So, Her Name is Wynstelle...

8.7K 601 7
                                    

"Terimakasih karena sudah membantuku menjaga Ricky, Andrea." Ucap Wynstelle sembari menyentuh ringan lengan kukuh Andrea. Mereka baru saja mengantar Ricky-yang tertidur pulas dalam gendongan Andrea- kembali kepada Mr. dan Mrs. James. Sekarang mereka sedang mengobrol di depan apartemen Wyns.

Andrea tersenyum. "Aku yang seharusnya berterimakasih padamu, Wynsi. Kau sudah membantuku memilih kado untuk ibuku." Ia mengangkat tas kertas bergambar bunga lily putih di tangannya. "Dan aku cukup bersenang-senang hari ini." Imbuhnya lagi.

"Ah, itu bukan apa-apa. Kalau tidak ada dirimu, aku pasti akan kesulitan membawa si gendut Ricky pulang ke rumah orang tuanya." Balas Wynstelle seraya mengibaskan sebelah tangannya ke udara. Mereka tertawa dan itu pertama kalinya Wyns menyadari gestur kecil yang selalu Andrea lakukan saat tertawa. Pria itu menyentuhkan tangannya di dada seolah-olah ada sesuatu yang ingin menyeruak dari sana setiap kali ia tertawa keras.

Andrea menangkap dengan kedua mata kelabunya bahwa Wyns tengah memperhatikannya. Ia menyurutkan tawanya, menggantinya dengan seulas senyum.

"Ada apa?" tanya Andrea, sedikit merunduk untuk mendekatkan wajahnya pada Wynstelle. Terlambat bagi Wyns untuk menyembunyikan semburat merah muda yang merambat cepat di kedua pipinya. Ia bahkan tidak menyadari bahwa ia telah menahan nafas, meski aroma musky dari cologne yang menempel di leher Andrea sempat menyeruak ke hidung kecilnya yang malang.

Wyns menggelengkan kepalanya, lebih kuat dari yang ia duga, hingga gulungan rambutnya yang asal terlepas begitu saja.

Andrea mendengar suara hatinya mengumpat. Bukan, bukan karena ia baru saja membuat gadis itu gelagapan, melainkan karena jantungnya kembali bertingkah. Degupannya bergema memenuhi telinganya sendiri. Ia khawatir Wynstelle akan mendengarnya juga. Jaraknya dan Wyns terlalu dekat. Ia ingin menjauh namun sesuatu menahannya sekuat keinginannya untuk menangkup wajah gadis itu, membawanya sedekat mungkin untuk mendaratkan ciuman hangat di bibir mungilnya.

Ia bersyukur ia masih ingat cara bernafas. Ia menjulurkan tangan kirinya, menyentuh rambut cokelat terang Wynstelle yang memang sehalus sutra -seperti yang Andrea duga selama ini- lalu menyelipkannya ke belakang telinga Wyns. Ia menarik kembali kepalanya, menunggu gadis itu mengatakan sesuatu.

Wyns tiba-tiba kikuk. Ia tidak menyangka sentuhan kecil dan tiba-tiba Andrea pada rambutnya membuatnya gugup seperti ini. Ia membasahi bibirnya, mencoba bersuara, mengatakan apa saja yang bisa menolongnya terlihat normal dan baik-baik saja.

"Bukan apa-apa, Andrea. Sekali lagi, terima kasih untuk hari ini. Sampai jumpa." Balas Wyns lalu buru-buru meraih gagang pintu dan mendorong benda itu dengan sisa tenaga yang ia punya. Ia beruntung masih bisa melangkah dengan benar karena rasanya kedua lututnya hampir menyerah menahan berat tubuhnya.

Wyns menutup pintu apartemennya dengan satu gerakan cepat lalu bersandar disana. Ia memejamkan mata, memegang dadanya, tempat jantungnya berdetak lebih cepat dari biasanya. Oh, percayalah! Degupan kencang ini tidak menjelaskan apa-apa. Ia tidak mungkin menaruh perasaan khusus pada Andrea. Perasaan yang lebih dari sekedar berteman atau semacamnya. Tidak. Itu cuma omong kosong. Ia hanya kaget karena Andrea tiba-tiba menatapnya dengan mata kelabunya yang menghanyutkan, karena tiba-tiba mendekatkan wajahnya yang... semua orang juga tahu kalau tampannya bukan kepalang.

Wynstelle mendesah. Setelah merasa hatinya sudah lumayan tenang, ia mencoba untuk membuka mata. Ia tidak mengerti bagaimana dua manusia itu ada disana, namun, ia benar-benar kaget sampai ingin mengumpat.

"Holly crap!!" Ia terkesiap keras. Disana, tepat di depannya, Yuuki dan Miranda -masing-masing memegang mangkuk dan segelas jus jeruk- sedang menatapnya dengan mata melebar penuh harap.

Ange Déchu | Book 01Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang