26

11.9K 837 11
                                    

Digo memandang dingin pada Alena dan Randy yang masih berusaha menahan tawa mereka.

"Puas kalian berdua ngerjain gue?" Alena mengkerut. Ia sudah sangat mengenal Digo. Sementara Randy menunduk setelah pinggangnya disodok Alena yang memberinya isyarat untuk diam.

"Kita kan gak ngerjain kamu, Digo," ujar Alena takut-takut.

"Iya, Bro. Kan lo sendiri yang panik nyari Sisi kaya orang gi..."

Alena kembali menyodok pinggang Randy, menghentikan omongan sepupu Sisi yang tidak menyadari seberapa menakutkannya Digo jika sedang marah.

"Kaya orang apa?" tanya Digo sinis memaku pandangannya pada Randy.

"Digo, sudah dong marahnya. Alena dan Randy sampai ketakutan begitu," Digo menoleh melihat Sisi menatapnya lembut. Hatinya seperti tersiram air es.

"Lain kali kalau mau kemana-mana, kamu kasih tau aku ya, Sayang," suara dingin dan sinis Digo berubah hangat dan lembut.

Randy mencibir. Alena mengulum senyum. Sikap Digo bisa berubah seratus delapan puluh derajat jika bersama Sisi.

Sisi tersenyum mengangguk. Digo mengusap rambut Sisi, mengecup keningnya, lalu menegakkan tubuhnya menoleh memandang Alena dan Randy yang langsung memasang muka memelas mereka kembali.

"Kalian berdua, kenapa masih disini? Sana pulang!" gerutu Digo masih kesal.

Sisi terkikik geli melihat Alena dan Randy terbengong diusir secara terang-terangan oleh Digo.

"Iya deh. Pulang yuk Ran, daripada kita jadi obat nyamuk yang ditelantarkan dan di suguhi es batu," Alena menarik Randy keluar.

"Eh, sebentar," Randy melepas tangan Alena yang menggamitnya, lalu berjalan ke dekat Sisi berbaring.

"Aku pulang dulu ya, Si. Cepat balik kerumah, biar kita bisa ngobrol berdua lagi," Randy mengusap rambut Sisi dan mengecup kening Sisi. Lalu ia menyambar tangan Alena dan menarik keluar gadis itu dengan cepat.

"RANDY! BERANINYA LO CIUM SISI!!!" terdengar tawa Alena dan Randy dari luar ruang rawat Sisi, sesaat setelah Digo berteriak kesal.

☆☆☆☆☆♡♡♡☆☆☆☆☆

Sudah satu minggu sejak Sisi diperbolehkan pulang ke rumah, sejak itu pula Digo selalu menyempatkan menjenguk Sisi setiap pagi sebelum berangkat ke kantor dan sepulang kantor.

"Kamu gak capek tiap hari bolak-balik kesini? Aku kan sudah nggak kenapa-napa, Digo," ujar Sisi melihat Digo sudah berada dihadapannya ketika ia baru selesai mandi sore.

"Nggak kok," jawab Digo ringan. Matanya tidak lepas memandang Sisi. Sisi mengangguk, lalu duduk di samping Digo.

"Mmm....Honey, besok aku sudah mulai ke kantor lagi. Rasanya lama banget gak ke kantor," beritahu Sisi.

Digo menatap gadisnya lama.

"Memang kamu sudah sehat betul?" tanya Digo dengan berat hati. Ia berat hati melihat Sisi kembali bekerja. Itu artinya Sisi akan kembali sibuk. Itu artinya Sisi akan kembali bertemu orang banyak, terutama yang berjenis laki-laki. Dan Digo tidak suka.

"Kasihan Papa harus mengurus semuanya sendiri. Aku sudah terlalu lama tidak masuk," Sisi menyandarkan kepalanya di bahu Digo.

"Ehm... Si, bagaimana kalau kita menikah saja?" tanya Digo hati-hati.

Sisi menarik kepalanya. Tubuhnya ditegakkan. Wajahnya menunduk, mempermainkah ujung atasannya. Ia gugup.

"Si?" usik Digo melihat keterdiaman tunangannya.

Reach YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang