9

11.5K 925 10
                                    

Hai hai hai..... aku balik lagi nih..... percuma banget liburan di Bali tapi yang aku pikirin malah lanjutan cerita ini.... wkwkwk.... jadilah Bali sebagai sumber inspirasi.... apalagi pas di Kutai liat banyak bule cantik dan ganteng bertebaran di sana.... huaaaaaahhh.... gak pengen pulaaaaaang..... wkwkwk wkwkwk. ....
Udah ah.... aku sambung nih ceritanya.... sebelum aku ditimpukin sendal..... hehehe.....

_______________________________________________________

Udara malam itu lebih dingin dari pada biasanya. Sisi mengusap-usap lengannya yang hanya ditutupi selapis kain brokat merah tipis sebagai lengan panjangnya.

Letak gedung pertemuan yang menjadi tempat acara yang memang agak kepinggir kota itu membuat suasana antara Sisi dan Digo hening dan tenang. Tidak ada suara bising kendaraan melintas. Hanya sesekali.

Sisi menggerak-gerakkan jemarinya dengan gelisah. Mau apa Digo membawanya ketempat ini. Memang masih di lingkungan gedung pertemuan, tapi agak jauh. Dari tempatnya berdiri, ia bisa melihat hamparan petak-petak sawah dari situ.

"Sisi," suara Digo seperti gumaman, tapi Sisi bisa mendengarnya dengan cukup jelas.
Sisi memutar tubuhnya menghadap laki-laki yang berdiri dibelakangnya.
Dilihatnya Digo menghela nafas, membenamkan kedua tangannya ke dalam saku celananya. Wajahnya menunduk sesaat, lalu mendongak menatap tepat di manik mata Sisi.
Sisi menunggu.

"Aku ingin minta maaf," ujar Digo lirih. Tatapannya mengunci mata Sisi.

Sisi terdiam. Kenapa Digo minta maaf? Mendadak wajah Sisi menyemburat merah. Ditundukkannya wajahnya menghindari tatapan Digo. Kilasan peristiwa ciuman itu melintas di benaknya kembali untuk kesekian kalinya. Ia benar-benar tidak bisa melupakan kejadian itu.

"Untuk apa?" tanya Sisi menyerupai bisikan.

"Untuk tindakan yang bodoh saat acara penggalangan dana beberapa minggu lalu," Digo maju selangkah.

"Lupakan, bukankah anda sudah meminta maaf dengan mengirimkan ratusan bunga ke kantor saya?" pipi Sisi merona.

"Benar, tapi kamu tidak menanggapinya, Si. Juga telfon dariku. Kamu tidak pernah mau menerimanya. Itu membuatku merasa tidak enak," Digo mengusap wajah dengan sebelah tangannya. Ia merasa salah tingkah.

Sisi terdiam lagi. Bukankah ia juga menikmati ciuman itu? Bahkan membalasnya setelah keterkejutannya sirna.

"Sisi, aku benar-benar minta maaf," Digo melangkah lagi. Kini jarak antara dia dan Sisi hanya tinggal selangkah.

Sisi mendongak memandang Digo.

"Bisa kita lupakan saja peristiwa itu? Mungkin kita hanya terbawa suasana saja," ujar Sisi seperti bisikan.

"Aku tidak bisa melupakan begitu saja," geleng Digo lemah.

"Kenapa?"

"Karena membuatmu menjauhiku," ucap Digo menjawab pertanyaan Sisi.

"Apa?" Sisi menatap Digo bingung.

"Ya. Karena sejak kejadian itu kamu menjauhiku, menutup semua jalan untuk berbicara denganmu, apalagi menemui mu," Sisi melongo menatap Digo. Ia tidak dapat mencerna perkataan Digo.

"Aku...Ehm... saya tidak mengerti maksud anda," ujar Sisi menundukkan wajahnya.

"Please, jangan terlalu formal begini," keluh Digo frustasi.

"Saya....eh...aku harus bagaimana?" Sisi menelan ludahnya dengan susah payah. Ia benar-benar tidak bisa bersikap wajar sekarang. Ketenangan yang biasa ia perlihatkan sirna sudah.

Reach YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang