⇦TIGA PULUH⇨

172K 10.3K 158
                                    

Untuk pertama kalinya gue komentar di Karya orang. Mungkin gue komentar disini (Different) karna cerita nya membuat gue menarik untuk komentar. Hahahahaaaaaaaaa gila Chapter ini baper banget😂 Dududududu kasihan banget sih Karrel giliran mau bantuin Kiara dan nyatain cinta nya Malah begitu. Kiara nya kenapa sih malah keceplosan , kan kasihan Karrel. Huh,- kalo kenyataan nya Karrel kaya Zayn Malik mending sama gue ajaa. Hahahahahah😂😂. Bang Karrel yang sabar yaa neng Kiara juga cinta kok sama abang❤Go go go semangat yaa bikin novel nyaa. Gue tunggu segera. Kalo bisa jangan lama2. Ok ok? Next.

salsarzk07

▣▣▣▣▣
Cuaca di siang hari ini sangat panas. Matahari seakan-akan membakar bumi ini. Gadis itu mengelap keringat di dahi nya. Sudah hampir dua jam dia menunggu supirnya, tetapi sampai sekarang belum ada tanda-tanda kedatangan supir tersebut.

Lagi-lagi Kiara mendengus kesal. Sudah hampir dua puluh kali gadis itu menghubungi nomor telepon supirnya, tetapi selalu terdengar suara operator.

Tiba-tiba seseorang menepuk pelan bahu gadis itu, "kenapa lo? Kok mukanya ditekuk gitu?" tanya Gani sambil duduk di sebelah Kiara.

"Ini, gue belum dijemput, mana udah sepi lagi," gerutu Kiara.

"Mau gue anterin?" tawar Gani.

"Nggak deh, kak. Nanti kalau diliat Kak Desi bisa gawat," tolak Kiara.

"Ya udah gue teleponin Karrel aja, tadi gue liat dia masih di sekolah," kata Gani sambil mengambil ponselnya.

Tiba-tiba jantungnya berdetak, ia takut bertemu dengan Karrel. Setelah kejadian kemarin, ia merasa sangat takut mendekati lelaki itu. Kiara pun dengan panik menahan tangan Gani, "nggak usah kak," kata Kiara.

"Kenapa?" tanya Gani heran.

"Nggak usah aja, nanti malah ngerepotin," kata Kiara.

"Lo ada masalah sama Karrel?" tebak Gani.

"Nggak kok," bohong Kiara.

"Dari mata lo aja gue udah tau lo ada masalah sama Karrel. Nggak mau cerita?" tanya Gani.

"Gue belum bisa cerita kak," tolak Kiara.

"Ya udah, nggak papa," kata Gani halus, "gimana kalau lo pulang naik taksi aja? Nanti gue yang nyetopin taksinya," tanya Gani.

"Boleh deh. Btw, kita jadi ngisi pensi kan?" tanya Kiara.

"Jadi, karena pensi lagi dua hari, gue mutusin latihan hari ini di rumah Karrel jam enam," ujar Gani.

"Emang harus latihan ya?" tanya Kiara. Bukannya gadis ini tidak mau latihan, tapi masalahnya pasti ia akan bertemu lelaki itu lagi. Ah, rasanya masalah datang terus menerus.

"Pensi tinggal dua hari lagi Dek Kia," kata Gani, "emangnya kenapa lo nggak mau ketemu Karrel? Emang dia bakalan makan elo?" tanya Gani heran.

"Nggak, bukan itu masalahnya," elak Kiara, "eh, itu ada taksi yang lewat kak, gue pulang dulu," kata Kiara lalu melesat pergi. Gadis itu tak ingin membahas masalahnya dengan Karrel, karena nantinya dia akan mengingat kembali kejadian kemarin yang membuat hatinya retak.

Dia marah, dia sedih, dua kesal, dia takut. Semuanya bercampur menjadi satu. Membuat hatinya tak karuan. Satu tetes air mata jatuh membasahi pipinya. Air mata yang keluar saat kemarin malam, lagi-lagi keluar saat ini. Air mata yang dengan susahnya ia tahan, ia sudah kehilangan Dimas dan Karrel. Dan semua ini pantas ia dapatkan.

Kiara masuk ke dalam taksi. Gadis itu memutuskan untuk mampir sebentar ke taman untuk menenangkan hatinya. Untuk sejenak melupakan masalah ini.

Beberapa menit kemudian, gadis itu telah tiba di taman. Kiara berjalan pelan menuju tepi danau. Gadis itu menghirup udara segar, lalu menghembuskannya secara perlahan. Seperti yang Karrel ajarkan, cara ini mampu membuat beban pikirannya hilang, walau hanya sementara.

Lagi-lagi Kiara teringat pada lelaki itu, bukannya ia baru saja putus dengan Dimas? Tapi kenapa ia selalu teringat-ingat kepada Karrel?

Gadis itu berjalan menuju pohon dan duduk menyadarkan punggung di sana. Angin mulai menerpa pelan tubuhnya membuat panas matahari tergantikan oleh dinginnya udara di tepi danau. Matanya pun mulai terpejam, hingga akhirnya ia sudah tertidur pulas di sana.

▣▣▣▣▣
"Si Kia mana?" tanya Rokky.

"Tumben banget dia telat," komentar Martin.

"Rel, coba lo telpon si Kia gih," suruh Rokky.

Karrel yang sedang merokok di balkon pun menengok, "bodo amat gue ama dia. Udah ayo cepet latihan, gue mau balapan," kata Karrel lalu menghembuskan asap rokok.

"Wih, wih, wih, ada apakah gerangan seorang Karrel Antonio nampak akan berubah menjadi brandal lagi," kata Rokky belagak seperti pembawa berita.

Tiba-tiba pintu terbuka, "maaf gue telat, tadi ketiduran," kata gadis yang nampak ngos-ngosan.

"Lama amat sih, mending gue tidur aja dari tadi kalau tau ada orang yang nggak disiplin," ujar Karrel sinis sambil melempar puntung rokok lalu menginjaknya, ia pun beranjak dari duduknya.

Karrel melewati Kiara tanpa menatap gadis itu sama sekali. Hati Kiara sakit, ia merasa lelaki itu berbeda, sangat berbeda.

"Kenapa nih?" tanya Martin bingung.

Gani yang sedari tadi diam pun angkat suara, "sebenarnya gue nggak mau ikut-ikutan masalah kalian, tapi kalau kayak gini caranya gue harus ikut campur," ujar Gani sambil berdiri, "gue harus makek jurus kayak waktu itu buat nyeret tu anak," kata Gani lalu pergi mencari Karrel.

"Ngapain sih lo kayak gini, Rel? Nggak ada gunanya sebunyi kayak semut gini," kata Gani sesampainya di kamar lelaki itu.

"Ngapain lo ikut campur?" tanya Karrel.

"Setidaknya jangan campurin urusan pribadi lo sama band ini, profesional dong!" bentak Gani.

"Lo emang orang terbacot yang gue kenal. Oke, fine gue latihan," ujar Karrel sambil beranjak dari duduknya.

"Nah gitu dong Dek Aurel, kan Bang Gani jadi tambah suka," kata Gani centil.

"Sedeng lo!" umpat Karrel.

Sesampainya Karrel dan Gani di ruang musik. Mereka latihan musik seperti biasa, Karrel nampak biasa saja saat berlatihan bersama Kiara.

Namun berbeda dengan gadis itu, rasa canggung terus menerus menghampirinya, apalagi saat tatapan mereka bertemu. Hingga akhirnya sudah jam setengah sembilan, mereka pun memutuskan untuk pulang.

▣▣▣▣▣
Maaf lama dan pendek. Jangan lupa vomment ya, makasi.

14-06-2016

Different Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang