Raiden Andrews masuk ke dalam gedung apartemennya tanpa bersuara. Bukan mengendap-ngendap, karena ia sama sekali tidak punya niatan jahat. Ia memang selalu begitu, mencoba untuk tidak terlihat dan tidak menarik perhatian siapapun. Ia tidak menemukan Mr. Morris berjaga di pos kecilnya di dekat pintu masuk. Mungkin lelaki tua itu sedang mengurus sesuatu. Ia hanya berpapasan dengan Sylvia yang tampak sibuk memindahkan kardus-kardus berisi buku ke dalam gudang.
Raiden berhenti sebentar, mengurungkan niat untuk langsung naik ke apartemennya. "Kau butuh bantuan, Sylvia?" tanyanya. Sylvia sedikit terkejut. Gadis itu mengangkat wajah kemudian menggeleng. Ia meneruskan pekerjaannya dan mulai memasukkan beberapa buku yang bertebaran di lantai ke kardus yang masih kosong, mengabaikan Raiden.
Awalnya Raiden sedikit ragu, tapi akhirnya ia bertanya dengan hati-hati. "Bagaimana kondisi ibumu?"
Sylvia mendesah ringan, merasa sedikit terganggu. Ia memberi jawaban standar, seperti yang biasa ia lakukan pada orang-orang yang berbasa-basi padanya. "Belum ada kemajuan." tanpa menoleh sedikitpun.
Raiden mengangguk pelan. "Kalau kalian butuh sesuatu, katakan saja padaku. Aku mungkin bisa membantu." ujar Raiden lalu tersenyum. Perkataan yang terdengar tulus itu membuat Sylvia berhenti dari kegiatannya, menatap Raiden dengan mata melebar tak percaya.
Gadis itu mungkin sudah terlalu sering mendengar orang lain mengatakan hal yang sama. Tapi, sepertinya ia sedikit terkesan pada tawaran Raiden.
Sylvia tahu Raiden seorang dokter. Mereka pernah bertemu di rumah sakit ketika ia mengantarkan ibunya. Ia tidak pernah berani berharap banyak, pria pendiam yang kehadirannya jarang terdeteksi, bahkan tidak dikenali oleh tetangganya sendiri itu akan menawarkan bantuan semestinya. Sebagaimana dokter yang berjiwa mulia dan bersedia membantu orang-orang kurang beruntung yang membutuhkan. Namun tampaknya, pikiran negatif yang selalu terlintas di kepala Sylvia, yang terus berkata bahwa Raiden adalah dokter angkuh dan materialistis, memudar begitu saja ketika mendengar pria itu menawarkan diri untuk membantu keluarganya.
Raiden tahu apa yang sedang Sylvia pikirkan. Tentangnya, tentu saja. Keluarga ini selalu merasa sungkan untuk meminta bantuan padanya. Ia memang pendiam, tapi bukan berarti ia tidak peduli pada sesama. Bagaimanapun, ia adalah seorang dokter. Ia tidak bisa tinggal diam melihat orang lain menderita sakit di depan matanya.
Alasan mengapa ia sangat tertutup pada sekitarnya sebenarnya cukup sederhana. Ia tidak ingin melibatkan orang lain dalam urusannya. Ia tak mau berharap banyak pada sesuatu yang sewaktu-waktu bisa membuatnya kecewa. Tidak ada pengharapan, maka tidak ada kekecewaan. Begitu saja. Ia mengikuti alur hidupnya yang sederhana itu dan lama-kelamaan terbiasa dengan pendapat orang-orang tentangnya.
Orang yang tak mengenalnya dengan baik cenderung menganggapnya orang yang misterius, tertutup, tidak tersentuh dan berdarah dingin. Ia tidak butuh semua spekulasi itu. Ia cukup nyaman dengan dirinya yang tidak harus berpura-pura, meskipun ia sendiri tidak mengelak jika pembawaannya memang seperti orang yang selalu bermuram durja.
"Aku harus naik ke atas. Sampaikan salamku untuk ibumu." Ucap Raiden. Gadis kurus itu masih terpekur. Diam seperti patung, tidak menyahut sama sekali.
Raiden berbalik untuk menaiki tangga dengan hati-hati dan berjalan menuju apartemennya. Ia mengeluarkan kunci dari dalam saku mantelnya. Ia mendengar suara berisik dari lantai atas. Sepertinya para tetangganya sedang mengadakan pesta.
Setelah dipikir-pikir, Raiden tidak pernah mengenal para tetangganya itu dengan baik. Ia beberapa kali melihat wanita Asia berambut ungu yang tinggal di seberang apartemennya mengoceh tidak jelas dan berjalan kelimpungan karena mabuk berat. Ia juga pernah berpapasan dengan pria berambut ikal yang tinggal di lantai atas, yang sering bermain gitar sampai larut malam. Sebenarnya Raiden tidak merasa terganggu setiap kali tetangga-tetangganya itu membuat kegaduhan. Ia tak pernah ambil pusing karena dunianya memang seperti film bisu sejak lama.
KAMU SEDANG MEMBACA
Ange Déchu | Book 01
Literatura KobiecaWynstelle Allard baru saja pindah dari Brooklyn ke Savannah untuk melarikan diri setelah menjadi selingkuhan tunangan atasannya. Ia tinggal di sebuah apartemen dan bersahabat dengan 4 penghuni lain; Yuuki si penggila pesta, Miranda dan Elliot; pasan...