"Aish, jauhkan itu dariku, Richard" Tanganku terus menghalangi lensa kamera yang dipegang kameramen itu. Aku kurang suka dengan sorotan kamera yang terus menerus. Dan masalahnya, si Richard ini dengan 2 temannya menguntitku dan Harry sepanjang perjalanan ke studio rekaman. Bahkan sampai sekarang.
.
"Ayolah, kau harus terbiasa dengan kamera mulai sekarang" Ia tertawa. Suaranya sedikit kecil agar tidak masuk ke dalam video. "Lagipula, 'Behind The Scene' ini akan di upload ke YouTube."
.
Aku menutupi wajah dengan bantal sofa. "Tapi jangan sorot aku terus, Harry tuh sedang rekaman!" Dan sekarang barulah Richard menurunkan kameranya.
.
"Ya sudahlah, aku sorot Josh saja" Ia beralih ke drummer Harry, Josh Devine.
.
Aku mendaratkan bokongku pada sebuah sofa panjang. Menunggu giliran dengan Harry. Seharusnya saat ini aku menghapalkan lirik, tapi kertas itu belum ku sentuh juga. Aku masih menebak-nebak apa yang dikatakan Sophia pada Vin tadi. Kenapa Sophia tersenyum tidak jelas padaku? Pasti mereka berdua sedang merencakan sesuatu. Tadinya ku kira, setelah mereka berbisik-bisik, Vin akan menyekapku di kamar, tapi ternyata dia membiarkanku main catur lagi. Bahkan mengantarku pulang segala. Omong-omong, apa Liam kenal Vin?
.
Tepat saat itu juga, yang bersangkutan datang. Sambil melepas blazer, Liam mendaratkan tubuhnya di sebelahku. Tumben sekali dia mau di dekatku, biasanya memusuhiku. Aku tetap diam, memperhatikan gerakan tangannya yang melipat blazer meski asal dan berantakan. Memang ya, dia ini tidak bisa rapi sedikit pun. Pantas saja Mary selalu terlihat kewalahan setelah membereskan kamar Liam.
.
"Kenapa? Naksir?" tembaknya, membuatku cepat memutarkan mata, mengalihkan pandangan. Liam hanya tersenyum sinis sambil menggeleng pelan. Sesaat ia menaruh blazer di atas meja, mataku kembali melihatnya. Dia menyadarinya lagi. "Orphan, aku tahu aku mirip David Beckham, tapi jangan terpesona berlebihan begitu dong."
.
"Ew." aku kembali memutar mata. Sebenarnya daritadi aku ragu ingin bertanya. Tapi takut malah keceplosan. "Liam,"
.
"Hm?" Ia menyahut dengan nada tidak niat sambil meneguk softdrink yang disediakan.
.
"Mmm, kau... kau tahu Sophia Smith kan?" PERTANYAAN MACAM APA ITU, BODOH!
.
Liam tidak menjawab apapun, gantian memutar matanya lalu mendelik seperti 'aku tahu kau ini bodoh, Ari. Tapi tidak usah ditunjukan' sebelum kembali minum. Aku menggaruk tengkukku. "B-Bukan itu sih yang ku maksud" ujarku. "Kau kenal kakak atau ayah Sophia?"
.
Liam memuntahkan kembali minuman yang ada di mulutnya ke kaleng. Ia mengelap mulutnya dengan punggung tangan sebelum melihatku dengan aneh. "Ada apa antara kau dengan keluarga Sophia?" Sebelah alisnya bertaut. Ku lihat cengkraman tangan Liam pada kaleng menegang. Astaga, dia bisa saja menghancurkannya.
.
"Well, tadi pagi saat aku keluar, ku lihat Sophia sedang jalan dengan 2 lelaki muda dan tua. Ku pikir mereka kakak atau ayahnya" Aku bohong.
.
Liam mendekatkan wajahnya padaku. Aku sedikit mundur. Tapi tangannya cepat menahan pundakku agar tidak bergerak. "Diam!" tegasnya. Ia menatap kedua mataku intens, lalu tertawa kecil. "Kau berbohong." glek. "Sophia tidak suka jalan kaki. Dia lebih suka naik mobil. Lagipula, apa yang membuatmu berasumsi mereka keluarganya? Bisa saja si lelaki muda itu temannya."
KAMU SEDANG MEMBACA
Cinderella "Converse"
Fanfic❝ She wears short skirt, I wear t-shirt ❞ Mungkin lirik itulah yang pas untuk membedakan Arianne dengan Cinderella yang kita kenal selama ini. Hidup dengan ibu tiri, memakai gaun indah, bertemu pangeran, dan menunggangi kuda seperti seorang putri...