16 (Second Chance)

2.5K 230 13
                                    

Play the multimedia and turn the music on

***

Vero berjalan ke arah lift untuk menuju cafeteria kantornya. Hari yang melelahkan baginya hari ini karena tugas kantor yang sangat menumpuk. Banyak laporan perusahaan yang harus ia urus.

"Vero, gimana keadaan Ajeng sekarang?" Tiara tiba-tiba menanyakan tentang keadaan Ajeng setelah tragedi di Solo dua minggu lalu.

"Lagi menyibukkan diri, mbak. Di grup juga udah jarang muncul, udah paham banget sih kalau dia lagi begitu berarti lagi masa move on," jawab Vero sembari memperbaiki hijabnya yang berantakan.

Vero tengah berjalan keluar lift saat ponsel yang ia gunakan untuk berkaca tiba-tiba menerima panggilan masuk. Panggilan dari Reza. Mantan pacar yang sudah dua minggu terakhir ini pula kembali menghubunginya lagi. Seakan-akan mendamba kesempatan kedua.

"Halo, assalamualaikum," suara bariton yang berhasil membuat perut Vero tergelitik hanya dengan mendengar suaranya.

"Walaikumsalam," Vero mencoba menenangkan detak jantungnya yang kembali berdetak tak keruan.

"Vero, hari ini gue ke Surabaya,"

Vero menghentikan langkahnya saat mendengar ucapan Reza barusan di telpon. Pria tersebut sudah mengatakan bahwa ia akan ke Surabaya dan menghampirinya. Namun, Vero tidak pernah menganggap serius perkataannya dan tidak menyangka akan secepat ini.

"Terus kenapa?" Sekali lagi Vero mencoba memberikan ekspresi dan respon senetral mungkin.

"Lo ada waktu?" Vero melirik ke arah Tiara yang kini menatapnya heran.

"Buat?"

"Ketemu lo,"

"Ketemu gue untuk?"

"Menyelesaikan yang belum selesai," satu kalimat yang berhasil membuat jantung Vero yang tadinya berdetak stabil menjadi kembali berdegup tak keruan.

"Nanti malam, gue tunggu di apartemen," jawab Vero singkat lalu mengakhiri telpon dari Reza sebelum pria tersebut kembali membuatnya merasa tak keruan.

Tiara masih belum bertanya, karena yakin bahwa Vero pasti akan bercerita kepadanya.

-

Vero menenggak satu lagi gelas espresso yang ia seduh dari mesin kopi di apartemennya. Waktu menunjukkan pukul dua dini hari dan ponselnya tidak kunjung berdering dari pukul tujuh tadi.

Surabaya tengah diguyur hujan lebat disertai angin dan petir. Sedangkan reza yang mengatakan akan terbang pukul tujuh tadi menuju Surabaya belum juga menelpon Vero untuk dijemput di bandara. Sesuai janji mereka sebelumnya.

Cuaca ekstrem di luar yang membuat dirinya panik. Layar televisi yang bisa ia lihat dari bar apartemennya masih memutar sebuah saluran berita. Jaga-jaga agar ia dapat segera mengetahui apabila terjadi sesuatu yang buruk.

Matanya yang mengantuk ia tahan agar tidak tertidur. Ia takut jika terjadi sesuatu namun tidak mengetahuinya.

Vero sadar bahwa hal ini adalah pertanda bahwa ia masih tidak biasa saja dengan Reza. Waktu berlalu namun ada yang tidak berubah. Pesan yang dikirimkan sejak dua jam yang lalu pun tidak kunjung dibalas. Ponsel yang tidak aktif ketika dihubungi semakin membuat Vero kepikiran.

Tepat ketika jam menunjukkan pukul setengah tiga dini hari, interkom apartemennya berbunyi. Vero segera berlalu dan melihat dari lubang pintu siapa yang mengunjunginya di malam selarut ini. Dia di sana, dengan kaos tentara ketat yang melekat pas di tubuh bidangnya, dan topi hijau yang terlihat basah karena rintik-rintik air hujan. Masih menunduk, ia melepas topinya.

The BridesmaidTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang