7 (May I Know Your Name?)

3.9K 272 12
                                    

Matahari bersinar terik kembali setelah hari minggu kemarin kota Jogja diguyur hujan. Udara yang ekstrem pasca el-nino membuat musim hujan Januari menjadi super terik. Seorang wanita yang baru saja menyelesaikan laporannya keluar dari ruangannya dan mencari penyebab mengapa kepalanya agak sedikit pening siang itu.

Rara duduk di sofa tengah kantornya dan memijit pelan dahinya. Sekarang saatnya istirahat jam makan siang dan entah kenapa tidak seperti biasanya hari ini Rara dilanda migrain. Ponselnya dari tadi berdering menunjukkan notifikasi dari aplikasi Line. Rara mengingat kembali hal apa yang ia lupakan hari itu sehingga kepalanya menjadi sedikit bermasalah siang itu.

Kopi.

Rara lupa menyeruput minuman berkafein tersebut.

Rara siang itu akhirnya memilih untuk pergi ke kedai kopi di depan labnya. Biasanya ia selalu pergi ke kedai kopi itu di pagi hari. Namun, karena pagi tadi ia telat maka Rara yang membutuhkan suplai kopi di tubuhnya memilih untuk datang siang ini.

Rara memilih duduk di bar karena meja dan kursi yang lain sedang penuh diisi oleh pegawai kantor yang tengah menyantap makan siang. Sambil memijit pelipis kanannya, Rara membaca dan membalas pesan dari teman-temannya.

Berkenalan dengan pasangan Ajeng di acara pernikahan Hanum nanti.

Rara tersenyum masam mengingat bahwa dirinya harus mencari pasangan dalam tiga bulan ini. Sedangkan, waktu Rara setiap harinya dihabiskan untuk lab dan usaha cateringnya.

"Iced Cappuchino," seorang chef menyodorkan kopinya. Alih-alih dihidangkan oleh seorang barista, Rara malah dihidangkan langsung oleh sang chef dari kedai kopi yang selalu ramai ini.

"Terimakasih," jawab Rara sambil tersenyum dan meraih sedotan yang disodorkan oleh chef dengan name tag bertuliskan Ryo Pamungkas.

"Tumben baru ke sini siang-siang?" Chef bernama Ryo itu belum beranjak dari hadapan Rara. Pria itu malah berdiam di sana, bukannya kembali ke dapurnya dan memasak untuk para pelanggannya.

"Eh?" Rara melirik ke arah pria yang masih memperhatikan dirinya lekat-lekat.

"Saya sering liat kamu ke sini tiap pagi waktu kedai kopi ini baru buka. Terus pesannya selalu hot cappuchino. Sekarang kamu ke sini siang-siang terus pesannya iced cappuchino?" pria tersebut terus berbicara tanpa memberi Rara kesempatan berbicara.

Entah mengapa pria ini memperhatikan hal sedetil itu.

Rara hanya bisa menatap pria yang ada di hadapannya tanpa bisa berbicara satu kata pun. Memperhatikan lekuk wajahnya yang berhidung mancung, beralis tebal, dan matanya yang lebar berwarna kecoklatan. Pria tersebut tidak mengenakan topi chef pada umumnya. Hanya celemek putih yang sudah kotor di beberapa bagian. Tubuhnya tinggi tegap dan posturnya cukup besar. Bahkan lebih besar daripada Reza yang berbadan tentara. Kulitnya kuning langsat. Beberapa janggut dan kumis mulai tumbuh di sekitar atas bibir dan dagunya. Rambutnya hitam legam dan sedikit berantakan.

Blasteran. Rara mencoba menebak. Dari gaya berbicaranya juga Rara bisa memastikan bahwa pria di hadapannya ini berdarah campuran.

"Hello?" pria itu bersuara kembali. Menyadarkan Rara dari lamunannya.

"Pertama, tadi pagi saya telat ke lab dan banyak kerjaan yang bikin saya lupa minum suplemen wajib harian saya. Kopi. sekarang, saya lagi migraine dan berhubung cuaca di luar panas, lebih baik kalau saya minum iced cappuchino dibandingkan hot cappuchino," Rara menjawab pertanyaan pria tersebut lalu kemudian mengalihkan pandangannya kembali ke ponselnya, ikut membalas pesan dari teman-temannya.

The BridesmaidTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang