Part 7 "The Depression"

2.3K 108 2
                                    

"Lo duluan."kataku. "Gue boleh kan sering main ke sini kayak dulu?"tanya Mike. "Yeah, boleh banget."jawabku.

"Lo mau bilang apa tadi?"tanya Mike.

"Itu--eh lo ambil jurusan apa di kampus?"tanyaku.

"Bisnis. Lo juga kan?"

"Iya tapi gue males. Gue jarang masuk juga."jawabku

"Napa gitu?"

"Bukan bidang gue. Gue pengen berkarya di bidang seni. Musik, lukisan, akting. Bisnis ga banget deh. Gue suka nyuri-nyuri masuk ke kelas lukis."jawabku.

"Hahaha serius? Nyokap bokap lo tau lo nyuri kelas?"tanya Mike.

Aku menggeleng. "Bisa dikurung di rumah gue."jawabku.

Tiba-tiba hp Mike berbunyi dan ia langsung pamit pulang. Daaannn kembalilah rumahku sepi. Namun tiba-tiba hpku berdering menunjukkan telfon dari papa. "Hai papa!"sapaku senang. "Apa-apaan sih kamu Aimee Suherman!"teriak papa. "Pah? Kali ini Aimee salah apa?"tanyaku. "Bolos kelas bisnis, mengambil kelas seni! Mau kamu apa sih?!"teriak papa.

"Aimee mau nge lukis, pah! Aimee mau kerja dibidang seni! Aimee gamau kuliah bisnis!"balasku kesal. "Tidak bisa! Kamu harus kuliah bisnis untuk menjalankan perusahaan nanti!"balas papa. "Aimee gamau perusahaan, papaah. Aimee mau--" "Itu adalah perintah papa dan kamu tidak bisa membantahnya titik!"teriak papa. "Kalau kamu membolos kelas bisnis lagi, kamu papa kunci di rumah! No cellphones, no friends, no mall!"kata papa lalu mematikan telfonnya.

"Bisnis.... bisnis...... bisnis... ARRGHHH!!!" Aku membanting semua barang di dekatku. Aku mudah terkena tekanan dan kadang tak sanggup menghadapinya. Mbok Darmi dan Ijah naik ke kamarku, mereka sudah tidak kaget dengan kelakuanku. "Silet.... mana silet gue?"tanyaku. "Non istigfar, non. Sudah berhenti, non."kata mbok Darmi takut. "Ijah silet, sekarang.. ah ngga, pisau. Pisau...." Aku berlari menuju dapur.

Aku mengambil satu pisau dan mengarahkan di pergelangan tanganku. "Non saya mohon, non jangan. Istigfar, non. Yaampun non pisaunya dikembalikan saja non."kata mbok Darmi menangis di belakangku. Saat aku akan menyayat pergelangan tanganku, seseorang memelukku dari belakang dan membuang pisauku.

"Lepasin gue!!"teriakku memberontak. Dia membawaku secara paksa menuju kamarku dan mengunci kamarku agar aku tak melakukan hal gila. "Pisau.... silet.... korek. Lo pasti punya korek kan?"tanyaku meraba saku celananya. "Aimee cukup!"teriak Reza mendekap kedua pundakku. "Nyawa lo, lebih berharga, oke?"kata Reza menatap mataku dalam. "Gue butuh korek, Za. Gue gabisa hidup kayak gini..... gue.... gue--"aku sudah tak sanggup berkata-kata dan Reza memelukku erat.

Tangisku semakin pecah dan Reza tak henti-hentinya menasihatiku dan memelukku erat. Ia melepas pelukannya dan menarikku untuk duduk di tepi tempat tidurku. Ia menghapus air mataku lembut. "You are strong. You have to. Lo ga bakal ngelewatin ini sendirian. Lo harus tegar. Oke?"kata Reza meyakinkanku. Aku mengangguk lemas.

Reza mengambil obat depresiku di laci dan menyuruhku meminumnya. "Common. Minum ga tuh obat? Perlu gue paksa?"kata Reza. "Apaan? Gue uda minum kok. Aaahhh."kataku membuka mulut. "Bawah lidah. Udah buruan minum sebelum gue paksa."kata Reza melihat hpnya tanpa melihatku. "Ish! Kok lo bisa tau padahal ga liat gue? Dukun ya lo?"kataku kesal. Aku meminum obatnya dan eewww!!! Rasanya pahiittttt!!!

"Aarrghh!!! Ew pait gila! Ini obat? Begini ini obat?"kataku mual. "Nah, kalo lo uda minum tuh obat reaksi lo kayak gini. Gue cabut ya."katanya berdiri. "Yah, lo kemana?"tanyaku. "Pulang lah. Ngapain gue di sini? Jadi pembantu lo? Ngga deh makasih. Bye!"katanya mengusap kepalaku lembut lalu pergi. Benar saja, ketika minum obat depresi itu, aku merasakan kantuk yang luar biasa dan terlelap.

***
Reza point of view

Aku keluar dari rumah Aimee dan menuju rumah di seberangnya. Ya, rumah Mike. Mike menyuruhku ke kamarnya dan aku langsung menguncinya dan menghajar pipi kiri Mike.

"What the f*ck, bro?"tanya Mike kesal. "Kenapa lo pake lapor ke bokap Aimee kalo dia nyuri kelas?"tanyaku menghajarnya lagi di pipi sebelah kanan. "Huh... jadi lo denger percakapan gue. Aimee gaada urusannya sama lo. Mending lo pergi daripada gue ancurin lo."kata Mike hendak menghajarku namun meleset.

"Lo jangan pernah lakuin itu lagi! Lo temen kecilnya, lo temen deketnya, harus nya lo tau apa yang terbaik buat dia! Kalo lo kayak gini, dia bisa depresi, bisa mati karna lo!"kataku mendekap pundak Mike. "Hahaha. Yang terbaik... yang terbaik itu nyuruh dia ikut kelas bisnis. Biar dia bisa ngurus perusahaan. Jadi ga malu-maluin gue kalo nikah sama dia. Apa kata orang kalo dia cuma pelukis?"kata Mike tertawa mengejek.

Aku menghajarnya lebih keras hingga ia tersungkur. "B*jingan lo! Kalo lo gabisa bikin dia bahagia, gue yang bikin dia bahagia!"kataku menendang perutnya dan keluar dari rumahnya.
***

Buat kalian yang penasaran, "lah si Reza denger omongan apa sih? Ini nih yang diomongin Mike sama papanya Aimee.

"Hai om. Ini Mike, gimana kabar om Jerry sekarang?"

"Baik nih, Mike! Udah pulang ke Indo kamu? Wah kabar bagus!"

"Iya nih, om. Saya satu kampus sama Aimee satu jurusan bisnis juga!"

"Wah bagus! Kamu pasti mau nerusin bisnis papa mu nanti ya!"

"Ahaha iya, om. Tapi ngomong-ngomong Aimee tadi bolos kelas bisnis, om."

"Membolos?"

"Iya, om! Bahkan tadi waktu saya ajak masuk kelas bisnis dia bilang mau nyuri kelas seni tuh!"

"Kelas seni?! Uh, Mike om tutup dulu ya telfonnya, nanti bicara lagi."

11:11 PMTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang