Ari's Pov
Tidak seperti biasa, bukannya langsung meninju, aku justru spontan berteriak begitu melihat siapa yang menepuk. Mataku membulat seolah akan keluar dari tempatnya seraya menatap dari bawah sampai atas tubuh di hadapanku. Sial.
"Kau tidak apa-apa?" Pria itu menggeser payungnya ke atas ku. "Maaf kalau aku mengagetkanmu. Aku tidak sengaja melihatmu kehujanan disini, jadi aku berniat menolong"
Aku bergeming, mundur satu langkah perlahan. Kenapa bisa kebetulan begini? Dan kenapa Vin harus menolongku? Maksudku, kita tidak pernah bertemu, itu artinya aku hanya pedestrian biasa jika dia melihatku kan?
"Do.. do I know you?" tanyaku pura-pura, memasang wajah sepolos mungkin berusaha terlihat seperti 'aku tidak pernah melihatmu sebelumnya'. Vin mengerutkan dahinya, entah kenapa melihatku dari bawah sampai atas dengan aneh. Kurang ajar. "Sepertinya tidak, kalau begitu aku permisi—"
Baru 4-5 langkah ku berjalan, kakiku tergelincir genangan air. Tubuhku nyaris meniban aspal jika saja Vin tidak menangkapku. Oh great, sekarang kakiku terkilir dan tidak ada alasan lain untuk menghindari tawarannya.
"Sepertinya kau butuh tumpangan" Aku hanya tersenyum kecut begitu Vin mengatakannya—sedikit tidak ikhlas. Ia menuntunku dengan hati-hati ke dalam mobil, lalu masuk lewat pintu pengemudi.
Aku hanya bisa mengusap-usap pergelangan kaki sambil memperhatikannya memakai sabuk pengaman sebelum akhirnya tancap gas. Ku kira dia langsung mengebut seperti orang jahat lainnya tapi justru menyetir dengan sangat tenang. Matanya yang tajam terlihat serius melihat ke depan. Dan kalau dilihat lebih dekat, Vin ini mirip sekali dengan Zayn. Alis tebal, rambut hitam, mata coklat, juga hidung yang hampir sama mancungnya. Yang membedakan, wajah Zayn lebih bersifat ketimuran. Mungkin kalau wajah mereka dipecah menjadi 2 puzzle, bisa keliru mana bagian puzzle Zayn dan mana puzzle Vin.
Sekarang Vin menyandarkan kepalanya pada kaca jendela, terlihat jenuh menunggu lampu merah berubah hijau. Kalau boleh jujur, dia tidak terlihat seperti orang jahat, well, meski aku tidak tahu dia ini jahat atau tidak. Maksudku, dia kakak Sophia. Sophia jahat. Mungkin Vin juga begitu. Yaa, aku tak tahu pasti.
"Hey.." Aku segera tersadar dari lamunan. "Kenapa kau melihatku terus?" Sh1t, tertangkap basah. Aku cepat memalingkan wajah, tapi ku dengar Vin justru tertawa. Tidak, bukan tawa licik seperti di film-film, ini tawa sungguhan bahkan kalau boleh jujur, tawa ramah. Untunglah tawa itu bisa menurunkan rasa maluku. "Maaf, aku hanya bercanda." Ia kembali memegang setir begitu lampu sudah hijau. Lagi, aku tersenyum kecut. "Omong-omong, aku belum tahu namamu?"
"Oh" Mulutku membentuk 'o' seraya mengulurkan tangan. "Aku.." haruskah aku memberi tahu namaku? Ah, cepat atau lambat dia akan tahu namaku semisal Sophia dan Liam benar-benar jadi. "Arianne." jawabku kalem.
Untuk beberapa saat aku menunggu Vin untuk menjabat tanganku, tapi tidak kunjung terjadi sampai akhirnya aku baru ingat kalau dia sedang menyetir. Aku hampir menarik tanganku kembali jika saja tangannya tidak menjabatku dengan tiba-tiba. Astaga, sentuhan tangannya halus sekali.
"Ya, panggil aku Vin" I know. Meski begitu, aku masih berusaha memasang senyum palsu dan sekali lagi menunjukkan ekspresi 'aku belum pernah dengar namamu sebelumnya'. "Omong-omong, dimana rumahmu?"
Senyumku memudar menjadi heran. Masa iya dia tidak tahu dimana rumah Liam? Oh, mungkin ini kedoknya agar terlihat benar-benar polos. Dan dengan begitu, aku ikut memasang kedok sok polos ku juga. Aku menunjuk arah kiri, "Belok kiri, lalu belok kanan setelah lewat rumah besar. Lurus terus dan rumahku ada di sisi kanannya." Vin tersenyum padaku sekilas sebelum membelokkan setir.
KAMU SEDANG MEMBACA
Cinderella "Converse"
Fanfiction❝ She wears short skirt, I wear t-shirt ❞ Mungkin lirik itulah yang pas untuk membedakan Arianne dengan Cinderella yang kita kenal selama ini. Hidup dengan ibu tiri, memakai gaun indah, bertemu pangeran, dan menunggangi kuda seperti seorang putri...