"AAAAA—hmpph"
Sebuah tangan besar dengan cepat membekap mulutku, membuatku berhenti berteriak. Justru aku hampir kehabisan napas sekarang. Dengan napas yang megap-megap, aku mencoba mataku untuk tetap terbuka, ku lihat intens sepasang mata di atas ku ini, oh God, benar dugaanku. Matilah aku.
Dengan kekuatan seadanya, kakiku yang tidak sakit menendangnya kuat sampai terhempas menubruk lemari. Masker lelaki itu pun turun dengan sendirinya, memperlihatkan wajah yang mirip dengan orang yang ku kenal.
"Oww.." Ia mengerang, mengusap bokong serta tempurung kepalanya. Rambutnya yang hitam dibuat berantakan karena usapan tangan itu. "You're so mean, oh my God!" Zayn menimpukku dengan tali yang sepertinya ia gunakan untuk memanjat ke kamar. "Aku sudah bela-belain menahan mules begitu tahu kau terkilir, padahal saat itu juga aku sedang sabar menunggu gantian kamar mandi dengan ayah, lalu kau menendang perutku tadi. Untung saja aku tidak bocor!" Zayn pelan-pelan bangun sambil memegangi perutnya. Ia bahkan sampai jalan sedikit merunduk.
Tanpa rasa malu atau tidak enak hati, ia langsung naik ke atas kasur dan bersandar di sebelahku.
Aku mendorong-dorongnya agar turun. "Kakimu kotor, keset dulu sana" Tapi karena aku sudah mengantuk, tidak cukup kuat untuk mengusirnya. Dia malah usil mengeset kakinya di kasurku. Kurang ajar. "Ish" desisku jijik, bergeser agak jauh darinya.
"Kakimu bagaimana? Sudah baikan?" Sekarang Zayn merangkak ke kakiku. Ia memperhatikan bagian yang sedikit merah. Dan tanpa ku duga, dia memencetnya!
"AAAAAA" Aku refleks berteriak, menjambak rambutnya sampai ia tertarik dan jatuh hampir menibanku. Beruntung dia sigap menahan tubuhnya dengan tangan.
"Apa yang kau lakukan?!!" seru kami bersamaan. "Kau yang apa?!" lagi-lagi mengatakannya bersamaan.
"Kenapa kau tekan kakiku?" Aku tak mau kalah.
"Aku hanya membantu memijatmu"
Aku mendengus, menatapnya garang. "Tapi kau malah menyiksaku, moron!" Tepat setelah ku pukul-pukul wajahnya, kedua tangan Zayn terpeleset, membuat jarak wajah kami makin dekat. Bodoh sekali kau, Ari.
Ia menyungging senyum ambigu, berhasil membuatku gelagapan. Tanganku bahkan tidak bisa bergerak karena tertiban Zayn. Sh1t, aku bisa gila.
"Aku tidak bisa napas, bodoh! Kau menindihku"
"Siapa suruh mau ditindih?"
"Astaga, menyingkir!" Aku mendorongnya sekuat tenaga membuatnya jatuh dari tempat tidur. Sepertinya cukup kencang sampai membuat Liam terbangun.
"Kau bicara dengan siapa, Ari?" Suara pintu ditutup disusul langkah kaki terdengar. O-ow, Liam akan kesini. Bahaya kalau dia lihat orang asing di kamarku. Tak lama, suara itu pun berhenti tepat di depan pintu kamar. Aku hendak memberitahu Zayn untuk pergi, tapi tangannya yang besar tiba-tiba membungkamku.
Zayn mencium punggung tangannya sendiri kemudian menempelkannya di mulutku.
Kriett..
Liam memasukkan setengah kepala untuk sekedar mengintip, mendapatiku yang sedang tertidur pulas. Alis matanya bertaut dibarengi kedikkan bahu sebelum kembali menutupnya.
Aku membuka sebelah mataku begitu Liam sudah benar-benar pergi, kemudian mengembuskan napas lega.
Zayn sudah pergi. Tirai kamarku berhembus tertiup angin malam dari jendela tempat keluarnya. Tak ku sangka dia bisa seperti orang misterius di film-film. Omong-omong, aku juga bangga atas akting pura-pura tidurku tadi. Ha.
![](https://img.wattpad.com/cover/8442945-288-k345491.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Cinderella "Converse"
Fanfiction❝ She wears short skirt, I wear t-shirt ❞ Mungkin lirik itulah yang pas untuk membedakan Arianne dengan Cinderella yang kita kenal selama ini. Hidup dengan ibu tiri, memakai gaun indah, bertemu pangeran, dan menunggangi kuda seperti seorang putri...