Jealousy

4.8K 364 4
                                    

Jam sudah menunjukkan pukul empat sore. Wyns mulai dilanda kegelisahan. Ia harus segera pulang. Tidak. Ia harus segera ke rumah sakit karena hari ini, Miranda dan bayinya, Owen, akan kembali ke apartemen.

Wyns memeriksa laporannya sekali lagi. Memastikan tidak ada satupun angka yang terlewatkan. Setelah dirasanya sempurna, ia segera merapikan meja kerjanya, menjejalkan beberapa benda ke dalam tote bag-nya lalu bersiap untuk pulang.

Ia tidak membawa mobil hari ini. Irene meminjamnya karena Dave sedang sibuk mempersiapkan ujian untuk mahasiswa-mahasiswanya dan tidak punya waktu untuk mengantar gadis itu ke rumah sakit.

Wyns sedang menelepon gadis itu ketika ia bertemu Chika di lantai bawah.

"Aku pergi dulu, sayang. Kalau ada apa-apa, hubungi saja aku." Ucap Wyns sebelum melepaskan satu kecupan ringan di pipi Chika.

Wyns merapatkan mantelnya, menunggu taksinya dengan sedikit tidak sabar di depan Prinstemp. Sebaiknya taksi itu segera tiba dalam waktu dekat atau suasana hati Wyns tidak akan tertolong lagi.

Oh, jangan bertanya apa alasannya karena ia sudah berusaha sekuat tenaga untuk melupakan hal yang sudah membuatnya pusing seminggu belakangan ini. Ia bahkan tidak bisa merasa senang melihat semua orang bergembira menyambut natal dan tahun baru. Ia tak ubahnya kerikil di pinggir jalan yang beku dan muram menunggu salju pertama turun.

Wyns menatap ujung sepatunya yang kotor terkena tanah. Ia baru akan membersihkannya saat ia melihat taksinya tiba. Ia masuk ke dalam mobil, memberitahu tujuannya dan menunggu kendaraan itu membawanya ke rumah sakit dalam diam. Ia mendengar lagu-lagu musim dingin mulai diputar di radio. Ia mendengarkannya, tapi tidak merasakan suka cita sama sekali. Itu aneh. Ia aneh.

Hanya butuh beberapa menit agar taksi itu sampai di rumah sakit tanpa terjebak kemacetan. Wyns turun dari sana. Sebenarnya ia ingin segera naik ke lantai lima, namun ia mengurungkan niatnya, berbelok ke kafetaria dan membeli kopi kaleng.

Ia sudah hampir meneguk kopinya ketika ekor matanya menangkap sosok Dave melintas tak jauh dari tempatnya berdiri. Oh, ayolah. Pria itu tampak sangat mencolok dengan perawakan tinggi dan modis seperti itu. Wyns bahkan bisa mengenalinya dari jarak seratus meter.

"Dave!" Seru Wyns. Dave masih berdiri di dekat pilar, tidak mendengar Wyns.

"Daaave!" Panggil Wyns lagi, mengabaikan beberapa orang yang mulai menatap kesal padanya.

"Hey, kau! Hwang! Dave Hwang!"

Barulah kali itu Dave menoleh. Pria itu mendatarkan bibir, memandang jengah pada Wyns yang begitu heboh melambai-lambaikan tangan.

Dengan langkahnya yang besar, Dave segera menghampiri Wyns, siap mengomel. "Apa kau tidak tahu kalau ini tempat umum, Allard? Kenapa kau harus teriak-teriak, sih?"

"Kupikir kau tidak mendengarku."

"Aku mendengarmu. Dengan sangat jelas." Tandas Dave sambil mengetuk telinganya.

"Lalu kenapa kau tidak cepat menoleh?" Tanya Wyns heran.

Dave membuang nafas. "Karena aku tahu itu kau." Jawabnya enteng.

Wyns memicing. "Kurang ajar. Kau sengaja menghindariku, ya?" Tukasnya sebal.

"Omong-omong," kata Dave. Ia menggamit lengan Wyns, setengah menyeret wanita itu untuk mengikutinya, menuju ke tangga darurat.

"Kenapa lewat tangga?" Protes Wyns.

"Tidak ada alasan khusus. Aku hanya suka melakukannya. Lebih sehat." Jawab Dave lugas.

Wyns menurut, mengikuti lelaki itu dengan langkah malasnya.

"Omong-omong, tidakkah seharusnya kita menyiapkan sesuatu untuk menyambut kepulangan Miranda dan bayi Owen?" Tanya Dave.

Ange Déchu | Book 01Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang