30

21 10 0
                                    

Waktu menunjukkan pukul tiga lewat sepuluh menit.

Drt... drt... drt...

Getaran ponsel yang berada di samping Chanwoo membuat pria itu terbangun dari tidurnya saat itu juga. Chanwoo menggeser tombol hijau pada ponselnya dan mendekatkannya di telinga.

"Apa?!" Mata Chanwoo seketika terbuka lebar. Pria itu duduk di atas tempat tidur sambil menggenggam ponselnya. "Coba ulangi perkataanmu sekali lagi. Coba katakan dengan jelas. Apa maksudmu?"

"Mama... mama kecelakaan dan berada di rumah sakit sekarang. Kondisinya sangat kritis. Sampai sekarang ia masih belum sadar meskipun dokter sudah memeriksanya berkali-kali." Kata seseorang yang menjadi lawan bicara Chanwoo saat ini.

Setetes air mata keluar dari mata Chanwoo. Dua tetes, dan terus mengalir. Ponsel yang digenggamnya pun terjatuh begitu saja. Chanwoo mengusap wajahnya kasar lalu membenamkan kepalanya di kedua siku kakinya. Pria itu mengacak-ngacak rambutnya dengan wajah yang merah padam akibat tangisannya yang luar biasa. Seketika dunia terasa begitu gelap, hancur, dan tidak ada jalan keluar lagi. Chanwoo terus menangis seakan-akan hidupnya berhenti sampai di situ.

"Halo? Oppa?"

"Kenapa?! KENAPA?!" Chanwoo berteriak sekencang-kencangnya dan memukul tempat tidur berkali-kali untuk melampiaskan kemarahannya. "Kenapa?" Chanwoo menangis tersedu-sedu sambil mengepalkan kedua tangannya kemudian melempar semua benda yang berada di sekitarnya.

"Chanwoo-ah?" Jin Hee dengan riang memasuki salah satu kamar hotel. Ia sedikit bersenandung saat memanggil nama Chanwoo namun senandungannya berhenti saat melihat apa yang terjadi pada pria itu.

"Chanwoo-ah." Jin Hee menghampiri Chanwoo yang terlihat begitu frustasi di bawah sana. Pria itu duduk bersandar pada ujung tempat tidur dengan tatapan kosong. Teman-temannya yang baru saja masuk ke dalam kamar pun ikut menghampirinya.

"Chanwoo-ah, ada apa?" Tanya Yunhyeong begitu ia berada di sampingnya.

"Kenapa kau menangis?" Tanya B.I.

Chanwoo kembali mengeluarkan air matanya. Ia menundukkan kepalanya dan mulai menangis lagi.

Jin Hee yang melihatnya begitu terpuruk pun mengelus kepala Chanwoo dan membawa pria itu ke dalam pelukannya. Chanwoo menangis lebih keras lagi. Pria itu pun memeluk Jin Hee dan menangis lagi.

"Kenapa? Ada masalah?" Tanya Jin Hee sambil memeluk Chanwoo.

"Bisa kita pulang sekarang?" Tanya Chanwoo.

"Baiklah. Kita pulang sekarang. Tapi kenapa? Kenapa kau menangis seperti ini?"

"Mama... Mamaku kecelakaan dan dia berada di rumah sakit sekarang." Tangisan Chanwoo bertambah lebih keras lagi. Ia lebih mirip seperti anak kecil dibandingkan dengan orang dewasa yang berusia di akhir dua puluhan. Teman-temannya melihat Chanwoo dengan tatapan iba. Mereka tahu bahwa anggota keluarga yang Chanwoo miliki sekarang hanyalah mama dan adik perempuannya saja. Papa? Papanya sudah meninggal sejak ia kecil. Mereka mengerti bagaimana perasaan Chanwoo saat ini.

"Kalau begitu kita harus pulang sekarang." Kata B.I kemudian menyuruh teman-temannya untuk segera membereskan barang-barang mereka. Tidak ada kekesalan dalam semua hal itu meskipun mereka harus mengorbankan liburan mereka. Chanwoo lebih penting daripada liburan. Mereka tidak mungkin bersenang-senang di atas penderitaan sahabatnya ini.

"Chanwoo-ah, barang-barangmu biar aku saja yang bereskan." Kata Junhoe kemudian bangkit berdiri dan berjalan menuju koper pria itu. Semuanya sibuk membereskan barang-barangnya masing-masing.

"Chanwoo-ah, kau sebaiknya makan terlebih dahulu. Aku membelikanmu sekotak makanan. Kau pasti belum makan, kan?" Jin Hee menuntun Chanwoo untuk duduk di atas tempat tidur. Duduk di lantai yang begitu dingin akan membuat Chanwoo sakit. "Makan dulu." Jin Hee memberikan sekotak makanan pada pria itu.

"Aku tidak berselera." Chanwoo meletakkan kotak makanan tersebut di sampingnya.

Jin Hee kembali di samping pria itu dan menggenggam tangannya. "Kau tetap harus makan walaupun kau tidak berselera. Aku tahu bagaimana rasanya melewati ini semua. Tapi kau tetap harus makan supaya bertenaga dan dapat melewati semua rintangan ini. Bagaimanapun juga kau tidak boleh sakit. Mamamu pasti akan sangat sedih jika tahu kau tidak makan seperti ini." Jin Hee mengambil kotak makanan tersebut dan memberikannya pada Chanwoo. Wanita itu membuka kotak makanan tersebut dan mememberikan sendok di dalamnya pada pria itu.

Mendengar perkataan Jin Hee yang seperti itu, Chanwoo akhirnya menurutinya. Pria itu tetap makan walaupun tidak banyak dan tidak cepat seperti biasanya. Matanya sembab karena habis menangis.

"Aku pesan tiket pesawat dulu supaya nanti malam kita bisa langsung pulang." Kata Jin Hee kemudian bangkit berdiri dan mulai mengurus semuanya untuk keberangkatan mereka kembali ke Korea.

***

Sesampainya di bandara Incheon, Korea, tanpa banyak mengulur waktu lagi Jin Hee langsung mengantar Chanwoo dan anak asuhnya yang lain menuju rumah sakit tempat Mama Chanwoo dirawat. Chanwoo tidak dapat menahan kepanikan yang melanda dirinya. Ia terus menerus berpikir tentang Mamanya.

Sesampainya di rumah sakit, Ia langsung berlari menuju kamar pasien. Di sana sudah berdiri adik perempuannya dan dua orang sepupunya.

"Bagaimana keadaan Mama?" Tanya Chanwoo sambil memegang kedua pundah adiknya.

Adik perempuannya hanya menggeleng dan terus menangis tersedu-sedu. "Mama..." Adik perempuannya menunjuk orang yang berbaring di tempat tidur sana dengan tangan yang gemetar.

Chanwoo menatap mengikuti arah tunjuk adiknya. Ia menatap seorang wanita paruh baya terbaring tenang di atas tempat tidur dengan wajah yang pucat. Semua alat yang terpasang pada tubuhnya pun sudah dilepas. Ia berjalan menuju tempat tidur. Sekali lihat saja ia sudah tahu bahwa wanita paruh baya itu sudah meninggalkan dunia yang kejam ini. Chanwoo menggenggam tangan wanita itu dan menciumnya sambil menangis tersedu-sedu.

Terima kasih karena sudah melahirkanku dan membesarkanku hingga aku dapat sukses seperti sekarang ini. Maafkan aku karena tidak dapat menjadi anak yang berbakti bagi Mama. Selamat jalan Mama. Semoga Mama dapat hidup dengan tenang di Surga sana.

Chanwoo tidak sanggup berkata-kata lagi. Ia hanya dapat diam dan menagis sampai akhir, sampai Mamanya dimakamkan. Akhirnya, Chanwoo dapat merelakan kepergian Mamanya dengan lapang dada. Kejadian demi kejadian membuat hidupnya menjadi lebih tegar untuk menghadapi segala masalah di masa yang akan datang.

Semuanya datang ke pemakaman Mama Chanwoo. Semuanya memberikan Chanwoo semangat untuk tetap menjalankan hidupnya dengan tegar termasuk Jin Hee. Gadis itu selalu berada di sisi Chanwoo meskipun sikap pria itu yang tiba-tiba berubah drastis terhadap dirinya. Semua kegiatan yang Chanwoo lakukan dengan senyuman hanyalah sebuah formalitas. Ia tidak ingin semuanya ikut bersedih hanya karena dirinya masih dalam keadaan berduka.

Beberapa minggu pun telah berlalu. Chanwoo akhirnya dapat melewati semuanya dengan baik meskipun awalnya sulit karena kehilangan sosok ibunya dalam hidupnya secara tiba-tiba. Awalnya berat. Namun, setelah beberapa hari, semuanya menjadi terbiasa. Ia sudah dapat tersenyum dengan teman-temannya. Pelan-pelan ia sudah dapat menjalani kehidupan normal.

***

Drt... drt... drt...

Jin Hee menatap tulisan pada layar ponsel di sampingnya. Jack, pria itu lagi. Wanita itu sedang berada di ruang kerjanya, lebih tepatnya di meja kerjanya. Ia sedang membaca beberapa berkas-berkas penting yang diberikan atasannya pada wanita itu.

Jin Hee mengambil ponselnya lalu menggeser tombol hijau dan menempelkannya di telinga. "Kenapa kau suka sekali menggangguku?" Katanya sambil membolak-balikkan kertas-kertas di atas meja.

"Apa aku benar-benar mengganggumu? Kalau gitu temui aku di lobby. Ada yang ingin aku bicarakan denganmu."

"Apa?!" Seketika tatapan Jin Hee terlepas dari berkas-berkas tersebut. "Apa maksudmu di lobby? Kau berada di tempat kerjaku?"

"Iya. Cepat turun! Akhirnya setelah sekian lama aku dapat bertemu denganmu lagi." Kata pria bernama Jack kemudian tertawa.

Setelah menutup telepon dari Jack, Jin Hee langsung meninggalkan ruangannya dan berjalan menuju lift yang akan membawanya menuju lobby.

Langkah Jin Hee terhenti saat melihat sosok Jack dari kejauhan. Pria itu benar-benar sudah berubah. Ia mengenakan kemeja hitam dengan blazer berwarna maroon serta celana jeans

Just Another BoyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang