8 (Does It True?)

3.1K 239 7
                                    


"Ra, masih marah lo sama gue?" Reza kini duduk di bar yang ada di ruang makan rumah Rara. Sedari tadi wanita itu memilih bungkam setelah kelakuan konyol sahabatnya berhasil membuatnya malu.

"Ra jangan gitu dong, gue lagi galau, nih. Butuh penyegar,"

Rara masih diam.

"Ra, tadi gue maksudnya cuman becanda doang elah. Lo gitu banget sih sama gue," Reza kini berjalan ke arah Rara yang tengah sibuk di depan kompor.

"Ra, serius ini gue minta maaf. Ngomong bisa kali, Ra" Reza kini meraih tangan Rara yang tidak memegang sutil.

Rara menoleh ke arah Reza. Menatapnya dengan pandangan sinis.

"Lepasin!" ucap Rara tajam.

"Ra, ya ampun. Iya deh, Ra gue salah. Gue minta maaf, udahan dong ngambeknya," Reza menggenggam tangan Rara. Rara menoleh lagi ke arahnya masih belum mau bersuara.

"Gak usah pegang-pegang! Bukan muhrim!" ucap Rara sembari menarik tangan kirinya yang digenggam oleh Reza.

"Oke deh, oke. Tapi jangan marah mulu, dong. Biasanya cewek-cewek nggak ada yang betah marah lama-lama sama cowo ganteng kayak gue kok lo bisa betah sih, Ra? Udah 3 jam loh Ra lo ngambek! Gue ngitung," kata Reza lagi.

Rara masih diam.

"Ra kalo lo nggak mau ngomong gue peluk, loh" Reza berkata sambil mendekati Rara dan melingkarkan tangannya di sekitar leher Rara.

Rara menoleh sambil mengangkat sutil yang tadi digunakannya untuk menggoreng seraya berkata, "Jangan coba-coba!"

"Buset, Ra! Galak banget sih," ujar Reza kemudian memilih duduk kembali di bar.

"Yah, tadi gue becanda, Ra. Gue pikir kalian udah kenal lama gitu makanya gue selow. Gue juga kaget kali waktu dia bilang baru kenalan sama lo hari ini, biar dianya kaga tengsin aja tadi makanya gue begitu. Kan kasian Ra kalo tadi kaga gue bawa asik," Reza mencoba menjelaskan dan meminta maaf mengenai tingkahnya di supermarket tadi.

"Tadi awalnya gue mau curhat sama lo, Ra. Tapi lo marah gini, gue bingung nih Ra mau cerita sama siapa lagi?" ucap Reza dengan nada sedikit memelas.

Rara masih diam. Akhirnya Reza memilih untuk diam dulu dan tetap duduk di bar sembari menunggu Rara menyelesaikan masakannya. Reza merasa sedikit menyesal dengan tingkah konyolnya tadi sore yang justru membuat sahabatnya yang paling dekat marah.

"Nih, makan," ujar Rara sambil menghidangkan sepiring steak lengkap dengan sayurannya.

"Subhannallah, Raraaaa," teriak Reza sambil merentangkan kedua tangannya.

"Gak usah norak. Makan sana, awas lo pegang-pegang," kata Rara dengan sinis dan sibuk dengan steaknya sendiri.

Reza tersenyum. Pria itu sudah menduga bahwa sahabatnya tidak benar-benar marah. Yah, mungkin kesal. Tapi, Reza yakin bahwa Rara tidak akan pernah tega mendiamkan orang yang sudah mengenalnya sangat lama. Belum lagi, sikap Rara yang sulit mempercayai orang lain membuat Reza paham sekali bahwa Rara tidak akan bisa marah kepadanya lebih dari satu jam.

"Ya Allah, terimakasih atas karunia mu hari ini karena hamba diberi sahabat super baik seperti Rara, ya Allah. Padahal lagi ngambek, tapi hamba masih dikasih makan. Berikan dia jodoh yang baik dan benar ya, ya Allah. Pahalanya juga dibanyakin," Reza meracau sambil tersenyum ke arah Rara yang duduk di sebelahnya.

***

Rara melirik ke arah Reza sekilas. Pipinya sudah sakit menahan tawa sedari tadi. Sahabatnya ini selalu bisa membuatnya lupa bahwa ia sedang kesal dengan tingkah konyolnya. Rara mempertahankan raut wajah cueknya dan hanya melirik Reza dengan sinis tiap kali pria itu memohon maaf dengan tingkah konyol kepadanya.

The BridesmaidTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang