Part 3 "Sick"

5.4K 156 1
                                    

Alvin menarik tangannya yang menggenggam tanganku dan menghampiri Dinda yang sudah naik darah. Aku mengambil semua kertas gambarku dan kembali berlari ke kelas. Untung saja saat aku duduk, dosen nya pun juga baru datang.

*kriinngggg*

Semua mahasiswa berhamburan keluar kelas meninggalkan aku dan bu Susi. "Mana gambarmu Aimee?"tanya bu Susi tak melihatku namun mengulurkan tangannya. Aku memberikan beberapa kertas gambarku. "Magnificent!"kata bu Susi puas melihat gambarku. "Kamu harus ikut lomba tingkat nasional. Oh tidak, internasional! Kamu akan membanggakan universitas!"kata bu Susi.

"Dengan segala hormat, bu. Saya tidak mau mengikuti lomba toh saya pun juga menggambar untuk senang-senang saja."jawabku menunduk. "Sayang sekali. Gambarmu ini punya makna dalam. Kamu menyia-nyiakan hobimu, Amy."kata bu Susi menggenggam pundakku lalu berlalu. Yeah, aku memang menyiakan bakatku karna papa.

Aku melamun saat berjalan di koridor dan tiba-tiba Sasa muncul di ujung lorong sedikit berlari menuju arahku. "Ada apaan lagi, Sa?"tanyaku datar. "Liat instagram lo! Fast!"katanya mencoba mencari-cari hpku. Dan benar saja apa kata Sasa, instagramku dibanjiri followers dan likers. Tak cukup sampai di situ, mahasiswa baru juga menambahkan aku sebagai teman di semua media sosialku. "Ish panitia sih bikin lomba iseng amat pake instagram."kataku kesal melihat hpku yang bergetar tanpa henti.

"Its ok, My. Lo bisa bagi-bagi ketenaran lo ke gue. Gue menerima dengan lapang dada."katanya tertawa. Tiba-tiba aku merasa perutku sakit, aku menggenggam erat perutku dan berjalan sempoyongan. "Amy?! Lo kenapa? Ke dokter yuk!"ajaknya. Aku menggeleng karna menurutku ini tidak terlalu serius. "Gue.. cuma banyak pikiran. Gue balik duluan ya, Sa."kataku berjalan sempoyongan menuju parkiran.

Aku menguatkan diriku dengan berkata akan sampai di parkiran. Namun saat aku hendak jatuh ke lantai, Sasa menangkapku dengan sigap. "Buset! Berat amat sih lo, My! Bentar gue telfonin supir lo, lo gabisa nyetir keadaan gini."kata Sasa membantuku duduk di sebuah bangku dekat parkiran dan lapangan basket. "Lo udah telfon pak Yadi?"tanyaku. Sasa mengangguk sambil mengusap keringatku. "Duh pasti overakting."gumamku.

Tak lama pak Yadi datang dan membopongku ke dalam mobil dan menyetir menuju rumah. Benar saja, ada tiga dokter di rumahku. TIGA. Untuk sakit perut biasa. "Aduh, dok beneran gue gapapa. Cuma sakit perut biasa."jawabku berbaring di ranjang. "Non Amy hanya maag biasa. Setelah beberapa kali minum obat akan sembuh."kata para dokter lalu keluar. Tinggalah aku dengan Ijah. Kami diam namun saling menatap, seperti mata kami yang berbicara.

"Tuh minum obatnya. Nona nyusahin amat baru ditinggal nyonya!"

"Sialan lo! Sapa bilang lo bisa perintah gue. Gue botakin mampus lu."

"Dih ngeyel. Minum ga tuh obatnya! Gue aduin nyonya loh!"

Aku berhenti menatap Ijah dan meminum obatku. "Mana? Coba buka mulutnya! Non boong ya sama Ijah!"kata Ijah membuka-buka mulutku. "Elah, Jah! Ngapain sih gue boongin elo? Kurang kerjaan apa gue? Nih aaaaahhh!"kataku membuka mulut. "Wah seneng Ijah kalo non minum obat gini. Met istirahat non, Ijah mau maskeran dulu hihihi."ucapnya senang. Dasar gila.

