Bab 37 - Semua sudah berakhir

2.2K 301 23
                                    

Raizal meremas kepalanya sendiri. Mengamati lorong rumah sakit yang kosong dan hanya mematung sedari tadi. Duduk di kursi sendirian melewati malam sambil termenung memikirkan hal yang tidak pernah ia sangka sebelumnya.

"Ya Tuhan. Apa semua hal ini memang mungkin...?" Menghela napasnya satu kali dan mengibaskan pandangan ke segala arah. Kini suasana sudah kembali tenang. Maudi sudah ditangani oleh dokter yang jauh lebih kompeten dan dipindahkan ke ruangan yang berbeda. Sedangkan Alin, masih menunggu untuk sadar dengan bunda Aini yang sabar menemaninya.

Sungguh malam yang sangat berat. Raizal merasakan kantuk tetapi dia tidak pernah bisa terpejam. Pikirannya benar-benar berat. Ia tidak mungkin bisa tidur dengan keadaan yang seperti ini.

Raizal memijat kepalanya. Merasa pusing dengan semua hal yang sudah terjadi. Dan tiba-tiba, terdengar langkah kaki yang sangat keras. Terlihat seseorang berlari ke arahnya dan membuat dahi Raizal sedikit mengerut. Menggunakan seragam perawat dia terlihat letih saat mendatanginya.

"Dokter," ucapnya. Merasa lega karena berhasil menemukan dokter yang sedari tadi ia cari.

"Ada apa?" Tanya Raizal.

"Pasien di ruang ICU. Yang tadi dokter kunjungi."

Dan mendengar pernyataan dari perawat itu, mata Raizal melebar. Semakin mengerutkan dahi hingga membuat alisnya menyatu. "A-ada apa dengannya?"

"Dia sudah siuman dan terus-terusan memanggil nama Raizal."

"Apa?!" Ucapnya syok. Mulut Raizal bahkan setengah terbuka mendengar pernyataan dari perawat itu. Ia kemudian segera berlari. Menuju ruang ICU tempat Fara berada. Sedikit tergesa-gesa ketika panik kembali menguasainya. Tidak sabar untuk melihat Fara membuka mata seperti apa yang dikatakan oleh perawat itu. Setelah sekian lama, setelah melakukan perjalanan yang cukup panjang, akhirnya Raizal dapat melihat Fara kembali ke tubuh asli yang selama ini Fara harap-harapkan.

***

Raizal segera membuka pintu. Sudah menggunakan jas, masker serta atribut lengkap ia masuk ke dalam ruang ICU. Perasaan Raizal benar-benar bercampur aduk. Ini adalah kali pertama bagi Raizal melihat sorot mata milik Fara di dalam tubuhnya sendiri.

"Fara...?" Perlahan-lahan Raizal mendekat.

Mata Fara mengerjap-erjap. Mengenali betul siapa pemilik suara itu. Seketika itu juga ia menoleh. Melihat Raizal yang sudah berdiri di sana dan berjalan ke arahnya. "R-Raizal?" Bahkan ada tetes air mata langsung mengalir dari ujung matanya. Merasakan kerinduan yang teramat sangat dan rasa haru yang menyelimutinya.

"Ya Tuhan. Fara...?"

Fara mengangguk. Membenarkan bahwa nama itu adalah miliknya.

"Aku? Apa kamu mengenaliku?" Tanya Raizal. Masih berusaha meyakinkan diri bahwa orang yang terbaring di sini adalah Fara. Merasakan perasaannya yang membuncah bahagia.

"Ya. Ra... izal." Ucapnya terbata-bata. Dan seketika itu juga Raizal tidak mampu menahan air matanya. Melihat Fara yang mampu mengenalinya setelah sekian lama ia tertidur. Tidak. Dia tidak tertidur. Dia memang tertidur tetapi selama ini jiwanya selalu bersamanya. Selalu menemaninya di manapun Raizal pergi. Dan ketika jiwa dan raga itu akhinya bersatu kembali dan sekarang benar-benar ada Fara seutuhnya di sana, Raizal benar-benar sangat bahagia.

"Tenang lah, Fara. Kamu sudah kembali pada tubuhmu. Kamu tidak mati. Kamu tidak pernah mati." Jelas Raizal.

Mata Fara mengerjap satu kali. Mengangkat jemarinya meski pun sangat sulit. Dan hanya satu kali, Fara dapat merasakan bahwa jari itu memang benar miliknya. Merasakan bahwa apa yang dikatakan Raizal adalah benar adanya, serta perasaan yang tidak pernah ia bohongi.

"Ya. Fara. Kamu sudah kembali. Kamu salah jika kamu berpikir bahwa kamu sudah mati. Yang terkubur di sana bukan lah jasadmu. Kamu masih hidup. Selama ini kamu koma dan bertukar jiwa dengan Alin. Dan sekarang, aku menepati semua janjiku untuk membawamu kembali pada tubuh aslimu." Hingga akhirnya Raizal memeluk Fara. Mencium keningnya walau tertutup perban yang hampir menutupi seluruh wajahnya.

"B-benarkah?"

Raizal mengangguk satu kali. Membenarkan apa yang baru saja ia ucapkan. Membuat Fara benar-benar sangat bahagia akan kenyataan ini. Fara tidak bisa menyembunyikan perasaannya saat ini. Setelah sekian lama ia berkelana entah ke mana, pada akhirnya dia bisa kembali ke sini. Masih teringat jelas saat hari-hari kecelakaan itu, hari di mana ia bangun dan meminjam raga dari seseorang yang tidak ia kenal sebelumnya dan hari di mana ia bertemu dengan laki-laki yang luar biasa seperti ini. Dan membuatnya mengucapkan janji bahwa mereka sama-sama akan menemukan jalan agar Fara dapat keluar dari masalah ini.

Ya Tuhan. Fara benar-benar sangat mencintainya.

Tapi tiba-tiba, ada yang mengusik pikirannya saat ini. Satu nama yang terlintas begitu saja di bagian otaknya. Nama Alin entah kenapa langsung muncul dan mengganggu pikirannya.

Sekelebat ingatan muncul begitu saja. Saat terakhir kali Fara teringat bahwa pada akhirnya dia bertemu dengan Alin. Saat terakhir kali Alin berusaha membunuh...

"A-Alin?" Ucap Fara di tengah-tengah rasa sakit yang masih menguasai tubuhnya. "Di... mana Alin?"

Dan Raizal terkesiap. Melepas pelukannya dan menatap ke arah Fara.

"Alin...?"

Fara mengangguk.

Raizal mengerutkan dahinya. Menatap lagi ke arah Fara. Tapi kemudian ia menggeleng menjawab pertanyaan dari Fara. "Sudahlah. Dia baik-baik saja. Dia masih beristirahat dan ditemani oleh bunda Aini."

Fara bernapas lega. Dia tahu siapa bunda Aini. Bunda yang sangat menyayangi Alin lebih dari hidupnya sendiri. Merasakan bahwa Alin pasti akan merasa aman jika bersama dengan bunda Aini.

Sementara itu, Raizal menggigit ujung bawah bibirnya sendiri. Menelan salivanya pasrah ketika teringat akan sesuatu. Terlepas dari semua hal yang menyebabkan mereka berpindah jiwa, Raizal paham betul bahwa Alin telah membunuh...

Raizal tidak mampu lagi memikirkan hal yang lebih jauh lagi. Merasakan kengerian yang menyeruak tajam hingga membuat lehernya seperti tercekik tidak bisa bernapas.

***

Maaf lama... Hahaha

Jangan lupa mampir ke Living Together dan cerita yang baru publish The bad boy next door

The bad boy next door

Abstrak

Namanya Adam

Kejadian aneh muncul ketika aku bertemu dengannya. Saat berada di bus saat hujan deras waktu itu. Dia dua belas tahun lebih tua dariku. Aku dengar, dia seorang duda. Istrinya kabur bersama dengan laki-laki lain dan hanya menginginkan hartanya. Tapi ada yang bilang bahwa istrinya sudah meninggal. Ada juga yang mengatakan bahwa istrinya tiba-tiba menghilang dan tidak pernah pulang. Banyak spekulasi-spekulasi yang terus beredar, hingga membuat bulu kudukku meremang saat bersamanya.

Aku hanya tinggal bersama dengan nenek. Di sebuah kompleks perumahan, di lingkungan yang teduh, dengan rumah yang berjejer rapi di sini. Tapi ketenanganku tiba-tiba sirna, saat dia pindah bersebelahan dengan rumahku.

Tidak!

Dia mencoba mendekatiku. Sejak kedatangannya ke sini, aku sering bermimpi-mimpi erotis tentang dirinya. Tubuh ini sering tiba-tiba panas oleh sesuatu hal yang tidak aku mengerti selama ini.

Aku seperti dijebak. Seperti dihipnotis untuk selalu bersamanya. Sering kali aku ingin menjauh, tetapi anehnya, kenapa aku selalu ingin tetap tinggal?

Ketika Aku MatiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang