Wynstelle berdiri dengan gelisah di tangga batu di depan gedung apartemen Raiden. Ia bersedekap, memeluk dirinya sendiri sambil merapatkan kardigan tipisnya untuk mencari kehangatan disana. Terkutuklah cuaca yang tidak menentu ini. Angin sedang kencang, menghembuskan rasa dingin yang membuat sekujur tubuh Wyns menggigil. Ia mendengus berkali-kali seperti orang terserang flu. Dan ia mengomel karena Raiden belum juga menampakkan batang hidungnya.
"Demi Pegasus, kemana pria sialan itu?" Rutuk Wyns sambil membuat hentakan kecil di kakinya yang juga terasa dingin.
Pintu kaca di depan Wyns berputar. Ia melihat seorang wanita jangkung dengan rambut bergelombang indah seperti bintang iklan keluar dari dalam sana sambil bercakap-cakap dengan seseorang.
"Aku akan meneleponmu, Rai. Pastikan kau makan siang dengan benar dan jangan lupa kunci pintu apartemennya kalau kau keluar." Kata wanita itu.
Sebenarnya Wyns tidak berniat untuk mencuri dengar. Tapi mendengar nama 'Rai' disebut, mau tidak mau, kepalanya impuls terangkat.
Rai yang Wyns maksud disini memang berada disana, di belakang wanita itu --hanya berjarak beberapa meter dari Wyns. Ia tampak santai dengan kemeja biru muda longgar dan celana warna khaki. Kedua tangan Raiden dijejalkan ke dalam saku celana tersebut sementara ia memberi kecupan ringan di kedua pipi wanita mirip bintang iklan itu.
Owh, kekasihnya? Tanya Wyns dalam hati.
"Baik, Ratu. Aku akan menuruti semua perintahmu. Kau juga makan dengan benar, jangan terlalu sibuk dengan pekerjaanmu."
Geez! Norak sekali. Wyns memutar matanya dengan sebal.
Wanita mirip bintang iklan itu tertawa kecil. "Manis sekali. Baiklah. Aku pergi dulu. Sampai jumpa." Ucap wanita itu sebelum berbalik dan menuruni tangga.
Wyns merasa seperti tak kasat mata. Mereka beradegan seperti itu di depannya seolah ia transparan. Astaga, mereka pikir ia apa? Sejenis kaktus? Tanaman hias yang berdiri kedinginan disana? Ia jadi mempertanyakan sopan santun mereka. Heran saja, kenapa tidak ada satupun dari mereka yang menyadari kehadirannya atau menyapanya, begitu.
"Sudah lama menunggu?" Tanya Raiden setelah ia selesai melambai-lambaikan tangannya pada Helena. Ia sudah melihat sosok Wyns disana sejak ia keluar dari pintu tadi. Ia hanya tidak ingin memancing keingintahuan Helena karena percayalah, itu akan sangat merepotkan.
Wyns mendatarkan bibir. "Yah, cukup lama karena aku sempat melihatmu lovey-dovey dengan pacarmu."
Raiden mengulum senyum. "Benarkah? Astaga, maafkan aku karena membiarkanmu menunggu." Balas Raiden. "Kau mau masuk?" Tawarnya.
Wyns menggeleng cepat. "Tidak, terimakasih." Sahutnya dingin.
Raiden menangkap tubuh Wynstelle sedikit menggigil kedinginan dengan matanya. Wanita itu pasti sudah menunggu lama disana. Salahnya sendiri kenapa tidak menelepon untuk memberitahu kalau ia sudah sampai. Raiden pikir wanita itu masih dalam perjalanan kemari; butuh beberapa menit lagi untuk tiba disini. Dan kenapa juga wanita itu berpikir kalau Helena adalah kekasihnya. Astaga, konyol sekali.
"Tapi disini sangat dingin. Kau yakin kau tidak mau singgah?" Tanya Raiden sekali lagi.
Wyns mendelik. "Kau ini, ya! Aku harus bicara berapa kali baru kau akan mengerti, hah? Aku tidak mau masuk. Aku mau disini saja." Omel Wyns sambil mengepalkan tangannya di samping badan.
Pangkal alis Raiden menukik. "Dasar keras kepala. Terserahmu saja kalau begitu." Balasnya sengit.
Wyns jadi berjengit. Tersinggung. "Kenapa kau jadi marah-marah padaku? Harusnya aku yang marah padamu karena kau membiarkan aku menunggu disini terlalu lama sampai rasanya kulitku hampir keriput."
KAMU SEDANG MEMBACA
Ange Déchu | Book 01
ChickLitWynstelle Allard baru saja pindah dari Brooklyn ke Savannah untuk melarikan diri setelah menjadi selingkuhan tunangan atasannya. Ia tinggal di sebuah apartemen dan bersahabat dengan 4 penghuni lain; Yuuki si penggila pesta, Miranda dan Elliot; pasan...