Aku mengangkat lidahku, tempat aku menyembunyikan obat tadi dan membuangnya ke tempat sampah. Medicine really not my style. Ya, aku membenci rumah sakit, obat-obatan dan tentunya dokter. Aku membuka laptopku dan melihat media sosialku. "Astaga.... bisa ya mereka nemuin gue."kataku terheran melihat maba-maba mengikuti media sosialku. Perutku bergetar lapar, namun aku sudah beralih mengerjakan tugas makalah.

Aku terbangun sangat pagi mungkin karena semalam tertidur. Aku merapikan semua peralatanku dan pergi mandi lalu bersiap-siap ke kampus. "Pagi non. Ini saya siapkan bekal biar non Amy ga telat makan kayak kemaren. Ini sekalian obatnya udah disiapin."kata mbok menenteng tas merah. Aku mengangkatnya dan tersenyum sebagai tanda terimakasih. Pak Yadi menawarkan untuk mengantarku ke sekolah namun aku tak mau dan akhirnya aku sendiri yang menyetir.

Sesampai di kampus, seperti biasa ada satpam yang setiap menyapa semua orang. Dan ada "penunggu kampus". Bukan setan kok. Tapi cowok angkatanku namanya Reza. Kenapa dibilang penunggu kampus? Karena dia tiba-tiba bisa muncul dimana aja, di setiap sudut kampus, namun ia sangat, sangat, sangat manis! Kulitnya coklat muda, rambutnya yang selalu berantakan, matanya yang coklat tua dapat menyihir siapa saja saat ditatapnya.

Aku memarkir mobilku dan memasuki lapangan basket lalu duduk di sebelah Reza yang sepertinya lelah sehabis bermain basket. "Tumben pagi? Biasanya nelat."kata Reza melihatku yang menutup mata namun menoleh ke arahnya. "Gue ngerjain makalah bisnis sialan. Gue ngantuk banget ini."ucapku menguap tak henti dan tiba-tiba tertidur dalam posisi duduk.

***
Reza point of view

"Aimee! Aimee... udah gila ini anak tidur di sembarang tempat sambil duduk pula."gumamku melihat gadis di depanku yang tidur sangat lelap. Kepala Aimee terus bergerak-gerak. Aku langsung menarik kepalanya lembut ke pundakku. Kukira ia akan sadar dan memukul kepalaku namun ia malah melingkarkan kedua tangannya di pinggangku dan tidur makin nyenyak.

Aku membelai rambutnya dan mencoba menutup sedikit wajahnya dengan rambutnya agar tak dikenali. Tiba-tiba aku tertawa kecil. Lucu juga bila diingat bagaimana awal aku mengenal Aimee. Ia gadis pertama yang mau mengulurkan tangannya untuk maba culun sepertiku. Kusangka bidadari yang mengulurkan tangannya. Ia tak seperti anak lain yang ingin mengetahui latar belakang kehidupanku. Ia menerimaku apa adanya.
***

"Bangun, Amy!"pekikan wanita itu sangat khas. Sasa. Aku terbangun dan mencoba membuka mataku. "Loh? Reza mana?"tanyaku mencarinya. "Kelas. Tadi dia nge chat gue bilang lo ada di sini gue ke sini elo nya asik bobo cantik."kata Sasa mencubit tanganku agar aku bangun. "Sa? Kita belum telat buat pelajaran si killer itu kan?"tanyaku. "Ah good news! Tuh dosen ga masuk, siapa nya gitu sakit hehe kita free!!!"teriak Sasa senang. "Kantin?"godaku. "Cool!"teriaknya.

Sesampai di kantin aku memesan mie ayam dan es teh. Baru saja aku menegak teh, Sasa mendapat panggilan kalau asisten dosen killer masuk dan memberikan pre test. Seketika kami berlari seperti orang gila menuju kelas. Namun..... tunggu aku, Sa. Aku gabisa ngejar kamu. sial, pake banyak maba lagi ngeliatin gue. Argh perut gue sakit!!

Aku mencoba memanggil Sasa namun nihil aku tak dapat mengucap sepatah kata dan keburu tak sadarkan diri.

11:11 PMTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang