"Wynsi, apa kau mendengarku?" Andrea bertanya untuk ke sekian kalinya pada Wynstelle yang duduk termangu di meja dapurnya. Ia menggerak-gerakkan kedua tangannya di depan wajah Wyns, namun tidak ada reaksi. Apa sebenarnya yang dilamunkan gadis itu sampai seserius ini?
"Wynsi..." panggil Andrea sekali lagi. Ia menyentuhkan punggung tangannya yang lembab ke pipi kiri Wyns dan berhasil membuat gadis itu terkesiap.
Wyns meraba bekas sentuhan Andrea itu lalu memberengut masam. "Kenapa kau mengagetkanku seperti itu?" Gerutu Wyns.
"Aku harus memastikan kau masih berada dalam ragamu atau tidak, karena kau sudah melamun seperti patung sejak sepuluh menit yang lalu." Jawab Andrea lalu tertawa kecil. "Apa yang kau pikirkan, Wynsi? Ada sesuatu yang mengganggumu?" Tanyanya lagi.
Wyns menggeleng cepat. "Tidak, tidak ada." Jawabnya.
Andrea sudah berbalik untuk mengangkat spageti yang direbusnya. Ia meniriskan benda itu sebentar lalu memasukkannya ke dalam penggorengan untuk dicampurkan bersama bahan-bahan lain yang telah ditumisnya terlebih dahulu. Selama Andrea melanjutkan kegiatan memasaknya, Wynstelle sudah kembali melamun lagi. Ia sedang memikirkan mimpinya semalam.
Sebelumnya, Wynstelle tak pernah mengingat mimpi-mimpi yang dialaminya. Ia tak pernah memercayai pendapat orang-orang yang mengatakan bahwa mimpi adalah bagian dari firasat yang akan terjadi di masa depan. Ia sering tergelak saat Ibu dan Audrey saling membicarakan tentang mimpi mereka dan mengait-ngaitkannya dengan kehidupan nyata. Mimpi hanya bunga tidur. Mimpi hanyalah refleksi dari apa yang manusia alami saat terjaga. Mimpi adalah sesuatu yang tidak nyata. Dan Wyns masih berpendapat demikian sampai ia terbangun tadi pagi dengan wajah bingung dan nafas setengah tercekat.
Mimpinya benar-benar seperti nyata!
"Dan kau melamun lagi, Wynsi..." tegur Andrea sambil membawa spatula dan penggorengan berisi spageti yang telah matang di masing-masing tangannya.
Wyns mendesah. Ia memijat keningnya yang terasa berdenyut. "Maafkan aku, Andrea. Aku sangat tidak fokus hari ini." Keluhnya.
Andrea menuang spagetinya ke dalam piring, meletakkan penggorengan berikut spatulanya di sudut meja.
"Makanlah dulu. Baru ceritakan padaku apa yang sudah membebani kepala mungilmu itu." Kata Andrea. Pria itu memutari meja lalu duduk di kursi tinggi di sebelah Wyns.
Sebenarnya selera makan Wyns sudah menguap beberapa saat yang lalu. Namun, demi menghargai usaha Andrea yang telah memasakkan makan malam untuknya dengan sukarela, ia menyendokkan garpunya, melilitkan spageti itu lalu menggiringnya ke mulut. Spageti yang lezat, sangat lezat, kalau saja suasana hatinya tidak ikut campur.
Pada suapan ketiga, Wyns akhirnya menyerah. Ia mengangsurkan garpunya pada Andrea, menggumam tak jelas karena masih berupaya mengunyah spageti yang memenuhi mulutnya.
"Khauu juha hahus makhan (kau juga harus makan)." Kata Wyns sembari menyodorkan piringnya ke hadapan Andrea.
Pria itu tertawa. Ia menuruti perkataan Wyns, menyantap masakan yang telah dibuatnya sementara gadis itu meneguk air putih dari gelas kaca transparan yang telah disediakannya sebelumnya.
Wyns mengamati Andrea. Pria itu makan dengan sangat baik. Sopan dan beretika, sedikit mengingatkannya pada Allan. Hanya saja, noda-noda saus yang menempel di sudut bibir Allan tidak membuatnya terlihat seksi seperti Andrea. Oh, tidak sama sekali. Allan hanya tampan, tanpa embel-embel seksi atau semacamnya. Ia sendiri bingung mengapa ia pernah bertindak bodoh demi pria itu.
Andrea memasukan suapan terakhir ke mulutnya. Ia meminum air yang disuguhkan Wyns lalu segera menyingkirkan piring kotor itu dari pandangan mereka.
KAMU SEDANG MEMBACA
Ange Déchu | Book 01
Literatura KobiecaWynstelle Allard baru saja pindah dari Brooklyn ke Savannah untuk melarikan diri setelah menjadi selingkuhan tunangan atasannya. Ia tinggal di sebuah apartemen dan bersahabat dengan 4 penghuni lain; Yuuki si penggila pesta, Miranda dan Elliot; pasan...