[COMPLETED]↪book 3 of GANGSTA TRILOGY
{Go check PURPOSE for sequel}
Justin Bieber ✖ Jason McCann
Rose terjebak dalam kehidupan gangster yang keras dan penuh ancaman bersama suaminya itu untuk seumur hidup.
❗strong words and mature content
#82 in ga...
Mataku terbuka dengan rasa takut yang luar biasa, kejadian kemarin malam membuatku sadar jika Justin telah berubah sekarang. Entah bagaimana dia bisa memperlakukanku kasar seperti itu, apakah itu sifat aslinya yang selama ini ia sembunyikan? Sama seperti sifat yang juga dimiliki oleh saudara kembarnya-Jason.
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Aku melihatnya tertidur disampingku, dengan Calvin Klein putih yang sudah melekat ditubuhnya. Jika seperti ini dia terlihat begitu damai dan lembut. Bahkan bisa dibilang seperti bayi. Tetapi kemarin malam satu sisi dari dirinya yang tak pernah aku lihat muncul dan itu sangatlah mengerikan.
"Argh" erangku pelan, Justin benar-benar berhasil membuat seluruh tubuhku kesakitan. Selangkangan, punggung, leher dan kepalaku semuanya terasa ngilu.
Dengan pelan aku turun dari tempat tidur dan berjalan ke kamar mandi untuk membersihkan diri. Kuhentikan langkahku didepan cermin dan mengamati seluruh memar ditubuhku.
"Goddamn, Just" desisku.
Aku tampak sangat berantakan, rambutku teracak-acak, mata yang sembab dan tentunya bekas kekerasan yang Justin lakukan padaku semalam.
Pipiku masih memerah karena tamparannya, cengkeraman tangannya di leherku juga masih ketara, bahkan memar-memar dibagian lengan, dada dan paha juga terlihat parah.
Kuambil obat penghilang rasa sakit dan meminumnya dengan air kran, aku tak peduli lagi. Aku hanya ingin rasa sakit ini segera pergi.
"I- i need to go now"
Justin masih tertidur dan inilah kesempatanku untuk pergi, segera aku mencuci wajahku dan menkuncir rambutku ke atas dengan asal. Menutupi tubuh nakedku dengan short jeans dan sweater bewarna abu-abu, tak lupa aku juga mengambil beberapa dollar dari dompet Justin yang tergeletak dilantai.
Lalu aku melihat ada 3 lembar foto didalam, satu foto saat kita berdua menikah dan dua foto diriku yang mungkin dia ambil secara diam-diam.
"Rgh Rose" tiba-tiba Justin mengigaukan namaku, membuatku sedikit terlonjak dari tempatku berdiri.
Dia tampan sekali ya Tuhan, tapi apa yang telah dia lakukan padaku benar-benar tidak dapat diterima. Ingatan tentang kemarin malam masih sangat segar diotakku.
"You're supposed to be my husband, and I'm supposed to be your wife, not your sex slave, Just"
Aku pun segera pergi dari rumah, dalam hati aku ingin mencium pipi Justin untuk terakhir kalinya. Tapi aku mengurungkan niatku karena jika dia bangun kemungkinan aku akan gagal dan aku bisa mati ditangannya.
"Bye, Just" desisku lalu melangkah keluar dari kamar dan apakah ini berarti aku keluar dari hati Justin juga?
.
.
.
.
.
.
.
And finally here I am. Berdiri didepan apartemen Harry dan Barbara, tempat tinggal mereka merupakan tempat yang paling dekat dengan rumahku, hanya perlu berjalan beberapa blok saja.
"Antik banget, dasar" desisku saat melihat nomer apartemen mereka, yaitu 69.
Setelah beberapa detik kemudian munculah lelaki bermata hijau yang aku kenal, dia adalah Harry tapi dengan potongan rambut pendeknya. Sepertinya dia bosan dengan rambut panjang yang ia jaga selama bertahun-tahun.
"Rose? What happened?" Tanyanya sedikit terkejut melihat tampilanku yang berantakan dan detik itu juga langsung kurasakan tangan besar Harry memelukku dengan erat. Membuat air mataku turun secara spontan.
"Justin-argh-he-"
"Shssstt come here"
Harry mengajakku masuk kedalam apartemennya dan kusadari jika suasana sangat sepi dipagi hari ini. Jadi untuk berbasa-basi kutanyakan soal Barbara padanya.
"Dimana Barbara?" Tanyaku dengan masih bercucuran air mata.
"Dia sedang pergi ke supermarket di depan" ujarnya dengan senyumannya yang lembut, gaya rambutnya yang baru masih belum terbiasa dimataku, dulu rambutnya panjang sepundak dan bergelombang. "So, what happened to you? You and Justin were fine,right?"
Aku terdiam tak bisa menjawab pertanyaannya itu. Kubiarkan air mataku yang menjawabnya.
"Rose? Everything's okay right?"
"Don't call Justin if I'm here, please Har" ujarku dengan suara yang terbata.