Bab 36 - Semua berbalik

3.1K 378 40
                                    

Maudi sudah dipindahkan ke ruangan yang berbeda. Sementara itu, bunda Aini dan juga Raizal masih syok dengan apa yang sudah terjadi. Berdiri kaku di sini ketika melihat kamar perawatan UGD yang berantakan. Ketika Maudi mengamuk dan terus-terusan mengatakan bahwa Alin adalah pembunuh. Bahkan sekarang, para petugas medis dan petugas kebersihan bahu membahu untuk membersihkan tempat ini.

Dan di sini, bunda Aini masih menanti jawaban dari Raizal. Masih bingung kenapa tadi Maudi terus-terusan memanggil Alin dengan sebutan pembunuh. Apa yang sebenarnya dilakukan oleh Alin sehingga Maudi berteriak-teriak seperti itu?

Kekhawatiran mulai menyergap Raizal saat ini. Tidak tahu apa yang harus ia katakan. Hanya bisa memegang bahu bunda Aini untuk menenangkannya. Menepuk-nepuk bahunya dan menarik bunda Aini untuk keluar dari ruangan ini.

"Sebenarnya apa yang sudah terjadi?" Dahi bunda Aini mengerut. Menanti jawaban dari dokter Raizal. "Aku mohon. Apa yang terjadi selama ini?"

Hingga akhirnya Raizal membuka suara. Mau tidak mau bunda Aini juga harus mengetahui apa yang sebenarnya sudah terjadi. Mengenai Alin, mengenai Fara dan mengenai mereka semua. Meminta bunda Aini untuk duduk di kursi lorong rumah sakit dan berusaha untuk membuka suara, menjelaskan semuanya.

Awalnya ragu. Tetapi pada akhirnya Raizal menceritakan semuanya kepada bunda Aini. Membuat bunda Aini syok setengah mati. Begitu kaget mendengar semua penjelasan dari dokter Raizal.

"Apa...? Sering bertukar jiwa?"

Raizal hanya bisa mengangguk. Membenarkan apa pertanyaan dari bunda Aini." Iya. Mereka sering bertukar jiwa. Fara tidak tahu kalau raganya masih ada, sedangkan Alin tidak tahu kalau dirinya masih hidup dan berpikir kalau dia sudah mati. Untuk itu, selama ini dia terus-terusan berusaha membalaskan semua dendamnya."

Dan kali ini, bunda Aini tidak bisa lagi menahan jantungnya yang seperti dicengkeram kuat. Sempat berhenti untuk sesaat ketika Raizal membawakan berita yang mengagetkan seperti ini.

"Karena ketika Alin kembali ke tubuh aslinya, dia terus-terusan berusaha untuk membalaskan seluruh dendamnya, dia sudah terlanjur berpikir bahwa dia sudah mati. Hingga...." Kali ini Raizal tidak bisa melanjutkan kata-katanya lagi. Tidak mungkin kalau Raizal mengatakan bahwa Alin yang bunda Aini kenal bisa membunuh...

Ya Tuhan... Apa yang harus aku lakukan?

Apa yang harus aku lakukan ketika Alin sadar nanti?

Tapi bunda Aini sudah terlanjur mengerti dengan kata-kata yang ingin Raizal katakan. Meremas tangannya sendiri karena tidak percaya bagaimana mungkin anak yang selama ini ia kasihi tega membunuh orang lain.

Sejak kecil, bunda Aini tahu kalau Alin memang terlalu sering ditindas oleh teman-temannya. Tapi, bunda Aini tidak tahu kalau selama ini Alin mempunyai dendam yang teramat dalam. Raizal meremas tangan bunda Aini. Mencoba meyakinkannya kalau semua pasti mempunyai jalan keluar.

"Yang harus kita lakukan hanya lah menemani Alin. Selalu ada untuknya apapun yang terjadi. Dia sudah saya anggap anak sendiri." Hingga akhirnya Raizal mengangguk. Menatap bunda Aini yang pergi meninggalkannya untuk kembali menjaga Alin.

***

"Pembunuh! Pembunuh! Pembunuh!"

Maudi menggeleng-geleng keras. Terus mengulang kata-kata itu dan berusaha melepaskan tali yang sedari tadi mengikatnya. Berada di ruangan sendiri, Maudi masih syok. Berteriak-teriak keras agar para penjaga yang ada di luar mau masuk ke dalam kamar dan melepaskan tali ini.

Bola mata Maudi terus mengibas ke segala arah. Antara trauma dan rasa takut tiba-tiba menghantui Maudi, ketika Maudi teringat akan kejadian beberapa waktu yang lalu. Saat ia dicoba dibunuh oleh Alin dan menganiayanya secara membabi buta.

Bibir Maudi bergetar. Setelah kematian Gea dan juga Nuci, apakah sekarang tiba gilirannya? Seharusnya dari dulu Maudi sadar kalau Alin lah dalang dari semuanya. Menjadi pembunuh yang bersembunyi di balik wajah polosnya. Maudi benar-benar menyesal. Seharusnya dia bisa bergerak lebih cepat. Kalau dulu dia bisa menangkap Alin, pasti kedua sahabatnya tidak dibunuh dan mati sia-sia.

"Pembunuh!" Jeritnya lagi. "Alin pembunuh!" Maudi kembali berteriak keras. Menggeleng-geleng keras seperti frustrasi. Tapi yang bisa ia lakukan saat ini hanya lah berteriak. Supaya orang-orang yang ada di luar sana mendengar dan bisa segera menangkap Alin.

Tapi tiba-tiba, terdengar suara pintu dibuka. Sang kepala yayasan yang juga Mama maudi datang dan tampak syok melihat keadaan Maudi yang seperti ini.

"Mama...?" Seru Maudi.

Kepala yayasan dari sekolah yang Maudi dan Alin tempati, sekaligus orang tua dari Maudi segera mendekat ke arah Maudi. Merasa syok melihat anaknya bisa seperti ini.

"Mama. Tolong Maudi, Ma. Maudi takut." Ucap Maudi terbata-bata. "Alin mencoba membunuh Maudi. Dia juga yang membunuh Gea dan juga Nuci. Alin pembunuh, Ma. Alin pembunuh!" Dan kata-kata itu terus diucapkan Maudi berulang-ulang. Membuat dahi Mamanya tampak mengerut melihat keadaan anaknya yang seperti ini.

"Apa yang kamu katakan...? Jangan bicara yang tidak-tidak. Kamu tidak berhak menuduh Alin seperti itu."

Maudi menggeleng-geleng keras. "Alin pembunuh, Ma. Alin pembunuh. Dia bahkan hampir menancapkan pisau ditubuh Maudi menggunakan pisau di sekolah." Jerit Maudi. "Alin pembunuh. Alin pembunuh!"

"Di sekolah?!" Dahi Mamanya mengerut. "Sebenarnya, rencana apa lagi yang kamu buat untuk menindas Alin! Kamu sengaja mengejar Alin sampai ke sekolah untuk membulinya lagi?!"

"Apa...?! Tidak...! Mama salah! Aku tidak mengejarnya. Justru aku mengikutinya..."

"Cukup, Maudi. Sampai kapan kamu ingin membela diri dan terus-terusan menyalahkan Alin. Bahkan seluruh orang yang ada disekolah tahu kalau kamu sering membulinya. Guru-guru di sekolah. Teman-teman kamu, bahkan pegawai di sekolah tahu akan perlakuanmu kepada Alin. Bukan suatu rahasia lagi kalau kamu sering menindas Alin. Dan sekarang kamu ingin menuduh Alin seperti ini...?! Sebenarnya apa maksud kamu? Mama malu mempunyai anak penindas seperti kamu."

Deg!

Jantung Maudi seperti diremas seketika.

"Tidak. Maudi tidak bohong! Dia itu pembunuh. Gea dan Nuci juga dibunuh oleh Alin. Alin pembunuh. Alin pembunuh!"

"CUKUP!" Teriak Mamanya. Pergi meninggalkan Maudi untuk kembali sendirian di dalam kamar ini.

Setelah semua kejadian yang pernah Maudi lakukan untuk Alin, mana mungkin Mamanya bisa percaya lagi dengan apa yang ia katakan? Bahkan, seluruh orang tahu kalau selama ini memang anaknya lah yang sering menindas orang-orang lemah, dan sekarang...? Tuduhan yang diberikan oleh Maudi kepada Alin?! Membuat Mamanya tidak bisa mempercayai Maudi lebih jauh lagi.

"Aaaaaaa!!!!" Dan Maudi berteriak keras. Mamanya, bahkan tidak mempercayai apa yang ia katakan. Membuatnya benar-benar frutrasi dan juga syok setengah mati. Menjerit-jerit keras memanggil Mamanya. Terus berteriak-teriak dan mengatakan bahwa Alin adalah pembunuh berulang kali. Membuatnya sekarang terlihat seperti orang gila.

"TIDAK! Aku tidak bohong! Alin memang pembunuh! PEMBUNUH!" Teriaknya lagi.

Tetapi semua sudah terlambat. Apapun yang dikatakan Maudi, Maudi tidak bisa berharap kalau semua orang akan mempercayainya. Bukan, bukan sebuah rahasia kalau dulu Maudi sering membuli Alin. Dan sekarang... ketika Maudi mengatakan kalau Alin mencoba membunuhnya, tidak ada orang yang percaya akan hal itu. Orang-orang hanya akan mengira bahwa itu hanyalah rencana Maudi untuk semakin menindas Alin. Dan sekarang, semua perlakuan Maudi di masa lalu seperti mendapatkan balasannya. Membuat dunianya seperti diputar seratus delapan puluh derajat.

"Aaaaa!" Dan kini Maudi kembali menjerit keras. Menjejak-jejakkan kakinya, menggeleng-gelengkan kepalanya, serta terus meracau tidak jelas hingga membuatnya jauh lebih mirip seperti orang yang tidak waras.

Ketika Aku MatiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang