5. Retak

7.8K 701 124
                                    

"Lo ngapain sih ngaku-ngaku jadi pacar gue? Apa untungnya coba?" Aku berdecak sebal. Mengerucutkan bibir karena ulahnya tadi.

Vegi menatapku keheranan. "Emang lo ga mau jadi pacar gue?" Senyum atau lebih tepatnya seringaian tercetak jelas di bibirnya itu.

"Emang kapan lo nembak gue?" tanyaku ketus.

"Ya-ya gue ..., emang ga nembak elo, sih. Tapi, apa lo ga kasian sama gue? Dikejar cabe pemula menor akut kayak tadi?" ucapnya dengan raut muka yang dibuat menjadi sedih.

Aku menjitak kepalanya gemas. "Harusnya gue yang nanya gitu. Kalau misalnya cabe lokal tadi nabur fitnah ke anak-anak lain, mau ditaruh di mana muka gue? Pacaran sama lo? Itu hal terakhir yang bakal gue la—"

CUP.

Dia menciumku. Vegi menciumku.

Kalian jangan berpikir yang macam-macam dulu. Maksudku, Vegi mencium punggung tanganku. Walaupun hanya punggung tangan, tapi sukses membuatku membeku. Dan dia adalah laki-laki yang dengan teganya merenggut keperawanan punggung tanganku. Mantan-mantan pacarku saja tidak ada yang pernah berani menyentuhku.

"Nah, kalau lo diem karena blushing gini malah jadi makin cantik. Gue minta maaf karena udah ngaku-ngaku sebagai pacar lo. Gue cuma risih aja dengan adik kelas tadi. Maaf ya, tuan puteri." Vegi tersenyum tipis. Sialnya, senyumnya itu selalu bisa meredam amarahku.

Aku menghembuskan napas pasrah. "Ya udah. Gue laper. Gue lupa sarapan tadi. Kantin, yuk."

"Ayo."

Sengaja ataupun tidak, Vegi dengan santainya menggenggam tanganku menuju kantin. Tidakkah dia menyadari jantungku yang kini memompa begitu cepat? Aku membiarkan tangan kami saling bertautan. Untuk apa protes, kalau aku juga menikmati kenyamanan ini? Eh?

Kami duduk di bangku yang terletak di tengah-tengah kantin. Terasa seperti dejavu. Ini kali kedua, aku dan Vegi membolos di kantin.

"Lo mau mesen apa, Lov? Biar gue yang pesenin."

Aku memikirkan makanan apa yang ingin kumakan sebelum mengatakannya pada Vegi. "Em ... mie ayam sama es jeruk, deh."

Vegi menggelengkan kepalanya. "No. Lo baru aja beli mie ayam kemarin. Ga baik buat pencernaan lo. Bubur ayam aja, ya?"

Aku mendengus kesal. Untuk apa bertanya, kalau pada akhirnya dia yang memutuskan? Seenaknya saja dia memerintahku. Tak ada gunanya juga aku berdebat dengannya. Karena hasilnya selalu sama. Dia yang akan menjadi pemenangnya. "Serah lo aja, deh. Buruan."

"Siap, ratu-nya Vegi."

Daripada bosan menunggu pesanan datang, aku mengeluarkan handphone. Membuka ask.fm pribadiku. Ah, begitu banyak pertanyaan masuk ke profilku. Beberapa diantaranya adalah sebagai berikut:

 Beberapa diantaranya adalah sebagai berikut:

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Halah, pertanyaannya pada anonim. Paling ini kerjaan kakak dan adik kelas yang sirik. Bukannya mereka belajar, malah sibuk nge-ask. Kasian kali guru di kelasnya ngoceh, tapi mereka malah asik main ask.fm.

Jemuran Zone Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang