33

20 10 0
                                    

Jin Hee menggeleng. "Aku memimpikan hal itu lagi."

"Tentang apa?"

Jin Hee  bangkit dari tidurnya. "Anak kecil itu." Jin Hee menangis seketika.  Napasnya tersengal-sengal. "Anak itu, anak itu tertabrak sebuah mobil  dan mobil yang menabraknya meledak." Kondisi Jin Hee semakin memburuk. Napasnya sulit dikendalikan.

"Jin  Hee-ah, kau tidak apa-apa?" Chanwoo melangkah maju. Ia menutup telinga  Jin Hee dan sedikit memijat telinganya. Jin Hee perlahan-lahan mulai  tenang. Gadis itu mulai bisa bernapas dengan lancar. Pikirannya pun  lebih tenang. "Kau tidak apa-apa?"

Jin Hee mengangguk. "Aku tidak apa-apa." Jin Hee menatap pria itu. "Tapi, bagaimana caramu melakukannya?"

"Melakukan apa?"

"Tidak, lupakan saja. Tidak mungkin kau adalah orang itu. Orang itu sudah lama meninggal." Katanya saat tenggelam dalam lamunannya.

Chanwoo yang heran dengan perkataan Jin Hee pun membuka suara, "Maksudmu?"

Jin Hee menatap Chanwoo. "Tidak apa-apa. Aku hanya tiba-tiba teringat seseorang."

Chanwoo mengangguk.

***

Setelah mengantar Jin Hee kembali ke rumahnya, di perjalanannya Chanwoo teringat tentang perkataan Jin Hee. Cerita Jin Hee terasa tidak asing di telinga Chanwoo. Pria itu merasa terlibat dalam cerita Jin Hee.

Saat kecil, ia selalu bersama dengan seorang gadis, bermain bersama, melakukan semua hal bersama-sama hingga suatu hari, ketika ayah Chanwoo ditunjuk untuk mengelola salah satu cabang perusahaan di luar kota, sebelum Chanwoo meninggalkan kota tersebut, ia terlibat kecelakaan hebat yang membuatnya tidak sadarkan diri dalam beberapa hari. Chanwoo pun di rawat di rumah sakit di Jakarta dan di pindahkan ke rumah sakit di kota ayahnya bekerja saat itu.

Beberapa tahun pun Chanwoo lewati dengan kesendirian. Ayahnya yang sibuk bekerja dan ibunya yang sibuk bekerja juga membuat pria itu kembali teringat teman masa kecilnya yang selalu menemaninya di kala apapun. Chanwoo memutuskan untuk mencari kembali teman masa kecilnya yang sampai saat ini masih belum ditemukan.

Chanwoo memutuskan untuk ikut audisi untuk menjadi seorang penyanyi karena hobinya yaitu menyanyi dan juga menari. Hal itu juga membantu Chanwoo dalam menemukan teman masa kecilnya. Di manapun teman masa kecilnya berada, ia akan tetap dapat melihat Chanwoo. Itulah tujuannya yang sebenarnya.

Entah kenapa, Chanwoo merasa bahwa Jin Hee adalah teman masa kecilnya. Wajah yang mirip serta sifat yang mirip dan yang lebih meyakinkan lagi cerita Jin Hee saat di rumah sakit tadi. Ia ingat benar kejadian tersebut. Apa lagi Jin Hee juga mengalami sakit kepala dengan cara penanganan yang sama seperti teman masa kecilnya. Teman masa kecilnya sering mengalami sakit kepala jika ia sudah berpikir terlalu keras atau telah menggunakan tenaganya terlalu banyak. sakit kepala tersebut muncul akibat sebuah trauma yang membuatnya begitu ketakutan sampai ia tidak tahu lagi harus berbuat apa. karena sakit kepala tersebut benar-benar sakit.

Chanwoo seketika menepikan mobilnya dan mulai berpikir. Bisa jadi anak yang dibicarakan Jin Hee tadi adalah Chanwoo. Semua kebetulan yang terjadi terasa begitu nyata. Tidak ada salahnya kalau Chanwoo mencoba membenarkan semuanya bukan?

Chanwoo memutar kembali mobilnya menuju rumah Jin Hee.

***

Ting... tong

Jin Hee yang baru saja selesai mandi berjalan menuju layar interkom yang terletak tak jauh dari kamar mandi. Ia menatap Chanwoo yang sedang berdiri menunggu di depan pintu masuk sambil sesekali menekan bel pintu.

Jin Hee berjalan menuju pintu dengan tubuhnya yang masih dibalut dengan handuk kimono. Jin Hee membuka pintu dan menatap pria itu. "Sedang apa kau di sini? Bukankah seharusnya kau sudah pulang?"

"Ada yang ingin aku katakan padamu." Chanwoo menarik tangan Jin Hee masuk ke dalam rumah dan menutup pintunya.

"Apa yang ingin kau katakan?"

"Apa kau ingat seseorang bernama Channie?"

Jin Hee mengerutkan keningnya. "Channie?" Nama itu, kenapa Chanwoo menanyakan tentang nama itu? Tentu saja Jin Hee mengingatnya. Nama itu akan selalu terukir dalam benaknya. "Ada temanku yang bernama Channie. Kenapa kau menanyakan hal itu?"

"Mungkinkah saat umurmu sekitar tujuh atau delapan tahun ada seseorang bernama Channie?"

Jin Hee mengangguk, "Ada. Dia adalah teman masa kecilku."

"Apa kau tahu di mana dia sekarang?"

Jin Hee menggeleng. "Yang kutahu dan kuingat, hari itu dia mengucapkan salam perpisahan karena ayahnya harus bekerja di luar kota sehingga keluarganya juga harus pindah. Tapi saat dia pergi sebuah mobil menabraknya dan aku sudah tidak ingat lagi apa yang terjadi. Yang kutahu dia sudah tiada."

Chanwoo tersenyum lalu memeluk Jin Hee dengan erat. "Akhirnya aku menemukanmu setelah sekian lama."

"Hei! Jin Hee mendorong tubuh Chanwoo supaya menjauh darinya. Apa yang kau lakukan?"

Tangan Chanwoo menggenggam kedua pundak Jin Hee. "Aku teman masa kecilmu itu! Aku orang yang kau ceritakan!"

"Apa?!" Jin Hee tertawa. "Kalau begitu aku adalah nenek buyutmu! Tidak mungkin kau adalah orang itu. Dia sudah lama meninggal."

"Tidak. Anak itu tidak meninggal. Aku langsung dibawa ke rumah sakit dan dirawat di sana."

"Aku tidak percaya padamu. Lebih baik sekarang kamu pulang ke apartement-mu. Sudah malam." Jin Hee mendorong tubuh Chanwoo keluar supaya pria itu meninggalkan rumahnya.

Chanwoo mengetuk-ngetuk pintu rumah Jin Hee. Setelah ketukan kebelasan kalinya, akhirnya Chanwoo menyerah dan kembali ke apartement-nya.

Jin Hee masih dalam posisinya. Gadis itu heran dengan apa maksud dari perkataan Chanwoo. Yang ia tahu, anak kecil itu sudah lama meninggal, ia meninggal dalam tabrakan tersebut.

"Aku yakin itu kau Jinnie-ah..."

***

Hari ini cuaca terlihat tidak begitu bersahabat. Iya, karena hari ini hujan turun sangat deras. Jin Hee berjalan masuk ke dalam perusahaan tempatnya bekerja. Hari ini perusahaan terlihat sangat ramai dengan orang-orang yang sibuk di dalamnya. Oh iya, hari ini juga merupakan hari ulang tahun perusahaan yang ke-23. Pesta akan di adakan di lantai tiga gedung perusahaan ini nanti malam. Oleh karena itu, semuanya tampak sibuk.

Jin Hee menunggu lift yang akan membawanya ke ruangannya. Suasana sibuk ini sangat mengganggu Jin Hee. Mungkin tujuh tahun lalu Jin Hee masih terbiasa dengan suasana ini, bahkan saat ia menonton konser, teriakan dari para fans jauh lebih keras. Namun sekarang tidak lagi. Ia merasakan ketidaknyamanan dengan suasana ini. Sekarang ia lebih suka suasana yang tenang.

Setelah Jin Hee keluar dari lift yang membawanya ke lantai atas tempat ruangannya berada, ia berjalan memasuki ruangannya dan menemukan sebuah kotak kecil yang dibungkus rapi dan cantik. Ia menghampiri meja kerjanya dan mengambil kotak kecil tersebut kemudian membukanya. Sebuah kertas yang dilipat hingga kecil yang diperkirakan adalah sebuah surat terdapat di dalamnya.

Cklek...

Belum sempat Jin Hee mengambil kertas tersebut dari kotaknya dan membacanya, ia malah memutar tubuhnya seketika sambil menyembunyikan kotak kecil tersebut.

Pria itu datang lagi...

Just Another BoyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang