As Sweet as Strawberry Cake

5.9K 399 18
                                    

Wyns menekan bel pintu apartemen Andrea berkali-kali. Ia tahu pria itu ada di dalam sana. Ia tidak punya tujuan lagi untuk memberitahu kabar yang baru saja didengarnya soal Yuuki. Miranda dan Elliot sedang tidak ada di apartemen mereka. Jadi pilihan yang tersisa tinggal Andrea.

Tadi Wyns sudah mengantarkan Yuuki ke rumah sakit untuk mengecek kebenaran kata-katanya dan yang mereka dapati memang demikian adanya. Yuuki hamil. Mengandung. Siapa ayahnya, Wyns juga tidak tahu. Yuuki masih bungkam dan sebentar lagi mungkin akan muak karena merasa terdesak. Jadi, setelah dari rumah sakit, Wyns mengantarkan Yuuki ke rumah kakak iparnya di pinggiran kota. Cukup jauh memang, tapi disana memang tempat yang cukup menenangkan. Jauh dari tekanan.

Karena pintu apartemen Andrea tidak juga terbuka, Wyns memutuskan untuk mengetuk papan itu sedikit lebih kuat dari yang ia harapkan. Ia masih mengetuk tanpa henti ketika pintu itu akhirnya dibuka dan ia nyaris menjatuhkan dirinya ke depan, ke pelukan Andrea. Yaah, sayangnya itu cuma sebatas imajinasinya saja. Ia sudah terlalu sering merasakan sensasi kehangatan dada bidang itu. Ia tidak mau dicap genit atau semacamnya.

Andrea meraih siku Wyns, mencegah wanita itu agar tidak terjerembat ke lantai. "Ups, Allard. Hati-hati." Ucapnya.

"Terimakasih." Balas Wynstelle tersipu. Ia mengibas celana jeans-nya yang tidak kotor sama sekali dengan kikuk. O-oh! Wyns salah tingkah.

"Kenapa lama sekali membuka pintunya? Aku bisa mati bosan di luar." Omel Wyns lalu menyerobot masuk tanpa dipersilahkan. Aroma manis langsung menyergap hidungnya, membuatnya mengendus seperti hewan pengerat. Aroma itu menuntunnya ke dapur dan ia berhasil menemukan red velvet cake tergeletak manis di meja dapur.

"Red Velvet!" Seru Wyns girang dan hampir khilaf mencungkil kue yang sudah dihias sedemikian rupa itu.

"Bagus tidak?" Tanya Andrea yang sudah berdiri di seberang meja berhadapan dengan Wyns sambil berkacak pinggang.

Wyns mengangguk cepat. "Iya. Enak."

Mendengar jawaban itu, Andrea tertawa lepas. "Kau bahkan belum mencicipinya, Wynsi. Lagipula, yang aku tanyakan itu dekorasinya, bukan rasanya." Imbuh Andrea lalu tertawa lagi.

"Sama saja." Wyns membela diri. Ia memutar untuk duduk di salah satu kursi tinggi. "Memangnya kue secantik itu untuk siapa? Pesanan orang?" Tanya Wyns.

Andrea menyurutkan tawanya lalu menggaruk tengkuk. Ia bergumam cukup lama sampai akhirnya menjawab, "untuk temanku. Dia tiba-tiba ingin makan red velvet. Karena aku tidak sibuk jadi aku membuatkannya." Jawab Andrea.

Wyns mengangguk-angguk. "Begitu..." desisnya. "Memangnya siapa?"

Andrea tertawa kaku. "Bukan siapa-siapa. Bukan orang yang kau kenal. Teman lamaku."

Wyns menyipitkan sebelah matanya, menatap sangsi. "Kau tahu, kebanyakan orang yang menjawab 'bukan siapa-siapa' saat ditanya tentang seseorang, sebenarnya sedang menyembunyikan sesuatu. Kau yakin tidak mau memberitahuku?" Desak Wyns.

"Teori darimana? Aku tidak pernah mendengar yang seperti itu."

Wyns mengibaskan sebelah tangannya ke udara dengan cuek. "Teoriku. Kupelajari dari orang-orang sekitar. Termasuk darimu." Bohong! Sebenarnya ia pelajari teori sederhana itu dari dirinya sendiri tadi pagi. Ingat? Saat Adara bertanya soal Raiden.

"Oh, ya. Ada apa kau kemari?" Tanya Andrea.

"Memangnya aku harus memerlukan alasan untuk datang kemari?" Wyns balik bertanya dengan nada tersinggung.

Andrea tertawa. Biasanya ia akan menyentil ujung hidung Wyns atau mencondongkan tubuhnya sedekat mungkin agar Wyns tidak marah lagi. Tapi kali ini pria itu hanya tertawa saja.

Ange Déchu | Book 01Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang