XII - The Journal

26.9K 2.1K 317
                                    

Ari bergegas lari menghampiri Zayn sampai cengkraman Harry lepas. Gadis itu terlalu senang karena Zayn sepertinya sudah baikan. Ari bahkan lupa menekan tombol penyeberangan, dia terus lari menerobos jalan. Tapi untung saja jalanan sepi. Harry cepat menyusul, tangannya merogoh masker dan memakainya agar tidak ada fans yang lihat.

"Awas jatuh" Zayn cepat menangkap tangan Ari begitu sampai. Napas gadis itu masih memburu, tidak teratur. Ia mengacak rambut Ari yang sedang berusaha mengatur napas, kemudian menertawai dulu sebelum akhirnya melepas tangan darinya. Entahlah, antusias Ari tadi memiliki humor tersendiri untuk Zayn.

"Um.. so... hi..?" sapanya sesaat napasnya sudah kembali normal, tapi justru gantian jadi grogi.

"Hi." Zayn membalas ramah, memasukkan kedua tangannya ke saku celana.

"Aku ingin bicara." Mereka berdua saling tatap saat mengucapkannya bersamaan.

"You first"

"No, ladies first."

"All right" Ari menggaruk tengkuknya, bingung harus mulai darimana. "Aku—"

"ARI!" Perkataannya dipotong dengan kedatangan Harry. Dia kembali menggenggam tangan Ari kuat, seolah gadis itu tidak boleh lari lagi. Zayn diam, mengalihkan pandangannya kemana saja asal bukan tangan mereka. "Kau.. hh.. buatku jantungan! Hh.. hh.." ucapnya dengan napas tersengal-sengal.

"Aku bukan anak kecil, Harry." Ari menarik tangannya.

"Tapi kalau kau kenapa-kenapa bagaimana? Aku harus bilang apa pada Liam? Jangan-ulangi-lagi." tegasnya. Harry membuka masker berserta kacamata hitamnya, baru menyadari kehadiran Zayn. "Heey Zaynie.. sup, mate?" Mereka berjabat tangan dengan gaya khas tersendiri.

Zayn hanya tersenyum tipis, menjawab pendek. "I'm good."

Harry lagi-lagi mengulum smirk, menatap Zayn dari bawah sampai atas sembari mengangkat sebelah alisnya. Padahal hari ini Zayn berpakaian biasa saja. Bajunya juga lebih baik dari yang sebelumnya. Tangan Harry bergerak ke rambut Zayn. "Nice hair."

"Thanks." ucapnya pendek, menjauhkan kepalanya. Sepertinya dia kurang nyaman dengan keberadaan Harry, dan Ari menyadari itu.

"Harry, jangan ganggu dia." Ari menarik tangan Harry.

"Kenapa? Aku hanya berusaha bersikap baik." Ia mengedikkan bahu. Tangannya kali ini meghampiri lengan baju Zayn. "New shirt, aye?"

"Yes." Zayn berusaha untuk tidak melihat wajah Harry, dia memilih menghindar lagi.

"Sudah ku bilang jangan ganggu dia!" Ari menginjak kaki Harry kencang. Bukannya kesakitan, lelaki itu justru cekikikan sendiri. "Pulang sana! Aku ingin bicara dengannya."

"Kau nanti bagaimana?"

"Dari sini ke rumah dekat kok." Ari menjawab cepat, berharap Harry segera pergi meninggalkannya berdua dengan Zayn.

"Baiklah kalau begitu," Harry melingkarkan tangannya ke belakang pinggang Ari, menariknya agar mendekat. Ari ingin memberontak—jika saja Harry tidak membisikkan keselamatan skateboard-nya duluan. "Aku pulang dulu ya." Lelaki itu menempelkan pipinya pada pipi Ari. "Dan Zayn, tolong jaga pacarku ya."

"Pacar?" Ari dan Zayn lagi-lagi mengucapkannya bersamaan.

"Hahaha iya. Kalian ini kenapa kaget? Sudah ya, aku pulang. Dan Malik..." Harry menjentikkan jarinya seraya berjalan menjauh. Memberi semacam kode yang sama sekali tak Ari mengerti.

Cinderella "Converse"Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang