⇦DUA PULUH TIGA⇨

192K 10.5K 441
                                        

Kiara berjalan pelan menuju kelas dengan perasaan sedih, karena Dimas terluka, takut karena dia pasti akan dimarahi orang tuanya dan gelisah, entah mengapa sejak kemarin malam, tepatnya saat Karrel mengatakan hal itu, dia merasa gelisah bahkan sangat gelisah. Rasanya ia gelisah karena takut kehilangan sesuatu. Sesuatu yang sangat berharga.

Kiara telah sampai di kelas, ia langsung disambut pertanyaan oleh teman-temannya, kelas pun menjadi gaduh karena tidak ada guru.

"Ki, kok lo bisa di skors sih?" tanya Nessa.

"Iya, Ki, katanya lo nyari ribut ya?" tanya Zen.

"Yang sabar ya Ki, gue tau kok lo nggak salah," kata Shinta.

"Santai aja, Ki, lumayan dapet tambahan libur seminggu," kata Rokky yang dihadiahi jitakan oleh Nessa.

Kiara tak menghiraukan perkataan temannya, ia masih sibuk merapikan barang-barangnya. Walaupun banyak orang yang mengucapkan kata-kata yang menghibur dirinya, tetapi bukan mereka yang ia inginkan, ia hanya ingin lelaki itu mengucapkannya, hanya lelaki itu. Karena hanya dia yang bisa membuatnya tidak sedih.

"Gue pulang dulu," kata Kiara sambil menggendong tasnya kemudian berjalan menuju pintu keluar. Saat ia melewati deretan bangku Karrel, ia melirik laki-laki itu sebentar. Lelaki itu sedang mendengarkan musik, ia sama sekali tak menghiraukan Kiara.

Kiara pun segera pergi. Air mata gadis itu mulai berjatuhan tetes demi tetes, bukan karena ia di skors, tapi karena seseorang yang sangat ia perlukan perlahan-lahan mulai menjauh. Trauma masa kecilnya pun kembali menghantui gadis itu.

Dimana dulu saat ia masih kecil, di tengah malam yang sunyi. Ia terpisah oleh orang tuanya. Gadis kecil itu tersesat saat hendak mencari orang tuanya. Gadis itu tersesat di jalanan yang sepi, ia tidak tau mana jalan menuju rumahnya. Hingga tiba-tiba ada seorang preman menghampirinya dan ingin menculik gadis kecil itu.

Untung saja orang tua gadis malang itu datang dan langsung menyelamatkan anak semata wayangnya. Ayahnya melawan preman sedangkan ibunya menenangkan anaknya yang terus-menerus menangis.

Kiara masih ingat jelas saat itu. Jujur, ia sekarang takut untuk pulang, karena ia takut kejadian itu terulang lagi. Kalau saja lelaki itu tidak menjauhinya, ia pastikan rasa takut ini tidak akan ada, karena dia akan melawan preman itu dan memeluknya saat ia menangis. Tetapi nyatanya, orang itu telah menjauhinya, bahkan ia rasa sedikit lagi orang itu akan menghilang dari hidupnya. Meninggalkan dirinya dengan rasa takut yang menghantuinya.

Tiba-tiba Kiara menabrak seseorang, "maaf," kata Kiara tanpa melihat orang yang ia tabrak, karena ia tidak ingin orang ini tau bahwa dia sedang menangis.

"Kia? Kok lo nangis?" tanya lelaki yang tak lain adalah Gani saat melihat Kiara menangis.

"Kak," Kiara langsung memeluk Gani dan menangis di pelukkannya.

Kalau sedah menangis, ia memang harus memeluk seseorang dan entah mengapa, ia merasa Gani orang yang tepat, karena ia telah menganggap Gani seperti saudaranya sendiri.

"Hei, hei, jangan nangis dong! Entar gue dikira ngapa-ngapain lo lagi," kata Gani sambil mengusap-ngusap punggung gadis itu untuk berusaha menenangkannya.

Setelah beberapa menit, Kiara melepaskan pelukannya dengan mata berair, "maaf baju kakak jadi basah," kata Kiara sambil menunduk.

"Enggak papa, ayo duduk dulu, cerita apa masalah lo," pinta Gani sambil duduk di kursi, Kiara pun duduk di sebelah Gani.

"Gue di skors," kata Kiara berbohong.

"Hah?! Kok bisa?" tanya gani, Kiara pun menjelaskan kenapa ia diskors.

Different Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang