenak karena merasa khawatir karena Alin dan juga Bunda Aini ada di sana.

Sepeninggal Raizal, Raizal tidak tahu bahwa seseorang yang tadi ia jaga menggerak-gerakkan tangannya. Mengerjap-erjapkan matanya berulang kali berusaha untuk membukanya. Mengambil napas dalam-dalam hingga akhirnya dia berhasil untuk bangun dari tidurnya.

Hanya sekat-sekat berwarna putih. Langit-langit kamar yang ia lihat saat ini. Mengibaskan pandangan ke sekitar lagi tetapi tidak ada satu orang pun di dalam kamar ini.

***

"PEMBUNUH!" Maudi melempar barang apapun di dalam kamar perawatan ini dan terus mengamuk tiada henti. Semua orang berusaha untuk menenangkannya tetapi dia malah semakin menjadi. Menyerang semua orang di dalam kamar ini dan menyambar gunting bedah yang ada di ujung ruangan.

"Astaga." Raizal terhenyak kaget. Melihat Maudi yang saat ini terus membanting semua apapun barang yang ada di dalam ruangan dan melemparkannya sembarangan. "Maudi...?" Desisnya.

"Alin PEMBUNUH!" Sekali lagi Maudi mendekat ke arah Alin yang masih tidur di sana. Berusaha menyerangnya untuk yang kesekian kalinya. Untung saja banyak orang segera datang dan segera membantu untuk menghalau Maudi menyerang Alin.

Maudi berteriak-teriak. Berusaha melepaskan tangannya yang kini dicengkeram kuat. Membawa Maudi untuk keluar dari ruangan ini. Dipisahkan ke ruang sendiri agar tidak mengganggu pasien lainnya.

"Dokter Raizal. Ada apa ini?! Kenapa dia terus-terusan mengatakan Alin adalah pembunuh?! Kenapa dia terus-terusan berusaha menyerang Alin?" Sementara itu wajah Raizal memucat. Tubuhnya bergetar ketika tidak tahu harus menjawab apa pertanyaan dari bunda Aini.

Ternyata memang benar bahwa, masalah menjadi semakin rumit. 

Ketika Aku MatiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang