24

10.8K 802 10
                                    

Dengan gelisah, Digo berjalan mondar-mandir di depan ruang UGD. Bara dan Sebastian duduk di kursi tunggu, sementara Randy sibuk menelepon kedua orangtua Sisi dan Alena, mengabarkan kondisi Sisi.

Tidak lama kemudian, tampak Pak Carlos dan kedua orang tua Sisi setengan berlari menghampiri Digo.

"Digo, bagaimana keadaan Sisi?" tanya Mama Sisi panik. Suaranya bergetar menahan kekhawatiran yang luar biasa.

Digo menggeleng frustasi.

"Dokter masih menangani Sisi di dalam, Tante," ujar Digo lirih.

"Kita berdoa untuk keselamatan Sisi, Ma," Pak Steven, papa Sisi memeluk istrinya yang menangis.

"Digo, bagaimana keadaan Sisi?" Alena tampak setengah berlari mendekati Digo.

Digo menggeleng. Wajahnya keruh. Berkali-kali ia menengok ke arah pintu UGD. Belum ada tanda-tanda seorang perawat pun keluar dari sana meskipun ia sudah menunggu hampir dua jam lamanya.

Dari arah pintu masuk rumah sakit, muncul Erick dan Jordan. Mereka bergegas menghampiri Digo.

"Bagaimana keadaan Sisi, my Bro?" tanya Erick begitu sampai di dekat Digo.

"Belum ada kabar dari dokter. Sisi masih ditangani di UGD," jawab Sebastian menjawab pertanyaan Erick dan Alena sekaligus.

"Semoga Sisi bisa diselamatkan,"ucap Alena memeluk Digo, memberi sedikit kekuatan.

"Aku harus bagaimana jika Sisi sampai meninggalkan aku?"desis Digo lirih. Wajahnya begitu muram hingga Alena tidak tega memandangnya.

"Lo gak boleh berpikiran seperti itu, Bro. Percayalah, Sisi pasti bisa bertahan," hibur Bara. Ia sedih melihat sahabatnya seperti ini.

Suasana hening kembali. Hanya suara detak sepatu Digo yang mondar mandir gelisah, serta helaan nafas yang berulang kali bergantian di antara mereka.

Clekk!

Dengan cepat Digo melihat ke arah pintu ruang UGD. tampak dua orang perawat keluar terburu-buru, tak lama kemudian keduanya masuk kembali membawa botol infus dan sebuah kotak dari alumunium yang tak ia mengerti apa isinya.

Dengan kasar ia membuang nafasnya. Sesekali ia mengintip dari pintu kaca ruang gawat darurat meskipun ia tau itu sia-sia karena ia tidak bisa melihat apapun dari sana.

"Tenanglah Son, duduklah. Dokter pasti akan berusaha menyelamatkan Sisi," Papinya menepuk bahu Digo, berusaha menenangkan putranya yang tampak sangat gelisah.

Digo menurut. Ia duduk di salah satu kursi tunggu di dekat Papinya.

Baru saja ia bersandar, pintu UGD terbuka. Dokter yang menangani Sisi keluar diikuti dua perawat sambil melepaskan masker yang menutupi mulut dan hidungnya.

Segera Digo berdiri, tergesa menghampiri dokter itu.

"Bagaimana keadaan Sisi, Dok?" tanya Digo tidak sabar.

"Dosis morfin yang di suntikkan ke dalam tubuh nona Sisi sangat tinggi. Kami sudah mengupayakan yang terbaik. Kita tunggu saja, apakah nona Sisi bisa melewati masa kritisnya dalam tiga hari ini," jawaban Dokter itu membuat Digo tidak bisa lagi menahan perasaannya. Ia menangis. Tubuhnya meluruh, menyesali keterlambatannya menemukan gadisnya.
Carlos segera memeluk putranya. Ia bisa merasakan apa yang dirasakan Digo.

"Astaga Sisiiiii!" jerit Mama Sisi meremas jantung Digo.

Sementara Papa Sisi menenangkan istrinya yang histeris, tampak Randy memeluk Alena yang terisak melihat keadaan Digo yang tampak hancur.

Reach YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang