PART 21 DISERANG, LAGI

35 2 7
                                    

Perjalanan Pangeran Feist dan putri Rosa terhenti beberapa km dari gerbang istana karena adanya dua orang penyihir yang menyerang mereka, yaitu si blonde-Lera- dan si rambut hijau-Killian-. Kereta yang ditumpang oleh putri Rosa rusak. Pangeran Feist dan kedua ksatria, serta kedua pelayan wanitanya melindungi putri Rosa.

Mereka berdua berhasil membunuh semua prajurit yang mengawal putri Rosa dan membuat Yasmine serta Sisilia terbaring di tanah setelah melindungi putri Rosa dari Lera yang menggunakan sihirnya untuk bermain lempar-melempar bola api, sedangkan para ksatria dalam kondisi luka-luka sama halnya dengan pangeran Feist. Saat Lera kembali menyerang mereka dengan sihir bola api yang mampu meledak dalam skala besar tersebut, kedua ksatria yang mencoba melindungi putri Rosa menerima serangan tersebut walaupun sempat mencoba menghindar, mereka dalam kondisi kritis, sedangkan putri Rosa terlempar cukup jauh. Pangeran Feist yang hanya mendapatkan luka-luka berdiri sendiri didepan putri Rosa melindunginya.

"Akan kita apakan kedua manusia ini ?" Tanya Lera pada Killian sambil menggulung kecil ujung rambutnya dengan jari telunjuknya.

"Menurutmu ?" Bukannya menjawab, Killian justru balik tanya pada Lera yang berhasil memunculkan seringaian di bibir merahnya.

***

Kedua penyihir tersebut berhasil memojokkan pangeran Feist. Satu orang melawan dua penyihir, terdengar tidak adil terlebih pangeran Feist hanya mengandalkan kemampuan fisik serta skill pedangnya.

Sejak tadi, putri Rosa hanya menekuk wajahnya melihat bagaimana kacaunya penampilan pangeran Feist karena suaminya itu melarangnya memegang senjata. Dia bukan putri yang suka berdiam diri, apa ada yang lupa kalau dulu dirinya bisa menggunakan pedang dengan sangat bagus ?

Putri Rosa hanya bisa duduk di sekitar para prajurit yang tewas karena serangan si blonde tersebut dan dua pelayannya yang selama beberapa tahun ini berada di sisinya untuk melayaninya. Di matanya, tidak ada rasa cemas sama sekali, sekalipun sekarang dia kehilangan dua pelayannya yang setia dan para prajurit yang tewas dalam sekejap, lalu pangeran Feist-suaminya- mendapatkan banyak luka dan mengeluarkan darah darinya.

'Hah~ Kenapa aku bisa menyukai orang sepertinya kemaren ?' Batin putri Rosa sedikit menyesali pilihannya.

Tidak adakah belas kasih dari hatinya ? Entahlah.

"Sepertinya kau memikirkan banyak hal, putri." Bisikkan yang berada tepat di telinga kanannya membuat putri Rosa reflek berdiri dan melompat mundur serta memasang sikap defensive. Killian berdiri dengan tenangnya. Putri Rosa mengernyit tidak suka pada pria-yang baginya- eksentrik dengan rambut warna hijau itu.

"Hm, sikap yang bagus." Gumam Killian. Sejak tadi dia melihat sang putri itu tidak menunjukkan reaksi wajah yang diinginkannya, ketakutan. Bukankah seharusnya seorang putri seperti dirinya itu menunjukkan wajah itu ? Bahkan setelah dia mencoba mengerjainya, wanita itu tidak berteriak ketakutan, menangis, atau hal yang dia inginkan keluar dari wanita itu, sebaliknya dia hanya mendapati tatapan tajam dari mata hitam itu.

"Apa kau tidak takut kalau kau akan kehilangan kekasihmu ? Dia sekarat." Ucap Killian datar. Dan putri Rosa tidak menjawab. Dia melirik ke arah di mana pangeran Feist terbaring setelah menghadapi Lera yang terus-menerus mengeluarkan bola api itu.

"Bagaimana denganmu ? Apa mau kalian dengan menyerang kami ? Aku tidak ingat kalau kerajaan kami pernah menyerang kalian. Tapi, kalian malah merusak kota yang kusukai ini." Balas putri Rosa masih dengan sikap defensive nya.

"Entahlah." Bukan jawaban yang diinginkan putri Rosa dari mulut Killian.

"Apa yang kau lakukan ? Apa menangkap satu perempuan saja kau tidak bisa." Lera datang dengan melayang dan mendarat di samping Killian. Killian meliriknya sebentar lalu kembali melihat ke depan. Dilihatnya wanita di depannya melihat ke tempat di mana kekasihnya terbaring tak bergerak.

she is backTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang