"Jadi kau memilih untuk berkhianat?"
"Sorry, mate, kesempatan emas tidak datang dua kali."
***
"Please, izinkan aku bertemu dengannya." Ari menahan pintu yang akan ditutup ayah Zayn dengan kakinya. "Tolonglah."
Sudah kesekian kali ia memohon, ayah Zayn tetap tidak mau memenuhi permintaannya. Padahal permintaan Ari hanya satu, melihat keadaan Zayn. Tidak apa-apa kalau dia tidak diizinkan untuk menyentuhnya, dia hanya mau melihat keadaannya sekarang.
Hatinya benar-benar panas dan tidak tenang sepanjang perjalanan pulang. Dia tidak peduli kalau dia mengganggu jam tidur ayah Zayn pukul 1 dini hari seperti ini, dia hanya mau bertemu Zayn.
"Sekali aku bilang tidak, tetap tidak." Tegasnya, dengan wajah menahan emosi menghadapi Ari yang keras kepala.
Malam itu juga, Ari memaksa langsung pulang ke Manchester. Paul awalnya menolak karena barang-barang mereka masih ada di hotel, tapi Ari mengancam akan pulang sendiri naik kereta dan itu membuatnya kalut. Ia tahu benar bagaimana sikapnya kalau ada orang yang mengenalinya dan membicarakan hal aneh tentangnya, orang itu pasti akan dilabrak di tempat saat itu juga. Paparazzi bisa ada dimana saja dan Liam akan marah besar kalau sampai terjadi.
"Kenapa? Kau tahu, kan, aku sahabatnya? Apa dia masih marah padaku? Aku hanya mau melihat keadaannya sebentar saja. Tolong izinkan aku masuk.."
Ayah Zayn menghela napas, diam menatap Ari. Tangannya melepas tangan Ari dari daun pintu rumahnya dengan halus, karena jika ia melakukannya dengan paksaan, tangan gadis itu malah akan semakin bertahan, "Itu masalahnya,"
Ari mengernyit dahi.
"Zayn tidak ada disini." Katanya.
"APA?"
Sebelum ia sempat bertanya lagi, ayah Zayn sudah menutup pintu dan mengunci rapat-rapat. Dari jendela di atas pintu, dapat terlihat ia juga mematikan lampu di dalam. "Kau pasti berbohong! Buka pintunya!"
Ari-untuk kedua kalinya-menendang pintu rumah Zayn, "You could've told me! Aku jadi tidak perlu mengemis seperti itu! Uh, ayah dan anak sama saja!"
Itu memang tidak sopan, tapi ayah Zayn sudah tahu bagaimana sifat aslinya, jadi mungkin tidak apa-apa? Sekarang Ari bingung harus berbuat apa untuk menemui sahabatnya. Dia tidak mungkin pulang dengan tangan kosong dan masih menyimpan rasa penasaran.
"Arianne!" Kepala Paul menyembul dari jendela mobil. Tangannya memegang sebuah ponsel yang menempel pada telinga, "Katanya, Harry baru siuman, kita harus ke rumah sakit!"
Dan saat itu Ari baru sadar, Zayn mungkin saja berada di rumah sakit dengan Harry. Ya, setidaknya kalau laki-laki itu masih punya perasaan, dia akan membawanya ke rumah sakit-atau setidaknya orang-orang yang lewat saat mereka bertengkar.
Ari bergegas masuk ke mobil. Ia menginstruksikan sopirnya untuk menyetir cepat ke alamat rumah sakit yang diberitahu manajer Harry.
Ia bersumpah akan langsung memberi Harry pelajaran sesampainya disana, tidak peduli dia baru siuman atau tidak.
Ketika mobil mereka sudah jauh, pintu rumah Zayn kembali terbuka.
Ayah Zayn melangkah ke luar, sudah siap mengenakan mantel tebal dan menjinjing sebuah tas besar. Ia melihat ke kanan dan kiri untuk memastikan Ari sudah benar-benar pergi. Ketika dirasa situasi sudah aman, ia mengunci pintu dan pergi dari tempat itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Cinderella "Converse"
Fanfiction❝ She wears short skirt, I wear t-shirt ❞ Mungkin lirik itulah yang pas untuk membedakan Arianne dengan Cinderella yang kita kenal selama ini. Hidup dengan ibu tiri, memakai gaun indah, bertemu pangeran, dan menunggangi kuda seperti seorang putri...