Play the multimedia and turn the music on
***
Sudah seminggu sejak pertemuan Rara dengan Ryo yang terakhir, wanita itu memilih untuk tidak mengunjungi kedai kopi yang ada di depan labnya lagi. Rara sengaja membawa kopinya sendiri untuk menghindari Ryo. Pria itu pun tidak juga menghubunginya lagi, sejak Reza si ceroboh memberikan nomor ponsel milik Rara kepadanya.
Rara sudah mulai bisa bernafas lega dan tidak lagi memikirkan Ryo. Minggu siang itu, Reza mengajak Rara untuk menonton bioskop sebagai imbalan karena Reza telah mempermalukannya minggu lalu. Setelah melaksanakan solat dzuhur keduanya melaju menaiki motor Reza ke bioskop yang berada dekat dengan rumah Rara. Matahari siang itu di Kota Jogjakarta menunjukkan kegagahannya setelah tiga hari dirundung hujan deras.
"Gila, Za. Panas banget gini lo bawa gue naik motor, tega lo ya!" omel Rara dari arah belakang.
"Enak naik motor kali, cepet sampe!" jawab Reza sekenanya dari arah depan. Rara cemberut saat merasakan panas matahari membuatnya gerah.
"Bau ketek lo!" balas Rara. Reza hanya tertawa menanggapi Rara. Sudah biasa.
Hanya membutuhkan waktu sepuluh menit, mereka pun sampai di gedung bioskop tersebut. Rara turun dari motor dan segera masuk meninggalkan Reza untuk memesan tiket lebih dulu. Film yang akan mereka tonton akan diputar setengah jam lagi.
"Ra, tadi gue udah telpon Vero," ujar Reza saat mereka tengah duduk bersama menunggu film mereka diputar.
Rara menoleh ke arah Reza. Wajah pria itu berubah serius. Rara tidak menjawab apa-apa hanya menunggu Reza melanjutkan kalimatnya.
"Awalnya dia bilang gini Ra, 'tumben aja lo nelpon lagi'. Kan gue jadi gimana gitu, Ra. Kirana juga udah seminggu nggak ngehubungin gue lagi, gue coba hubungin nggak pernah diangkat atau dijawab," ujar Reza.
Rara menahan tawanya sembari mendekatkan wajahnya ke telinga Reza. "Mampus lo!" ucap Rara kemudian tertawa.
Reza hanya bisa menatapnya dengan tatapan sinis sampai Rara menyelesaikan tawa mengejeknya. "Lagian, Za. Lo jadi cowok maruk banget. Mampus tuh akhirnya ke-sok-ganteng-an lo nggak berfungsi lagi!" sahut Rara.
"Tapi, Ra. Gimana ya caranya ngejelasin lagi ke Vero tentang kenapa dulu gue ninggalin dia? Gue aja sakit hati Ra kalau ingat, apalagi dia coba. Udah seminggu gue pikirin, nih. Awal bulan Maret nanti gue bakal ke Surabaya sih, jadi gue pengen ngomong langsung," Reza berkata tanpa menghiraukan ejekan dari Rara.
"Gimana ya, dulu waktu baru-baru lo pindah ke Jogja terus cerita ke gue tentang kalian, gue sebenernya pengin banget kasih tau Vero. Cuman, lo tau aja Vero orangnya gimana. Gue nggak enak buat ngasih tau kalau dia sendiri bahkan nggak nyeritain tentang kalian. Kesannya gue ikut campur," jawab Rara. Reza mengangguk setuju dengan ucapan Rara.
"Coba aja lo dekatin Vero lagi. Tapi jangan dibikin baper! Kasian kalau misalnya dia lagi move on tapi lo hantuin lagi. Pikirin juga perasaannya tunangan lo, biarpun dia ngasih lo waktu. Tapi kayaknya dia bakal sama tersakitinya kalau tau lo balikan sama Vero," ucapan Rara yang menyebutkan Kirana 'tunangan' Reza membuat Reza merasa sedikit bersalah dengan Kirana. Pria itu menghembuskan nafasnya berat. Bagaimana pun dirinya telah bertunangan dengan Kirana sejak tiga bulan yang lalu, meskipun sahabat yang mengetahuinya hanya Rara.
"Dan gue juga harus mikirin perasaan Vero kalau dia tau gue sudah tunangan sama Kirana, kan?" ucap Reza sembari menatap Rara dengan tatapan nelangsa.
"That's it!" ujar Rara sambil mengangguk mantap mengiyakan perkataan Reza.
"Ribet ya, Ra" kata Reza lirih.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Bridesmaid
ChickLitSudah dua tahun terakhir Hanum, Kesha, Ajeng, Astrid, Rara, Vero, dan Alya yang bersahabat sejak SMA tidak pernah bertemu lagi. Hal ini disebabkan oleh kesibukan di puncak karir mereka. Cita-cita yang mereka idamkan telah berhasil mereka raih. Namun...