X - Never Be Royals

26.8K 2.1K 177
                                    

"Kau mau kemana, Arianne?" tanya ayah Zayn begitu melihat Ari sedang memakai sepatu di ambang pintu depan.

Gadis itu sudah rapi dengan celana jeans selutut yang ia pakai saat pertama kali ke rumah ini dan kaos hitam dibalik sweater abu-abu milik Zayn yang ia pinjam dari lemarinya-berhubung semalam dia tidak tidur di rumah pohon lagi. Rambutnya masih setengah basah dan Ari hanya menjepit poninya ke belakang.

Ia menoleh padanya begitu selesai mengencangkan tali sepatu, tersenyum tipis. "Aku mau pulang" Ari bangkit, membersihkan bagian belakang celananya dari debu lantai, kemudian menepuk kedua tangannya.

"Pulang?" Ia mengerutkan dahi, berjalan menghampiri Ari. "Bukankah kau masih ingin bersenang disini?"

"Aku ingin." jawabnya pendek, menyelipkan kedua tangan di saku celana. "Tapi aku harus pulang. Kakakku bisa khawatir." Bohong. Ari memilih pergi karena Zayn tidak mau bicara dengannya dan terus mengunci diri di rumah pohon sepulang dari festival. Apa mungkin Zayn marah? Dan lagipula mana mungkin Liam khawatir? Dia mungkin sedang menggelar pesta besar-besaran sekarang, pikirnya.

"Yaah.. aku juga tidak bisa memaksa" ayah Zayn mengusap dagunya dengan telunjuk dan ibu jari. "Mau ku antar?" tawarnya.

Ari melongo ke arah pohon belakang rumah, tidak mendengar tawaran pria di sampingnya. Ayah Zayn yang memperhatikan gerak-geriknya ikut menolehkan pandangan.

"Zayn sepertinya sedang tidak enak badan. Semalaman dia tidak keluar."

Ari menunduk menatap kedua sepatunya. "Boleh ku pamit dengannya sebentar?"

"Sure" ayah Zayn membentangkan tangan kanannya mempersilahkan Ari.

Gadis itu berjalan menuju pohon belakang rumah. Ia mendongakan kepalanya, menatap pintu rumah pohon yang masih tertutup-terkunci. Sorot mata Ari berpindah pada jendela di sisi kanan rumah pohon. Bahkan tidak terlihat sosok Zayn dari sana. Mungkin masih tidur, pikirnya.

"Ughm" Ari berdeham sejenak. "Zayn.." mulainya, sedikit mengencangkan suara agar lelaki berwajah setengah timur tengah itu bisa mendengar-meski tidak tahu dia dengar atau tidak. "Aku pamit pulang. Sudah 2 hari aku disini. Dan aku sangat berterimakasih."

Tidak ada jawaban.

"Zayn?"

Tidak ada jawaban.

Ia menghela napas. "Terimakasih kau mau ke festival bersamaku. Dan perkataanku yang kemarin.." jeda, Ari tertunduk menggigit bibir bawahnya. "Tidak sungguh-sungguh. Lagipula... who knows?" Gadis itu selesai berbicara, tanpa melihat ke atas lagi, ia berjalan menjauh dari pohon.

Padahal tepat setelah ia mengucapkan 2 kata terakhir, sepasang mata hazel terlihat mengintip dari pojok jendela. Menatap intens Ari yang terus menjauh.

.

"Ini rumahmu?" tanya ayah Zayn begitu sampai. "Besar sekali" seakan-akan rahang bawahnya hampir lepas.

"Ahah, terimakasih sudah mengantarku. Mampir?"

Ayah Zayn sedikit menjinjit dan mendongakan kepalanya. Menatap ke arah pintu rumah-karena kebetulan pintu gerbang terbuka lebar. Matanya tiba-tiba membelalak, Ari mengerutkan alis melihat ekspresi wajahnya.

"Tidak, terimakasih, Arianne. Aku harus segera pulang, ada pekerjaan yang belum selesai. Permisi!"

"Tapi-" Sebelum Ari menyelesaikan kata-katanya, ayah Zayn sudah keburu pergi hanya dalam satu kedipan. Ari mengerutkan sudut mulutnya saat mengarahkan sorot mata pada apa yang ayah Zayn lihat. Ternyata hanya Liam. Ia memutar kedua matanya. "Hm.. tampaknya semua orang takut dengannya" Lalu melangkah masuk.

Cinderella "Converse"Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang