PRIITT...
Suara peluit itu membangunkanku dari tidur yang sangat amat tidak nyenyak. Bagaimana tidak? Hanya karena sandiwara Sophia, aku dikurung Liam tanpa makan malam, padahal aku sudah kerja keras seharian.
"Sleep well, huh?" Liam berdiri di ambang pintu kamar, sudah berpakaian formal menggunakan kemeja, dasi, juga jas yang menggantung di pundaknya. Meski masih terlihat urakan.
Ia lalu berjalan ke arah tempat tidurku, menyunggingkan senyum licik terbaiknya.
"Di surat wasiat ibu, dia tidak menuliskan kalau aku harus tinggal dengan kakak tiri kejam sepertimu"
"Di surat ayahmu juga tidak tertulis aku harus mengurus adik lemah sepertimu" Itu benar-benar menyayat ku. Omongannya pedas, seperti biasa.
Aku bangun dari posisi berbaring, mengelus-elus perutku yang semalaman penuh terus berbunyi. "Bisa ku dapat sarapanku sekarang? Aku tidak makan semalaman. Please Liam.."
"Benar kan, kau ini adik yang lemah" cibirnya, melipat kedua tangan di depan dada. "All right, aku sudah menyuruh Mary untuk mengantarkan mie instan. Tapi setelah itu, kau harus kembali bekerja"
"Tapi kerja apa lagi?"
Liam memutar kedua bola matanya, berjalan ke arah gulungan kertas yang tertempel di tembok. Ia membentangkannya. "Ini, adalah daftar tugas yang harus kau kerjakan setiap harinya. Apa kau tidak melihatnya dari kemarin?"
"APA?! Tiap hari?" Liam mengangguk. "Ku kira itu untuk kemarin saja. Kau gila? Panjang kertas ini bahkan melebihi tinggiku sendiri. Aku manusia, Liam. Bukan robot!"
"Masa bodoh." Ia berjalan ke arah pintu. "Aku akan berangkat kerja sekarang. Jangan protes dan membuat ulah lagi jika kau tidak mau hukuman yang lebih berat. Kerjakan tugasmu dengan benar!" Liam keluar dan membanting pintu.
Kerja? Aku berani taruhan yang ia lakukan di kantor hanya menaikkan kaki ke atas meja dan berleha-leha, atau tidak berduaan dengan Sophia. Yaa, mungkin saja wanita itu membawakan makan siang untuknya.
"Selamat pagi.." Mary masuk dengan membawa nampan di tangannya, ia menaruhnya di atas meja berlaci samping tempat tidur. Aku melongo melihat apa yang dia bawa.
"Smoke Beef? Sandwich keju? Lemon tea?" Aku mengerutkan alis bingung. "Tapi kata Liam hanya mie instan?"
Mary berdeham pelan, "Saya memang sengaja membuatkan Smoke Beef untuk anda dan sarapan Sandwich saya. Saya tahu Nona Arianne belum makan" Ia kemudian tertunduk menatap sepatu ber-sol-nya, seolah aku akan marah seperti Liam. "Tapi tolong jangan beritahu Tuan Liam.."
"Terimakasih, tapi ini berlebihan. Ku rasa aku cukup makan mie instan saja" Aku mengembalikan sandwich kepadanya. "Lagipula ini sarapanmu"
"Tidak" Ia menolak. "Nona Arianne seharusnya mendapat makanan yang setara dengan Tuan Liam. Nona bukan pembantunya, tapi adiknya. Terlebih, Nona adalah anak kandung Tuan Simon" Astaga, dia baik sekali.
Aku menaruh kembali sandwich itu dan menyuruhnya duduk di sampingku. Tanganku merangkulnya akrab. Aku menyunggingkan senyum tipis, "Ari saja. Bukan Nona Arianne."
"Tapi Non—"
"Ari."
"..Ari.."
"Oh ya, jangan pakai saya-anda lagi ya. Aku-kamu saja. Tidak akan ku adukan Liam kok" Aku tersenyum, mengambil salah satu makanan yang ada di nampan dan mencium aromanya sejenak.
KAMU SEDANG MEMBACA
Cinderella "Converse"
Fanfiction❝ She wears short skirt, I wear t-shirt ❞ Mungkin lirik itulah yang pas untuk membedakan Arianne dengan Cinderella yang kita kenal selama ini. Hidup dengan ibu tiri, memakai gaun indah, bertemu pangeran, dan menunggangi kuda seperti seorang putri...