"Tampaknya, kerajaan ini sudah menjadi medan perang lainnya." Ucapnya tersenyum, menyeringai.
"Yah, tapi kerajaan ini sedikit lebih baik dibandingkan kerajaan lainnya." Balas lawannya.
"Apa kita juga akan ikut ke sana." Tunjuknya pada gerbang kota Exelin yang tak terbentuk.
"Kalau wanita itu mengeluarkan perintahnya, kurasa." Seringainya lagi yang pertama.
"Bisakah kalian tak usah berkomentar terus-menerus ? Kita di sini bukan untuk mengawasi 'perjalanan' perang di kota. Nona Gilda sudah menunggu sejak tadi." Seorang wanita bersiap melayangkan sihir pengikatnya pada ketiga pemuda itu yang sejak awal bersikap tidak patuh padanya. Namun, seorang laki-laki menghentikan lengannya.
"Tidak perlu kau ladeni mereka, Raina." Tegur Grafe.
"Tapi, kita harus cepat ! Kalau ditunda terus-terusan, kota ini serta kota lainnya, akan bernasib sama dengan kerajaan lainnya yang sekarang dalam ambang kritisnya." Sentak Riana.
"Tenang saja. Kalaupun semua manusia itu mati, tidak ada masalah besar kan ?" Kekeh pemuda pertama tadi. Riana melototkan matanya.
"Ya, tidak ada kerugian untuk kita." Ujar pemuda kedua tak acuh.
"Tapi, nanti jadi kerajaan mati, dong." Ucap pemuda ketiga pelan.
"Biarkan saja. Kan, bukan urusan kita." Balas pemuda pertama saat mendengar ucapan pelan pemuda ketiga.
"Tidak ada yang waras." Gerutu Riana.
"Sudahlah. Qui, Zui, Nui, kita pergi sekarang. Kalian ingin bertemu dengan'nya' kan ?" Ajak Grafe. Qui-pemuda pertama- langsung menoleh padanya.
"Memangnya dia sudah datang ?" Tanya Qui langsung.
"Tidak. Dia akan datang kalau semuanya sudah ditentukan. Karena itu kita harus cepat ke tempat nona Gilda." Jawab Grafe yang mendapat cibiran dari Qui.
"Aku tidak terlalu ingin bertemu dengannya, tapi aku ingin menagih ucapannya waktu itu." Ucap Zui-pemuda kedua-. Nui-pemuda ketiga- menoleh ke arah Zui.
"Memangnya kau menagih apa ? Dia ada hutang denganmu ?" Tanya Nui polos. Zui memutar matanya mendapati adik kembarnya bertanya seolah-olah itu hal yang aneh.
"Bukan, sudah kubilang 'menagih ucapannya' jadi bukan uang, ok ?" Tekan Zui, Nui mengangguk setengah tidak mengerti.
"Sudah cukup. Kita harus pergi sekarang." Ucap Riana. Dia memberikan kode untuk mengikutinya yang sudah melesat terlebih dahulu.
Ketiga pemuda kembar itu menyusul setelah Grafe pergi menyusul Riana.
***
Seorang wanita cantik dengan gaun tosca panjang mencapai telapak kaki dan terbuka pada bagian bahunya, memasuki ruangan besar yang menjadi tempat berkumpulnya para penyihir yang sangat jarang berkumpul, terlebih terakhir kali mereka berkumpul adalah beberapa tahun lalu dan ditempat yang sama. Dibelakangnya terdapat wanita lain yang mengenakan seragam pelayan mengikutinya.
"Apa kalian menikmati jamuannya ?" Tanya wanita berparas cantik itu, Gilda.
Dari sekian banyaknya penyihir di sana, hanya dua penyihir yang menoleh, "Ya, Terimakasih telah menerima kami, nona." Ucap seorang pria tampan, tapi jika kau melihat rambut hitamnya yang sebagiannya telah memutih, maka bisa dipastikan berapa usia pria tersebut. Gilda tersenyum menanggapi.
"Sepertinya masih ada yang belum datang." Ujar Gilda setelah duduk di sebuah sofa dengan Shion berdiri di belakangnya berdiri, mengabsen satu-persatu wajah diruangan tersebut.
KAMU SEDANG MEMBACA
she is back
FantasyEvelina, Key, dan Shin menghilang setelah sebuah lingkaran besar muncul di depan mereka. Shin dan Key terpisah dari Evelin. Shin dan Key muncul di taman sebuah kerajaan. Setelah mereka dianggap sebagai penyusup dan dipenjarakan. Mereka berdua mala...