Chanwoo menghampiri pintu dan membuka pintu. Rasanya sulit sekali dibuka. Chanwoo terus mencoba menaik turunkan engsel pintu. Chanwoo mencoba mendorong ke depan dan menarik ke dalam, tetapi sulit.
Jin Hee yang mendengar suara kenop pintu pun berlari ke arah Chanwoo. Jin Hee juga mencoba menaik turunkan kenopnya. Hasilnya sama. Mereka berdua saling bertatapan bertanya 'ada apa dengan pintu ini.'
"Kenapa pintunya tidak bisa dibuka?!" tanya Jin Hee sambil terus berusaha membuka pintu itu.
Chanwoo terdiam dan mencoba mengingat kejadian hari ini. Pintu itu tertutup karenanya atau karena orang lain. Saat mereka datang ke sini dan berbincang sebentar, ada salah satu staf datang untuk mengambil barang dan memberi tahu bahwa pintu itu terkunci otomatis, dan jika tidak ingin ditutup, pintu itu dapat diganjal dengan batu. Kemudian staf itu keluar dan juga mengganjalnya dengan batu. Setelah itu Chanwoo keluar dari ruangan dan kembali dengan kotak P3K dan saat ia kembali ia langsung menutup pintunya tanpa mengganjalnya dengan batu.
Chanwoo memejamkan matanya dan menghela napas. Ia menunduk dan membuka matanya mendapatkan batu yang digunakan untuk mengganjal pintu terletak jauh dari pintu itu.
"Kenapa?" Jin Hee menoleh setelah mendengar helaan napas Chanwoo.
"Aku lupa mengganjal pintunya dengan batu itu." Jawab Chanwoo dengan rasa sedikit bersalah.
"Jadi..." Jin Hee menghela napas juga. Ia mengumpulkan seluruh kesabarannya untuk tidak marah saat ini. "Kau... karena kau kita terkunci di dalam sini." Jin Hee benar-benar tidak tahu lagi harus berbuat apa. Selama dirinya berada di dekat Chanwoo, dirinya akan terus berada di dalam masalah. Sebentar-sebentar terluka, sebentar-sebentar mengalami kesulitan dan lain-lain.
"Maaf." Chanwoo mencoba meminta maaf dengan membuat muka imutnya dan sesekali menyentuh tangan Jin Hee dengan telunjuknya.
"Sudahlah. Tidak ada gunanya meminta maaf. Semua sudah terjadi. Kita harus mencari cara untuk keluar dari tempat ini."
"Sebentar." Chanwoo meraba pakaiannya mencari sosok ponsel. "Sepertinya ponselku ketinggalan." Chanwoo tersenyum tipis. "Ponselmu?"
Jin Hee meraba kantong celananya dan mengambil ponselnya. "Ini."
"Apa ada yang bisa kau hubungi untuk menolong kita?"
"Siapa?" Tanya Jin Hee kemudian mencari beberapa nomor di ponselnya.
"Siapa saja. Keluargamu, temanmu atau siapapun yang bisa membantu kita untuk keluar dari tempat ini."
Jin Hee berpikir sejenak sambil menatap ponselnya. Bora, pilihan pertama. Jin Hee memanggil nomornya. Setelah beberapa saat, Jin Hee menatap Chanwoo dan menggeleng. Panggilan tersebut terputus karena Bora tidak menjawabnya. Lagi pula jika Bora menjawabnya tidak ada gunanya. Kemungkinan Bora datang ke tempat ini sangat kecil. Penghasilannya juga pasti sudah habis untuk biaya makan, sekolah adiknya dan kuliahnya. Bagaimana mungkin ia punya uang untuk datang ke sini. Tidak enak juga memintanya datang hanya untuk menolong mereka berdua.
Siapa lagi yang dapat Jin Hee hubungi? Tidak mungkin kan ia menghubungi atasannya. Sudah cukup setiap hari dimarahinya. Papa Jin Hee sudah meninggal sejak lama dan mamanya melarikan diri entah ke mana. Nomor-nomor yang ada di ponselnya kebanyakan adalah nomor pelanggan di kafe tempatnya bekerja. Tidak mungkin kan ia menghubungi mereka.
"Temanmu cuma Bora saja? Yang lain?" Tanya Chanwoo.
"Temanku cuma Bora saja. Dia adalah sahabatku. Yang lain aku tidak dekat dengan mereka dan juga aku tidak memiliki nomor ponsel mereka."
"Orang tuamu?"
"Orang tuaku? Papaku sudah lama meninggal dan mamaku melarikan diri entah ke mana." Ada rasa sedih jika Jin Hee membicarakan mereka. Tapi Jin Hee mencoba untuk tetap tenang.
KAMU SEDANG MEMBACA
Just Another Boy
Fanfiction"Aku ingin sekali bertemu dengannya untuk yang terakhir kali dan mengucapkan terima kasih atas bantuannya." Kata seorang gadis bernama Park Jin Hee. "Akankah aku bertemu dengan teman masa kecilku lagi? Aku merindukannya. Aku juga belum sempat menya...