Liam mendorong sehelai kertas ke hadapan Ari. Tidak lupa pulpennya juga. Ia kemudian melirik Harry yang berdiri di samping kursi Ari, menunggu gadis itu menorehkan tinta pada kertas. Sementara Ari sendiri menatap aneh kertas itu. Masih ragu—antara yakin dan tidak yakin.
"Kau boleh baca perjanjiannya dulu kalau mau" ujar Liam.
Mata gadis itu menyapu tiap kata yang tercetak di kertas putih. Sesekali alisnya berkedut atau mengerut ke atas. Jarinya memutar-mutar pulpen seraya mempertimbangkan. Ia menaruh kertas itu kembali setelah membaca. Ari menyandarkan punggungnya, masih memainkan pulpen.
Liam dan Harry saling lirik sebelum akhir melambaikan tangan di depan wajah adiknya. "Helloo~ Tunggu apa lagi? Cepat tanda tangani kontraknya! Kita tidak menunggu lama" Ia menggerakan tangan Ari, mengarahkan tangannya ke tempat kosong di sebelah tanda tangan Harry, tapi Ari mendorong tangan Liam.
Ia menggeleng. "Liam, harus berapa kali ku bilang? Aku tidak mau duet dengannya.." Tanpa menengok Harry, tangan Ari meninju pelan perut lelaki itu. Harry hanya mengulum smirk, mengusap area bekas tangan Ari dengan telapak tangan, lalu menempelkannya di bibir. Ari bergidik jijik. "Aku tidak akan menanda tangani kontrak ini" Ia membanting pulpen di atas meja.
"TAPI KAU HARUS" Liam yang tiba-tiba membentak berhasil membuat Ari kaget. Apalagi sampai menggebrak meja segala. Gadis itu masih bergeming menatap mata kakaknya yang merah melotot. Baru kali ini ia melihat Liam semarah itu.
Harry melangkah maju, menarik kerah baju Liam dan mengangkat kepalan tangannya ke hadapan Liam.
"TIDAK ADA YANG BOLEH MEMBENTAK ARI"
Ia tidak kalah kencang, tapi berhasil membuat Liam ciut. Dia ini memang lembek kalau sudah berhadapan dengan Harry, apalagi kekuatan dan suara Harry lebih besar dibanding dirinya—sudah jelas Harry penyanyi.
Ari tidak berbuat apa-apa. Dia justru tersenyum bahagia melihat kakaknya diserang Harry. Bahkan berharap kalau tinju lelaki keriting itu cepat mendarat tepat di wajah Liam.
"Woo-woo.. santai saja, kawan" Liam takut-takut menyingkirkan tangan Harry. "Aku justru membelamu, curls."
"Tapi kau membuat Ari takut! Dan tidak ada yang boleh mengganggu my babe."
"I'm not your ' my babe' !" protes gadis itu cepat, lagi-lagi meninju perut Harry. Ia beranjak dari kursi. "Gaah.. aku lebih baik keluar dari gedung ini"
Tangan Liam segera menahan Ari sebelum keluar dari ruang kerjanya. "Harry, stay here. Aku ingin bicara diluar berdua" perintahnya sebelum keluar sambil merangkul Ari.
Tanpa merespon apapun, lelaki keriting itu duduk di kursi Liam, menaikkan kaki ke atas meja, lalu memejamkan mata.
"Duduk disini" Liam menuntun Ari ke sofa besar tepat di depan pintu ruang kerjanya. Entah sejak kapan Ari patuh pada perintahnya, tanpa berkata apapun, ia duduk tepat di sebelah kakaknya. "Aku ingin bicara."
Ari tidak menjawab seperti biasanya. Hanya menatap sebal Liam.
"Aku tahu," Ia memulai. "Dari kecil kau ingin sekali bergabung dengan Syco. Tapi untuk ikut pencarian bakat ayah saja kau pendam. Ya kan?" Liam menaikkan sebelah alisnya. "Dan sekarang kesempatan itu yang datang padamu. Kenapa malah kau tolak? Kesempatan tidak datang dua kali"
"Tapi Harry itu—he's such a jerk. Dan aku tidak mau bekerja dengannya dalam ikatan kontrak." Ari menggeleng tegas.
"Tapi kau dan Harry juga nantinya akan jadi pasangan hidup dalam ikatan kontrak, bukan?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Cinderella "Converse"
Фанфик❝ She wears short skirt, I wear t-shirt ❞ Mungkin lirik itulah yang pas untuk membedakan Arianne dengan Cinderella yang kita kenal selama ini. Hidup dengan ibu tiri, memakai gaun indah, bertemu pangeran, dan menunggangi kuda seperti seorang putri...