Didn't Survive

1.1K 132 23
                                    

*Author POV*

*DOR*

Suara tembakan menggelegar memenuhi gedung tua ini dengan cara yang sangat mengerikan. Darah yang keluar dari bekas tembakan itu pun memuncrat menghiasi ubin lantai dengan warna merah segar. Saat Rose pikir malam ini adalah malam terakhir ia dapat mencintai suaminya. Tetapi diantara desiran ketakutan dan keputus asaan, Rose masih dapat merasakan jantungnya berdenyut dengan lemah. Bahkan ia dapat merasakan tetesan keringat menuruni dahinya yang berdarah.

Apa dia masih hidup? Atau jantungnya berdetak dikehidupan lain? Dengan sekuat tenaga Rose memberanikan diri untuk membuka mata dan memastikan dia masih digedung tua tempat dia atau sudah berada di antara awan-awan di angkasa? Antara hidup dan mati, Rose berharap ia masih bisa menemui Justin lagi.

"Hail-ley" suaranya terbata saat kedua matanya melihat tubuh Hailey perlahan jatuh diatas lantai. Tepat disampingnya. Hailey lah yang tertembak dan bukan dirinya. Perasaan takut dan lega bercampur aduk dalam dirinya, sudah lama ia tak melihat orang terbunuh tepat didepannya seperti saat ini, kecuali saat Justin membunuh bartender berwajah Asia bernama Calum dan saat membunuh Luke beberapa tahun yang lalu.

"Rose!" teriak Justin dari atas. Baru beberapa detik kemudian Rose tersadar jika Justin lah yang menembak Hailey, sebelum wanita naas itu menembak dirinya. Justin begitu tergesa-gesa sampai-sampai melompati beberapa anak tangga agar lebih cepat mencapai Rose dibawah.

Ia membantu Rose untuk duduk dan langsung memeluknya dengan erat.  Tangisan dari sepasang suami istri tersebut pun tak dapat terelakkan, nyaris saja Justin akan kehilangan istrinya malam ini. Tetapi untungnya ia menembakkan pelurunya sebelum Hailey mengeksekusi istrinya. Mereka berpelukan dengan erat, seolah-olah tak akan ada hal yang dapat memisahkan mereka. Rasanya seperti kembali waktu Rose kabur dari rumah sakit dan Justin menemukannya di gang gelap bersama Luke. Malam itu, Justin tak dapat melindungi Rose ketika sebilah pisau menusuk perutnya. Tetapi malam ini, Justin telah membuat perubahan, ia telah menyelematkan istrinya dari kematian.

Kemudian pertemuan haru mereka disambut dengan bibir mereka yang bertemu, berpagutan, bertabarakan, kehabisan nafas dan berhenti untuk sejenak. Tubuh mereka menjadi satu. Tak terpisahkan.

"Just" desis Rose ketakutan. Ia tak peduli darah dari mulutnya mengotori kaos putih yang Justin pakai. Ia hanya ingin memeluknya dan merasakan sentuhan satu sama lain. Berada dipelukan suaminya merupakan tempat teraman yang pernah ia rasakan.

"Tenanglah, semuanya sudah berakhir"

Dunia terasa berhenti sejenak, mereka berdua saling mendengarkan isakan tangis dan detak jantung yang memburu satu sama lain. Begitu cepat seperti pacuan kuda. Ada rasa bahagia, lega dan mungkin juga ketakutan yang mengalir di darah mereka berdua. Karena dibalik  kalimat semuanya sudah berakhir  yang Justin bisikkan, ia pecah berkeping-keping didalamnya.

Ia merasa seperti orang yang tak berperasaan malam ini, yakni dengan membunuh saudara kembarnya sendiri. Dalam beberapa menit ia terus berperang antara rasa persaudaraan dan kebencian. Ia tak mungkin membunuh saudara kembarnya, mereka telah menghabiskan masa kecilnya bersama-sama. Bahkan sejak dalam kandungan Pattie sekalipun mereka telah bersama, kemudian kepingan-kepingan memori saat mereka pergi ke danau bersama, pergi ke sekolah bersama atau bermain skateboard bersama terputar diotaknya.

Justin selalu kabur dari rumah hanya untuk menjenguk Jason di rumah sakit jiwa. Mereka tak terpisahkan. Sebelum akhirnya Jason menjadi gila dan diluar kendali, beberapa orang memanggilnya sebagai psycho tetapi Justin yakin jika Jason mengidap scizophrenia.

"maafkan aku" desis Justin saat ujung pisau tersebut  menusuk perut Jason didepan. Tangan yang terlumuri darah Jason itu masih  gemetaran. Ini bukan karena ia tak pernah membunuh orang, tapi ini karena ia telah membunuh saudaranya sendiri. Anggota keluarganya sendiri. Mungkin mulai malam ini, kematian Jason akan menjadi mimpi-mimpi buruknya dikemudian hari.

"Just?" Panggil Rose yang membuatnya kembali kedalam dunia nyata. Ia berpikir harus segera pergi dari sini, sebelum polisi datang atau sebelum Jason  menuntut perbuatannya.

"Apa kau bisa berjalan, Rose?" Tanyanya sambil membantu Rose berdiri. Tapi sepertinya kaki istrinya tersebut terkilir saat jatuh dari tangga, sehingga dengan cepat Justin pun langsung berjongkok agar Rose dapat ia gendong dari belakang. Dengan begini, ia masih bisa menggunakan satu tangannya untuk memegang pistol. Untuk berjaga-jaga.

Kedua kaki Justin berlari menuju titik pertemuan dengan teman-temannya. Selama itu pula tidak terlihat satu pun anak buah Jason yang berusaha menyerangnya. Sepertinya mayat-mayat yang bergeletakan menjelaskan jika mereka semua telah mati.

Justin pun mempercepat langkahnya, ia tak sabar untuk duduk didalam mobil dan melihat semua anggota kembali dengan selamat. Pergi kabur bersama Rose  dengan semua anggota gengnya ke tempat yang jauh. Sangat jauh dari penderitaan ini.

Kedua mata hazel Justin menangkap sebuah hal yang menghancurkan dirinya untuk kedua kalinya malam ini—setelah melihat Jason mati.  Kedua tubuh itu tergeletak dengan luka tembak dibagian dada. Nafas yang terputus-putus dari lelaki berambut blonde tersebut seakan mencekik lehernya dan memintanya untuk mati bersamanya.

"Cody and Dave didn't survive"





Cody and ayahnya Rose mati😭

Btw kalo gue bikin teenfict mau gak?? #butuhkepastian

Comment ya

Survive (The Wattys 2016)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang