XXXIII - The Heartbreaker

10.7K 1.4K 561
                                    

Namanya sedikit di split dari reality but yeah, enjoy x

Songs for this chapter: Timbaland ft. One Republic - Apologize, Taylor Swift - Wildest Dreams.

***


Zayn memandangi foto seorang gadis kecil di ponselnya. Gadis kecil itu berdiri di tengah-tengah keluarganya menggunakan baju tradisional Pakistan, diapit oleh kakak lelakinya dan ibunya. Dari gadis itu lah Zayn mendapatkan keturunan wajah timur. Ayahnya menikah dengan wanita Pakistan. Setelah ia lahir, ayahnya menetap di sana selama beberapa tahun. Zayn lebih menyukai tinggal di rumah keluarga ibunya karena paman serta kakek-neneknya sering membawanya jalan-jalan. Hingga akhirnya ayahnya kembali ke Inggris membawanya dan ibunya, dan semenjak itu ia tidak bertemu lagi dengan mereka sampai sekarang.



Ia mengunci layar ponsel ketika seorang pria membuka pintu kamar rawatnya. Zayn menyeringai senang ketika pria itu berjalan menghampirinya. Zayn baru akan menyapa, ketika tiba-tiba dua orang penjaga datang membereskan barang-barangnya. "Ayah.. ini ada apa?"



"Kau pulang hari ini." Ucap pria itu, ikut membantu membereskan barang-barang kecil milik Zayn. "Cepat turun dan pakai mantelmu."



Zayn mengernyit dahi tidak senang. Ia mengira ayahnya akan menanyakan bagaimana keadaannya, karena dia memang baru kali ini datang menjenguk dua hari setelah Zayn dijahit. Tapi ayahnya masih bersikap kurang peduli seperti biasa. Itu salah satu hal yang berubah semenjak ibunya meninggal. Bahkan sekarang mereka tidak pernah berdiri kurang dari dua meter. Selalu ayahnya yang berjalan di depan.



"Kau tidak menanyakan kabarku?" Mendengar pertanyaan itu, ayahnya justru menghela napas.



"Ayolah, kita tidak punya banyak waktu. Gurumu akan datang hari ini."



"Aku tidak mau belajar bisnis lagi, ayah." Ucapnya terang-terangan, yang membuat ayahnya berhenti memasukkan barang ke backpack. "Aku masih SMA dan aku lelah mempelajari sesuatu yang tidak ku senangi. Teman-temanku bebas berpesta setiap malam jumat, sementara aku harus mempelajari sesuatu yang seharusnya belum ku dapatkan. Percayalah, walaupun kau menyuruh anak buahmu itu untuk mengajariku bisnis, aku tetap tidak akan mau menggantikan posisimu."



Pria itu menggerakan kepalanya menandakan penjaga untuk ke luar. Mereka pun menurut, membawa backpack Zayn ke luar kamar. Di kamar ini tinggal tersisa Zayn dan ayahnya. Zayn bisa merasakan temperatur naik saat ini.



"Kau tahu apa yang tidak kau sadari? Kau anak satu-satunya di keluarga ini, yang itu artinya otomatis akan menggantikan posisiku. Kau pikir aku akan percaya begitu saja kepada rekanku untuk mengendalikan nama perusahaan yang sudah besar ini?"


"Oh, dan apa kau pikir dengan aku melakukan pekerjaan yang tidak ku sukai, bisa menjamin perusahaanmu itu, ayah?" Tembaknya balik, sekaligus memotong perkataan. Dia tidak suka sikap ayahnya yang sering menganggap enteng segala hal. Termasuk hal seserius ini. Ayahnya mempercayakan perusahaan pada darah dagingnya sendiri yang padahal tidak tertarik dengan posisi itu. "Masih banyak rekanmu yang mengharapkan posisi ini."



Pria itu terkekeh seraya menggeleng, seolah menganggap lucu opini Zayn. "Tahu apa kau tentang rekan ayah? Apa kau mau rekan ayah itu berkhianat dan akhirnya malah menjadi musuh bebuyutan ayah bahkan dirimu nantinya seperti yang terjadi pada 'sahabat ayah itu' ? Tugasmu sekarang adalah belajar bisnis dengan benar karena masa depanmu sudah terjamin. Ku harap kau tidak menyia-nyiakan kesempatan emas ini."


Zayn menggeram dalam hati. Ayahnya masih tidak mau mengerti kalau Zayn tidak menginginkan posisi itu. Zayn justru ingin menjadi penyanyi yang berada di bawah naungan perusahaan ayahnya, seperti Harry. Justru menurutnya, ayahnya lah yang menyia-nyiakan kesempatan emas Zayn untuk menjadi apa yang Zayn inginkan. Zayn melihat Harry memang mempunyai suara bagus, tapi tidak terlalu tertarik dengan dunia itu.


Cinderella "Converse"Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang