Listen to me, Dad...

4.6K 409 16
                                    

Raiden berhenti sebentar di depan lift begitu mereka tiba di lantai tujuh.

"Apa kau masih marah dengan paman?" Tanya Raiden pada Adara.

Adara mengerucutkan bibirnya, membuatnya terlihat menggemaskan. "Tidak juga."

"Apa maksudmu dengan 'tidak juga'?" Tanya Raiden.

"Paman masih belum berbaikan dengan mom, jadi aku belum bisa memaafkan paman."

Raiden mengernyit, sedikit merasa tersindir. "Dengar, Marshmallow. Aku dan ibumu memang bertengkar, tapi itu bukan masalah yang besar. Ibumu hanya sedikit egois dan Dad, um, maksudku paman, paman waktu itu sedang lelah saja." Ia mencoba menjelaskan meski ia sendiri tidak mengerti mengapa ia harus melakukannya --pada Adara yang masih lima tahun dan tidak mungkin mengerti masalah ini sama sekali.

"Aku mengerti. Aku akan memaafkan paman. Aku selalu memaafkan orang yang melakukan kesalahan asalkan mereka mau meminta maaf. Bukan masalah yang besar." Sahut Adara lalu berjalan dengan langkah kecilnya itu untuk mendahului Raiden.

Raiden mengekori Adara. Ruang kerjanya berada di ujung tikungan koridor ini. Ia masih harus melewati meja resepsionis, dan rasanya, hari ini ia berharap ruang kerjanya bisa sedikit lebih jauh. Ia bahkan ingin melangkah dengan langkah-langkah kecil seperti milik Adara.

Bertemu dengan Wyns, setelah pertengkaran yang kekanakan itu? Raiden tidak tahu apakah itu bisa disebut sebagai ide yang bagus.

"Adara..." panggil Raiden.

Adara berbalik, membuat rambutnya yang dikuncir kuda bergerak-gerak.

"Ya, paman?"

"Soal waktu itu... Paman ingin minta maaf padamu. Tidak seharusnya paman memarahimu. Tidak seharusnya paman bersikap kasar padamu. Tidak seharusnya paman melarangmu memanggil paman dengan sebutan 'paman'. Paman orang yang benar-benar jahat dan paman sangat pantas untuk dihukum." Ucap Raiden sungguh-sungguh. Ia berlutut, mengelus sebelah pipi Adara sementara putrinya itu menatap lembut padanya.

"Tidak, paman. Seorang Putri tidak boleh menghukum Raja yang sedang lelah. Tugas yang dimiliki Raja sangat berat, jadi kadang-kadang Raja bisa marah-marah. Yang boleh menghukum Raja hanya Ratu. Tapi menurutku, Ratu tidak akan tega menghukum Raja untuk alasan apapun."

Raiden tercekat. Untuk sesaat, ia tidak mampu mengatakan apa-apa.

"Jadi, paman..." ujar Adara. Raiden mengangkat wajahnya untuk melihat mata biru anaknya tersebut.

"Jadi, apakah aku boleh memanggilmu 'Dad'?"

*******

"Jadi, apakah aku boleh memanggilmu 'Dad'?" Bibir mungil itu bertanya tanpa ragu.

Raiden merasa keheningan rumah sakit itu menyergap hingga ke tulang-tulangnya. Ia tidak menyadari berapa detik lamanya ia menahan nafas. Ia hanya merasa seperti sedang berada di pinggir sebuah tebing curam, lalu seseorang memanggilnya, membuat menoleh dan tanpa sengaja kakinya terpeleset hingga ia terjatuh dari ketinggian beberapa puluh kaki. Rasanya seperti itu. Mengejutkan.

"Tapi... mengapa harus begitu?" Tanyanya gugup.

"Karena paman melarangku memanggil paman dengan sebutan 'paman'. Dan karena paman menyebut ibuku Ratu. Jadi, paman adalah Daddy-ku."

Ini... Raiden benar-benar belum bisa pulih dari ketercengangannya.

"Bu-bukan begitu, Adara. Paman..."

Nah, Raiden. Apa sekarang kau menyangkalnya?

Mengapa ia tidak bisa mengekspresikan kegembiraannya saat ini dan malah bersikap seolah ia tidak menginginkan ini untuk terjadi?

Ange Déchu | Book 01Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang