-4-

3.5K 238 5
                                    


Kim Mingyu POV

Kini aku sedang berada di rumah park nayoung karena tadi hujan turun sangat deras.
Entah kenapa saat melihatnya menangis dan menceburkan diri ke kolam untuk mencari kalung pemberian ibunya, ada rasa seperti ingin melindunginya.
Ah aniya, mungkin ini hanya rasa kasihan saja.
tadi saat di sekolah sebenarnya haein yang memberitahuku bahwa buku sejarahku dibawa oleh nayoung aku langsung percaya dan menuduh nayoung. Entah apa maksud haein melakukan itu.

Nayoung sedang membersihkan dirinya di kamar mandi dan aku hanya duduk diam di sofa kecil ruang tengah rumah nayoung.
Sedari tadi aku memerhatikan rumah nayoung yang kecil dan sederhana ini.
Namun ia mendekorasinya dengan furniture yang lucu bernuansa putih dan biru , dan dihadapanku ada sebuah tv flat berukuran 31 ichi yang sudah ketinggalan jaman.

Setelah lama memerhatikan isi rumah nayoung, akhirnya nayoung keluar dari kamar mandi memakai hoodie dan rambutnya dibalut handuk.

"Mianhae rumahku kecil"
Ucapnya berjalan menuju dapur.
"Iya rumahmu sangat kecil, sangat jauh dengan rumahku"
Iapun muncul dari dalam dapur membawa 2 gelas berisi minuman hangat dan meletakannya di meja.
"Apa kau bilang? Jika kau tidak mengantarkanku tadi aku tidak akan membiarkanmu masuk"

Aku hanya terdiam dan mengambil segelas minuman hangat di meja.
"Ah hujannya akan berlangsung lama, bagaimana ini" ujarnya mondar mandir sambil memegang segelas minuman hangat.
"Memangnya kau akan kemana?"
"Aku akan bekerja"
"Bekerja apa?"
Tanya ku lalu menyeruput minuman hangat.
"Pelayan restoran"
Ucapnya lalu terduduk di sofa kecil di hadapanku
"Untuk apa kau bekerja?"
"Untuk..."
TOK.. TOK.. TOK..TOK
Ia menggantung kalimatnya karena  ada yang mengetuk pintu keras.
"Nugu?"
Ia tak menjawab dan malah berdiri lalu membuang nafas kasar.
Aku memerhatikannya, dan ia hanya berlalu menuju pintu rumah yang diketuk oleh seseorang keras.

Saat ia membuka pintu terpampang seorang ahjumma dengan tatapan membunuh.
"PARK NAYOUNG INI SUDAH SATU MINGGU DAN KAU BELUM MEMBAYAR UANG RUMAH"
Aku kaget saat ahjumma itu berteriak di depan nayoung.
"Jjeoseonghamnida, tapi aku belum menerima gajih kupastikan besok aku akan membayarnya"
Plakk!!!
Ahjumma itu menampar keras pipi nayoung, ahjumma itu juga mengambil kasar gelas yang ada di tangan nayoung dan melemparnya asal.
Aku terkaget dan berdiri hendak mengehentikan aksi ahjumma itu.
Bisa kulihat kaki nayoung bergetar.
Entah mengapa aku taj terima melihat nayoung diperlakukan seperti itu, dan bodohnya ia diam saja diperlakukan seperti itu. Wanita yang biasanya kita kini tertunduk menyedihkan di maki seorang ahjumma.

"AWAS JIKA KAU TIDAK MEMBAYARNYA BESOK, KAU HARUS MINGGAT DARI RUMAH INI, JANGAN MENTANG-MENTANG INI RUMAH BEKAS PAMANMU KAU SEENAKNYA"
Ahjumma itupun membanting pintu kasar dan pergi.

Aku terdiam, melihat nayoung ditindas seperti itu.
"Akk" nayoung memekik kesakitan
"Gwennchana?"
Aku menghampiri nayoung, lalu kulihat kakinya menginjak pecahan gelas yang tadi di lemparkan oleh ahjumma.
"Kakimu berdarah"
Ia lalu berjongkok dan membereskan pecahan gelas.
Akupun ikut berjongkok mensejajarkan dengan wajahnya
"Kau tidak apa-apa?"
Ia mendongkak lalu tersenyum, ini adalah pertama kalinya aku lihat nayoung tersenyum sangat cantik.
"Nan gwenchana"
"Katakan dimana kotak p3k?"
"Di sebelah televisi ada sebuah kotak obat"
Aku lalu bergegas mengambilnya, nayoung lalu berjalan terpincang ke arah dapur berniat membuang pecahan gelas tersebut.
Aku baru saja menemukan sisi lembut selaligus manis park nayoung.

Kotak obat sudah dalam genggamanku nayoung kembali dari dapur membawa lap pel dengan wajah sedih. Entah mengapa melihat wajahnya sedih aku ikut sedih.
Akupun menggenggam tanganya.
"Obati luka mu dulu"
Ia menatapku.
"Kau benar kim mingyu kan?"
"Yak! Aku benar kim mingyu. palli, aku akan obati luka mu"

Aku memapahnya ke sofa dan mendudukannya ia hanya diam.
Aku berjongkok dan mengobati luka di kakinya memakai alkohol dan antiseptik.
"Gomawo"
"Wae?, aku tidak dengar"
Tanyaku menggodanya sambil terus mengobatinya menggunakan kapas yg di celupkan ke antiseptik.
"A..ani"
"Sebenarnya ia siapa?"
Tanya ku yang kini mengambil plaster yang ada di kotak obatnya.
"Wae kau jadi ingin tau seperti ini?"
"Palli jawab"
"Dia pemilik rumah ini, dan aku belum membayar sewa selama 1 bulan jadilah ia marah besar"
Aku hanya terdiam dan menpelkan plester di kakinya yang terluka.
"Chaa sudah selesai, sekarang wajahmu."
"Gwenchana, wajahku tak apa"
"Tak apa bagaimana, aku bisa melihat pipimu memerah"

Marriage ContractTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang