Part 14 "Hospital"

1.6K 86 0
                                    

Aku mencoba bangun dari tidurku namun tak bisa. Rasanya pengaruh suntik yang suster berikan terlalu kuat untukku melawan. Tanganku hangat sedari tadi, aku senang karena aku percaya aku tak sendiri di tempat yang kubenci ini.

"Lo tidur mulu gamau bangun apa?"kata seorang laki-laki. Reza? Gue mau bangun, Za tapi gue gabisaa! "Rencana kita berhasil loh, My. Mike sama Morgan bener-bener musuhan. Orang tuanya sampek bingung harus gimana."lanjut Reza. Thats a great and sad news, Za. "Cuman sekarang please lo bangun."kata Reza nadanya berubah sedih. Iya, Za gue bakal bangun kok! Emang berapa lama sih gue tidur? Gue kan ga gampang tidur juga!

"Udah tiga hari lo ngga ngebuka mata lo, Aimee.... apa lo emang gamau tau penyakit lo?"tanya Reza. Penyakit? Ah common, gue orang paling sehat di bumi! Stop deh khawatirnya. "Gue tau penyakit itu ganas.... tapi please gue lebih panik kalo lo ga bangun gini."kata Reza tiba-tiba menangis. Reza.... kok lo nangis? Penyakit ganas? Gue sakit apa, Za?! Reza tiba-tiba melepas genggamannya dan aku tak lagi mendengar suaranya. Sepi. Benar-benar sepi. Dan aku tak suka sendirian. Reza.... elo kemana, Za.....

Tiba-tiba aku mendengar pintu kamarku terbuka. Rambutku diusapnya lembut, namun tiba-tiba tangan yang mengusapku lembut itu mencekikku. Aku kehabisan nafas, perlahan aku bisa membuka mataku. Aku meronta-ronta kehabisan nafas. Aku mencoba menarik tangannya namun aku melemas karna kehabisan nafas.

Pintu kamarku terbuka, Alvin dan Reza berlari dan menarik Dinda jauh dariku. "Dinda! Lo apa-apaan sih?!"teriak Alvin. Reza langsung menuju arahku dan membantuku duduk lalu memelukku. "Dia...... gara-gara dia kan kita putus? Lo masih sayang kan sama dia, Vin?!"tanya Dinda marah. "Kalian putus?"tanyaku bingung. "Gausa pura-pura gatau deh lo! Lo masuk rumah sakit cuma buat nyari perhatiannya kan?!"teriak Dinda. "Dinda udah!"teriak Alvin menariknya keluar.

Aku melepas saluran udara di hidungku dan hendak mencabut infusku namun Reza menahanku. "Lo masih perlu di rawat di sini. Lo mau kemana?"tanya Reza. "Lo tau sendiri kan gue gasuka rumah sakit? Gue mau pulang."kataku. "Please. Stay di sini kira-kira dua hari lagi. Lo masih butuh perawatan di sini."kata Reza memohon. Tak pernah kulihat sedih dan khawatir di matanya seperti sekarang.

"Oke gue stay beberapa hari."jawabku tanpa perintah saat melihatnya. Reza memasang kembali saluran udara di hidungku dan membiarkanku beristirahat sejenak. Aku diam menatap langit di jendela kamarku. Aku mencoba mengingat hal yang baru ku lakukan, menjebak Mike dan Morgan. Kalau diingat-ingat akupun takut jika sekarang mereka akan muncul dan marah padaku.

Seseorang membuka pintu kamarku dan aku sudah kaget setengah mati namun ternyata itu bukan Mike atau Morgan. "Hey. Sorry bikin lo kaget barusan."katanya duduk di tepi ranjangku. "Its fine. Emang bener ya lo putus sama Dinda? Napa? Bukannya dia yang lebih ngertiin elo?"tanyaku sambil duduk. Alvin menggenggam kedua tanganku, "Gue kangen sama lo. Trus gue nyesel uda mutusin lo dulu. Gue mau kita balik kayak semula gue tau lo masih ada perasaan kan ke gue?"kata Alvin.

Aku menarik pelan tanganku. "Sorry, Vin. Gue gabisa balik sama lo. Apa yang lo lakuin ke Dinda demi balik sama gue, pasti bisa lo lakuin ke gue nanti."jelasku. "Ngga, My. Percaya sama gue. Gue mau ngulang semuanya. Gue mau perbaiki semuanya."katanya terus mencoba menggenggam tanganku. "Stop, Vin. Gue gabisa lepasin.... sakit...."kataku mencoba melepasnya. Ia tiba-tiba memegang kedua tanganku dan salah satu tangannya menekan infusku. "Alvin.... sakit..... lepasin...."rintihku.

Tiba-tiba Reza masuk dengan beberapa suster dan melihatku kesakitan, Reza menarik Alvin keluar sedangkan suster merawat tanganku yang berdarah karena jarum infusku merobek tanganku.

***
Reza point of view

*earlier*
"Apa dia bener-bener harus dioperasi, dok?"tanyaku. "Iya, Reza. Karena kalau tidak, kankernya akan menyebar. Untung kamu tepat saat membawanya kesini karena kankernya baru saja tumbuh di otaknya."jelas dokter. "Tapi saya belum bilang ke Aimee, dok. Saya gatau harus bilang apa."kataku.

"Saya yang akan menjelaskan. Saya suruh suster ke kamar Aimee ya untuk periksa."kata dokter itu menelfon suster. "Terimakasih, dok. Saya mau kembali ke kamar Aimee dulu."kataku beranjak.

Saat menuju kamar Aimee, aku melihat Alvin menekan tangan Aimee kuat tepat di infusnya dan membuat tangannya berdarah. Aku menarik Alvin keluar dari kamar Aimee dan menuju rooftop rumah sakit. "Bro thats not nice."ucapku kesal.

"Gue cuma lagi ngajak dia balikan sama gue."katanya santai. "Dia gamau, bro! Dan lo cuma nyakitin dia tadi!"teriakku. "Hahahaha napa lo marah kayak gini? Lo pacarnya?"ejek Alvin. "Oh yeah. Gue cowoknya dan lo cuma masa lalunya. Jadi gue harap lo ga muncul di depan dia lagi."kataku pergi menuju kamar Aimee.

11:11 PMTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang