8. Jatuh?

6.7K 668 167
                                    

Vegi dan Lova yang terkejut dengan kedatangan Pak Kumis secara tiba-tiba, langsung membungkam mulut mereka.

"Hari ini kita belajar tentang karya sastra. Bapak akan mengambil materi yang paling simpel, yaitu puisi. Bapak tidak akan menjelaskan apapun, karena kalian yang langsung praktek," ucap Pak Kumis jelas.

Semua yang ada di kelas itu semakin menajamkan pendengarannya. Jantung mereka bergemuruh hebat. Takut-takut Pak Kumis akan menyuruh mereka melakukan sesuatu yang sulit dan diluar nalar manusia.

"Bapak beri kalian waktu lima menit untuk membuat sebuah puisi. Temanya saya yang tentukan. Berhubung hari ini adalah hari jadi pernikahan saya, jadi temanya adalah tentang cinta. Kalian semua pasti pernah jatuh cinta, sehingga tidak ada alasan untuk tidak membuatnya. Lima menit dimulai dari sekarang." Pak Kumis menyilangkan tangannya di depan dada. Menatap datar pada murid-muridnya.

Semua murid langsung bergerak heboh. Rata-rata mereka menulis dengan kilat di buku catatan, lalu merobek halaman buku itu, membacanya lagi, dan akan meremas kertasnya jika hasil yang diperoleh tidak memuaskan. Lima menit bukan waktu yang lama. Itu singkat, bahkan sangat singkat.

"Tiga menit lagi," kata Pak Kumis.

Mereka semakin kalang kabut mendengar perkataan Pak Kumis. Mereka merasa seperti sedang berada di sebuah kompetisi. Ada yang memejamkan mata mencari inspirasi. Ada yang sedang komat-kamit seperti mengucapkan sebuah mantra. Ada yang mengamati kumis Pak Kumis dengan seksama untuk dapat merangkai kata demi kata. Ada juga yang mengupil untuk mendapatkan sebuah ide yang luar biasa.

"Sudah cukup. Waktunya habis. Bapak akan menunjuk acak, siapa yang akan membacakan puisinya pertama kali."

Dengan perkataan Pak Kumis tadi, hancurlah harapan mereka untuk membuat sebuah puisi yang indah dengan susunan kata yang pas. Mereka semua pasrah. Tapi, tidak dengan Lova dan Vegi. Mereka berdua terlihat tenang, tidak seperti yang lainnya.

"Sebelum membacakan puisi kalian nanti, sebutkan juga kepada siapa kalian menunjukkan isi puisi itu. Dan karena tadi Vegi dan Lova ribut, jadi, salah satu diantara kalian tampil lebih dulu."

Semua murid--kecuali Vegi dan Lova-- menghembuskan napas lega. Beruntung karena bukan mereka yang akan menampilkan puisinya.

Vegi yang maju ke depan kelas lebih dulu. Otomatis Lova mendapat giliran kedua. Semuanya menatap Vegi penasaran. Mereka berusaha menebak, kira-kira kepada siapa puisi yang most wanted mereka buat itu dedikasikan.

Vegi tersenyum begitu lebar. "Puisi ini saya ciptakan tanpa ada paksaan sedikitpun. Ditambah dengan lumuran benih-benih cinta. Puisi ini adalah tentang curahan hati seorang remaja yang mungkin tengah jatuh cinta. Puisi ini dikarang sendiri oleh laki-laki paling tampan sejagad raya, bumi, beserta isinya. Terinspirasi dari seseorang yang telah membuat hati saya seakan berbicara dan berdetak melenceng dari irama. Pu—"

"Jangan banyak bicara. Langsung dibaca. Kamu menghabiskan waktu saja," potong Pak Kumis cepat.

"Baiklah. Puisi ini saya persembahkan kepada seseorang yang duduk sebangku dengan saya. Seorang perempuan berwajah cantik dengan penampilan yang dapat memukau siapapun yang menatapnya. Untuk dia, untuk ratu saya, Lovanes Cessira."

Mendengar namanya disebut, wajah Lova langsung memerah sempurna. Dan teman-temannya kembali menggoda Lova dengan siulan mereka. Beberapa murid perempuan menatap Lova tidak suka. Mungkin, mereka merasa iri karena Vegi mempersembahkan puisinya kepada Lova, bukannya mereka.

Jemuran Zone Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang