21

11K 832 4
                                    

Hai....hai...hai.... sorry banget nih baru update.... lama banget ya? Masih pada nungguin gak sih?
Maaf banget ya.... soalnya ide ceritanya lagi fokus di cerita lain... hehehe....

Dan.... maaf kalo update-an kali ini pendek dan banyak typo... soalnya sudah gak sempat edit.
Lagian aku juga gak enak ninggalin cerita ini lama-lama....

Ya udah... langsung aja deh....

______________________

Nandira tampak pucat. Padahal ia sudah mengumpulkan keberaniannya untuk menyapa Digo dan Sisi. Ia baru sadar, ternyata Digo tidak main-main dengan ucapannya.
Dan sekarang ia merasakan apa akibat ia berani mengusik emosi Digo.
Seluruh pemegang saham di perusahaannya menarik semua dana mereka. Sekarang perusahaannya sedang berada di ambang kehancuran. Papa nya sangat murka mendapati perusahaannya kolaps karena kecerobohannya.

"Mau apa kau kemari? Aku tidak merasa mengundangmu," suara sinis Digo seperti belati yang sangat tajam menikam jantung Nandira.

"Digo, maafkan aku," tiba-tiba Nandira bersimpuh di depan Digo dan Sisi sambil berurai airmata.

Digo hanya menatapnya dingin.

Sisi yang merasa iba, segera berdiri hendak meraih Nandira, namun Digo menahannya.

"Biarkan saja, Sweetheart. Biarkan dia merasakan bagaimana akibatnya jika dia berani membuat masalah dengan Davista!" Sisi menoleh, melihat tatapan Digo yang sedingin es itu seakan mampu membekukan siapapun yang ditatapnya.

Dengan jerih, Sisi kembali duduk sambil memandang iba pada Nandira yang makin keras terisak. Penyesalan selalu datang kemudian.

"Digo, please, maafkan aku. Aku benar-benar menyesal," Nandira beringsut maju hendak meraih lutut Digo.

"Jangan sentuh, Nandira!" Digo menepis tangan Nandira dengan kasar.

Nandira sudah tidak tau lagi harus melakukan apa. Tampaknya Digo sudah benar-benar menunjukkan murkanya.
Karenanya Nandira mencoba melunakkan hati Digo melalui Sisi.

"Si, Sisi, maafkan aku. Aku benar-benar menyesal. Aku tidak akan melakukannya lagi. Please Sisi," Nandira sudah menjatuhkan harga dirinya sejatuh-jatuhnya. Ia tidak peduli. Ia benar-benar menyesal. Seandainya ia tau akan seperti ini konsekuensi bersekongkol dengan Bryan, ia tidak akan mau melakukannya. Sekarang Bryan bahkan tidak mau sedikitpun membantunya.

"Honey," Sisi menyentuh lengan Digo. Ia tau, Digo sangat keras hati. Tapi dia hanya ingin mencoba membantu Nandira meskipun Nandira pernah menyakitinya.

"Sudahlah, Sweetheart. Biarkan dia menerima akibat dari perbuatannya," Sisi bergidik mendengar nada suara Digo. Bahkan Digo mengatakannya tanpa mengalihkan tatapan tajamnya dari Nandira yang masih terisak.

Digo menoleh mencari seseorang. Tatapan matanya berlabuh pada seseorang di ujung ruangan sedang mengawasinya. Digo memberi kode dengan jarinya, membuat orang itu bergegas mendatanginya.

"Siap Boss!" laki-laki bertubuh tegap itu sudah berdiri di dekat mereka.

"Rob, antar Nona ini keluar. Aku tidak ingin dia merusak hari pertunanganku," isak tangis Nandira makin menjadi. Sisi memalingkan wajahnya tidak tega.

Nandira berdiri dengan setengah ditarik oleh Robby, salah satu pengawal pribadi Digo, lalu dibawa keluar.

"Kamu kenapa?" Digo mengerutkan dahinya melihat Sisi masih memalingkan wajahnya, tidak mau menatapnya. Diraihnya dagu Sisi dan dihadapkannya agar gadis itu melihatnya.

Reach YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang