TUJUH BELAS

19.1K 1.2K 22
                                    

"Kadang melepaskan itu lebih baik meskipun menyakitkan."

••••

Author Pov

Taman begitu ramai penuh dengan banyak anak kecil dan remaja yang seumuran dengan mereka berdua. Tapi sebaliknya keheningan yang menemani Rangga dan Grace.

"Gue mau tanya sesuatu sama lo." Ucap Rangga dengan menatap lurus ke depan.

"Gue beneran suka sama lo, Ngga. Tapi gue juga bukan cewek yang suka maksa perasaan orang."

"Gue juga gak suka maksa perasaan orang."

Setelah itu keheningan kembali terjadi di antara mereka berdua. Entah suasana seperti ini membuat keduanya tidak nyaman.

"Jangan diem aja. Biasanya lo jutek banget!"

"Apaan dah!"

Langit yang cerah menemani Rangga dan Grace yang sedang jalan-jalan di taman kota.

"Cie!"

Suara Bima yang terdengar dari arah belakang membuat keduanya langsung menoleh.

"Lo ngikutin gue!"

"Yee! Ngapain gue ngikutin lo. Tuh, gue lagi sama Zee. Gara-gara lo gak ada gue jadi beli kebutuhn buat acara debat sama dia."

"Yaudah. Kita beli bareng-bareng aja gimana? Terus cepet balik ke sekolah pasti anak-anak yang lain juga nyariin kita."

Mereka berempat saat ini sedang ada di toko yang khusus menjual peralatan sekolah.

"Beli apa aja nih?"

"Bentar gue ambil catatannya."

"Enaknya hadiah buat acara debat apa sih?"

"Dapat dana dari sekolah berapa emangnya?"

"Cukuplah buat konsumsi, hadiah dan lainnya kan kita juga udah dapat sponsor."

Setelah membeli kebutuhan untuk acara lomba debat saat ini mereka akan kembali ke sekolah.

"Widih! Ini yang di tunggu baru datang semua." Ucap Joni salah satu anggota osis.

"Sabar Jon. Jakarta macet!"

"Alasan aja lo bim-bim!"

Setelah itu mereka memulai rapat untuk membahasa acara debat sekolah tahunan yang akan berlangsung satu minggu lagi.

"Semua udah bereskan cuma tinggal hal kecil-kecil aja yang perlu kita selesaikan?" tanya Kendra ketua osis.

"Iya. Kayak bungkus kado nyiapin meja-meja untuk acara debat dan konsumsi tapi konsumsinya udah di urus sama Ita kok."

"Yaudah. Bagus kalau gitu."

Akhirnya rapat di akhiri tepat pukul lima sore karena mereka harus mempersiapkan tenaga ekstra untuk hari-hari berikutnya.

Grace, Bima, Zelia dan Rangga jalan bersama menuju ke parkiran sekolah.

"Gue pulang duluan soalnya pak supir udah jemput di depan." Pamit Zelia.

Zelia berjalan meninggalkan ketiga temannya itu menuju depan gerbang sekolah tapi matanya melihat Lea masih berdiri di depan gerbang sekolah seorang diri.

"Lee. Kok belum pulang?"

"Iya tadinya gue mau nunggu kak Eno tapi gak dateng-dateng terus waktu gue hubungi lagi ternyata rapatnya belum selesei dan sekarang gue nunggu taksi tapi gak ada satu pun yang lewat."

"Di sini jarang banget taksi lewat, Lee."

Lea hanya diam tidak menjawab ucapan Zelia sebenarnya bukan itu alasan utamanya berdiri lama di depan gerbang sekolah. Alasan sebenarnya adalah Are.

"Atau lo bareng gue aja?"

"Jangan. Kita beda arah pasti lo capek habis rapat dan pengen cepet sampai rumah."

Tiba-tiba terdengar suara motor dari arah belakang.

"Loh? Kok lo belum pulang?" tanya Rangga.

"Iya nih gue nunggu kak Eno."

Bima tau Lea berbohong karena sebelum pulang Are bilang akan jalan bersama Lea.

"Lo pulang bareng gue aja soalnya Rangga nganter Grace pulang."

"Gakpapa nih?" ucap Lea dengan melihat kearah Zelia.

"Apaan deh! Yaudah pulang sama Bima aja." Ucap Zelia dengan memutar dua bola matanya.

"Iya-iya."

Motor Bima membelah kemacetan kota Jakarta bersama Lea. Hanya keheningan yang menemani mereka selama perjalanan.

"Lo ngapain bela-belain nunggu Are sampai sore?"

"Kok lo bisa tau kalau gue nunggu Are?"

"Are bilang sendiri ke gue kalau dia mau jalan sama lo setelah pulang sekolah."

Lea hanya diam tidak menjawab ucapan Bima.

Setelah hampir tiga puluh menit perjalanan Lea baru menyadari kalau ini bukan jalan menuju rumahnya.

"Bim. Arah rumah gue ke kanan bukan kiri!"

"Gue tau rumah lo tetanggaan sama Are jadi sekarang kita lewat rumah itu anak sebentar."

"Ngapain?"

"Udah. Lo diem aja."

Tidak terasa perdebatan di antara Bima dan Lea telah membawa mereka sampai di depan rumah Are.

Tapi pemandangan yang ada di depan mereka sekarang terasa sangat menyakitkan terutama untuk Lea.

Are sedang berciuman dengan seorang perempuan yang tak lain adalah masa lalunya, Nadia.

"Brengsek!" guman Bima.

"Ketika rasa sakit ini terasa gue baru menyadari bahwa ada rasa cinta di hati gue meskipun akhirnya gue harus bodoh karena jatuh kedalam lubang yang sama dan harus melepaskan meskipun terasa menyakitkan." Batin Lea.

Bima merasakan diamnya Lea membuatnya merasa bersalah.

"Rumah lo bisakan lewat jalan ini?"

Pertanyaan Bima membuat Lea tersadar dari lamunannya.

"Oh. Iya bisa kok, Bim."

"Tunjukin jalannya karena gue gak tau rumah lo."

"Iya."

Entah setan apa yang merasuki Bima sampai mengendarai motornya dengan kecepatan penuh dan membuat Lea ketakutan.

"Makasih Bim."

"Iya."

Setelah Lea masuk ke dalam rumah, Bima langsung mengambil ponselnya dari dalam saku.

Are
Lo cepet ke rumah gue. Gak pakek nolak!

Rangga
Lo cepet ke rumah!

Bima mau menyelesaikan permasalahan yang ada di antara dua sahabatnya itu.

TBC

AREZA & QALEA (COMPLETED/RE-POST/NEW VERSION)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang