"Zayn! Zayn!" Aku menahannya sebelum ia pergi dari tempat kesukaannya ini. Mencoba untuk menjelaskan semuanya tentang single baru Harry. "Demi Tuhan, aku tidak memberikan copy-an kertas lirik itu pada Harry! Aku bahkan tidak tahu bagaimana dia bisa plagiat lagumu!"
Tapi, namanya juga Zayn, pasti selalu membalas dengan respon sedikit. Dia sangat pasif.
Zayn mengelus puncak kepalaku pelan, tersenyum lirih. "I know.." Tapi justru hendak pergi lagi.
Aku kembali menahan tangannya, "Kau tidak marah padaku kan?"
Ia tersenyum lagi, melepaskan tangannya dari genggamanku. Tanpa menggeleng atau mengangguk, ia berjalan menjauh bersama gitar tuanya.
Aku memungut skateboard ku yang tergeletak, dengan berat hati ikut meninggalkan tempat itu juga.
.
.
.
"ORPHAN!" bentak Liam saat aku masuk rumah. "Darima—OOW!!"
Sebelum Liam dapat menyelesaikan kata-katanya, aku melempar skateboard dengan emosi ke kakinya. Cih, melihat wajahnya saja sudah membuatku naik darah. Berani-beraninya dia bersekongkol dengan Harry plagiat lagu Zayn.
"KAU AKAN MERASAKAN HUKUMANNYA!"
"I don't care, I love it~" balasku tanpa memikirkan hukuman tersebut, lalu berlenggang menuju kamar.
Aku membanting diri ke kasur, bangun untuk duduk, melepas sepatu dan melemparnya sembarangan ke belakang, lalu berbaring lagi.
Mataku menyapu langit-langit kamar di atasku. Langit-langit kumuh dan terdapat banyak noda bekas bocor. Tapi pikiranku justru melayang pada Zayn.
Bagaimana kalau dia berpikir aku memberikan copy-an lirik pada Harry? Bagaimana kalau dia tidak mau bicara denganku lagi? Atau justru memusuhiku?
"Oh, God!" Aku melepas kunciran dan mengacak rambutku sendiri.
Tanganku meraih permen karet yang ada di atas meja, mengunyahnya untuk menghilangkan rasa bersalah.
"Oh sh!t." Tapi tetap saja tidak berhasil.
Aku melepehnya ke arah pintu—tapi malah terkena wajah Liam yang saat itu masuk.
Dia terlihat kaget dengan sambutan itu. Punggung tangannya mengelap pipinya sendiri dengan kasar. Matanya berpindah padaku, memelototiku dengan penuh kebencian. Dagunya berubah menjadi keras.
"Dua-kali." ucapnya pendek.
Liam berjalan mendekatiku. Aku berdiri, menyilangkan tanganku di depan dada.
"Kau mau menghukumku? Coba saja kalau bisa, aku tidak takut" tantangku.
Liam tersenyum miring. Sebelum tinju yang ia layangkan sampai ke wajahku, aku menampisnya duluan. Mencengkram kepala tangannya dan menariknya ke belakang punggung Liam.
Liam terjatuh ke atas kasur. Tangannya sudah ku kunci agar tidak bergerak. Sikutku menindih kepala belakangnya, membuatnya tambah kesakitan.
"Apa itu sakit? Huh?"
"No, it's not!"
"Tidak usah bohong."
"ALL RIGHT!" jerit Liam tak tahan. "IT HURTS, ARI!"
Kini giliranku yang tersenyum mirng. "Sekarang katakan" Aku tetap menguncinya. "Apa benar Little Things adalah lagu Harry?"
"Tentu saja! Kau pikir siapa lagi!"
"Apa benar dia pencipta lagu itu?"
"Ari—"
"Jawab!!"
"IYA!"
"Bagaimana proses dia menciptakan lagu itu?"
"Tentu saja bekerja sama dengan crew yang lain—"
"Jangan bohong!"
"OWW!" Aku makin mencengkram tangannya. "Baiklah, tidak!"
"Ceritakan!"
"Well, setelah kami selesai menciptakan lirik single barunya yang asli, tiba-tiba saja Harry ingin menggantinya dengan lagu Little Things ciptaannya itu. Karena dia juga belum rekaman single sebelumnya, dan juga lirik Little Things yang kami rasa bagus, ya sudah diganti."
Oh, jadi begitu. Apa jangan-jangan saat Zayn keluar kamar rawatku, kertasnya tidak sengaja terjatuh? Atau dia mendengar Zayn menyanyikannya waktu itu dan merekamnya?
"Ari," Liam memanggilku. "Sebenarnya, bukan pukulan atau kurungan yang akan ku berikan padamu."
Aku mengerutkan alis. "Jadi?"
"Tahu tidak, wanita-wanita termasuk Sophia terpikat dengan kakakmu ini karena apanya?" Mataku membelalak seketika, mengerti apa hukuman sebenarnya yang akan diberikan.
Sementara aku terdiam, Liam memanfaatkan kesempatan itu untuk meloloskan diri. Bahkan sampai aku terlempar ke pintu saking kasarnya.
Ia berdiri membersihkan bajunya yang terkena debu kasurku, kemudian menatapku dengan tatapan... aku menganggapnya sebagai tatapan horror (full of lust). Liam membunyikan sendi-sendi di jemarinya seraya berjalan mendekatiku.
Aku mengambil salah satu sepatuku dan menimpuk wajahnya, kemudian cepat keluar dari kamar.
"I'm gonna getcha, Ari! Gahaha!"
Sh!t. I don't want to get the 'D' ! Apalagi miliknya!
Aku berlari sampai ke kolong-kolong meja, tapi si kakak tiri ini ternyata cepat juga larinya. Dia bahkan mengikutiku loncat ke atas meja.
"GAAH! GOT YA!" serunya saat berhasil meraih tanganku.
Otomatis, tendanganku melayang ke wajahnya. Membuat ia melepas cengkramannya dari tanganku.
Ternyata tendanganku berhasil membuat pinggiran mulutnya merah.
Aku berlari meninggalkannya yang masih kesakitan. Berlari ke halaman depan, dan kebetulan Mary sedang menyiram tanaman saat itu. Aku bersembunyi di balik semak.
Mary menaruh selang air ke rerumputan begitu mendengar pembantu lain memanggilnya.
Tapi begitu Mary berjalan ke arah pintu, dia bertabrakan dengan Liam dan jatuh dengan posisi yang membuatku terlonjak.
Liam tidak sengaja mencium bibir Mary dengan posisi di atas..
Dan tepat saat itu juga, mobil Sophia masuk ke gerbang rumah... dengan kaca jendela terbuka.
-bersambung-
Aloha. Sorry baru update sekarang. Ada request oneshot. Ga terlalu banyak sih, cuma kan author udah ga sering-sering lagi buka laptop, jadi pengerjaannya lama. Thanks for your patient!
KAMU SEDANG MEMBACA
Cinderella "Converse"
Fanfiction❝ She wears short skirt, I wear t-shirt ❞ Mungkin lirik itulah yang pas untuk membedakan Arianne dengan Cinderella yang kita kenal selama ini. Hidup dengan ibu tiri, memakai gaun indah, bertemu pangeran, dan menunggangi kuda seperti seorang putri...