Part 5

2.3K 88 3
                                    

KAFKA POV
Pak Hari menarik napas sebelum mengatakan alasannya memanggilku ke ruang guru.

"Ayah kamu dikabarkan koma" ucapnya tenang dengan wajah sendu.

Aku hanya bisa melongo dan terkekeh sesaat,

"Bercandaan bapak ga lucu, tadi pagi saya masih makan pagi sama dia di rumah" ucapku meyakinkan.

"Kafka... Ayahmu sekarang ada di Rumah Sakit di kawasan dekat rumahmu" balasnya sambil menatapku sedih.

Aku terpaku mendengar ucapannya, aku bisa melihat dia tidak sedang berbohong atau sekedar bercanda. Ini berita nyata. Sedetik kemudian, aku langsung berlari keluar ruang guru tanpa berpamitan dengannya. Aku mendengarnya meneriakkan namaku, tetapi aku tidak peduli dan langsung bergegas menuruni tangga.

Ini tidak boleh terjadi, ayah tidak boleh menyusul mama sekarang, batinku sambil berlari menuju parkiran motor.

Aku langsung memasang helm dan menyalakan motorku, aku menuju gerbang kepala sekolah dan meminta tolong Bapak Wardi untuk membukakan gerbang untukku.

Dia menolaknya dengan alasan ini masih jam pelajaran sekolah dan murid tidak dibolehkan keluar dari halaman sekolah sebelum jam pelajaran berakhir.

Aku memohon padanya tanpa memberitahukan alasan yang sebenarnya. Sepertinya, ia merasa iba padaku dan akhirnya ia membukakan pintu sekolah.

"Saya janji, bapak tidak akan kena masalah, jika ada yang bertanya, bilang saya ada urusan penting dan harus pergi sekarang. Terimakasih banyak pak" ucapku sambil tersenyum kepadanya.

Setelah itu, aku langsung tancap gas ke arah rumah sakit yang dimaksud oleh Pak Hari. Aku berdoa semoga tidak ada polisi yang melihat ku mengendarai motor dengan kecepatan yang diatas rata-rata.

Dalam hitungan menit, aku sudah berada di rumah sakit tempat ayahku berada. Setelah memarkirkan motorku, aku langsung berlari menuju ke dalam rumah sakit.

Aku langsung menuju meja resepsionis dan bertanya apakah ayahku benar berada di sini atau tidak. Dan nyatanya, ayahku berada di sini dengan keadaan koma karena penyakit stroke yang diidapnya.

Langkah ku berhenti saat mencapai ruangan bertuliskan angka "1305". Aku menarik napas sedalam-dalamnya dan membuka pintu itu perlahan. Pemandangan yang ku dapat adalah Bi Inah yang sedang duduk melihat seseorang yang terbaring di tempat tidur rumah sakit.

Bi Inah menyadari kehadiran ku dan tersenyum menguatkan tetapi mata nya menampakkan kesedihan yang mendalam.

Perlahan aku melihat seseorang yang terbaring lemas dengan beberapa selang yang terhubung dengan tubuhnya. Dan orang tersebut adalah ayahku. Keluargaku yang paling ku sayang, keluarga ku satu-satunya sekarang, dan dia berbaring lemas tak berdaya.

Mataku terasa perih, tak lama kemudian pipiku terasa basah. Ya, aku menangis. Seorang Kafka menangis. Terakhir aku menangis adalah pada saat mama meninggalkan ku selama-lamanya, dan itu sudah 5 tahun yang lalu.

Bi Inah yang melihatku langsung berdiri dan menepuk-nepuk bahuku. Aku ingin sekali berteriak, tapi itu tidak akan membantu ayahku apa-apa.

Ya Tuhan, jangan panggil orang yang paling ku sayang lagi, batinku sambil menangis di depan ayahku yang terbaring.

-----------------
KAYLA POV

Aku bergegas menuju parkiran motor, tetapi nihil, Kafka sudah pergi. Aku menuju gerbang sekolah untuk bertanya kepada Bapak Wardi.

"Permisi pakk, liat Kafka ga?" Tanyaku panik sambil melihat ke sekeliling.

"Kafka tadi keluar waktu jam pelajaran, kelihatannya dia lagi ada masalah, Mbak, dia suruh bilang kalau dia ada urusan penting" ucapnya menjelaskan.

Aku berterima kasih dan langsung keluar sekolah untuk mencari ojek. Tetapi kendaraan itu tidak kunjung datang. Jadi, disinilah aku berdiri sendiri di pinggir jalan dengan pikiran yang super kacau. Sejujurnya, aku belum tahu aku harus kemana. Tetapi, intinya aku bertekad untuk bertemu Kafka.

Aku sudah menelpon Kafka berkali-kali tetapi nomornya selalu saja tidak aktif. Aku semakin panik.

Pertanyaan-pertanyaan itu terus menggema di otakku. Aku bisa gila. Aku mengirimi nomor Kafka berjuta pesan. Tiba-tiba satu ide muncul di otakku. Bi Inah. Aku memiliki nomornya. Secepat kilat aku menelpon Bi Inah dan Puji Tuhan, ia mengangkatnya.

"BI INAH, KAFKA UDAH DI RUMAH?!" Teriakku di telepon yang menarik perhatian beberapa orang yang lalu lalang di sekitarku.

Jawaban tidak kunjung datang, aku memanggil nama Bi Inah berkali-kali tapi tetap saja tidak ada suara walaupun sambungan telepon belum terputus.

Dan tiba-tiba suara rendah yang sangat familiar bagiku terdengar.

"Halo Kay?" ucap Kafka dengan nada sedih.

Aku menghela napas lega setelah mendengar suara Kafka, tapi aku bisa mengetahui pemilik suara itu sedang menangis.

"Kamu dimana, Kaf?" tanyaku lembut.

"Rumah sakit dekat rumah" jawabnya perlahan sambil mengatur napasnya.

"Aku kesana sekarang" jawabku.

Kafka hanya menjawab singkat dan mematikan telepon ku. Aku sempat kaget melihat perlakuannya. Tetapi, aku harus menyusulnya dan menemaninya.

Karena ojek yang kutunggu-tunggu dari tadi tidak kunjung datang, aku langsung berlari menuju pangkalan ojek yang letaknya sekitar 800 m dari sekolahku.

--------------
Saat aku tiba di depan rumah sakit yang dimaksud Kafka, aku langsung berlari menuju meja resepsionis. Seorang perempuan memberitahu nomor kamar tempat ayah Kafka dirawat, dan aku segera menuju ke kamar nya, kamar 1305.

Saat mencapai koridor, aku melihat Bi Inah dan Kafka berada di luar ruangan. Keduanya sedang menangis. Aku mendekati Kafka perlahan dan langsung memeluk tubuhnya. Ia sempat kaget tetapi akhirnya ia merapatkan pelukanku.

"Kaf" hanya kata itulah yang bisa dikeluarkan oleh mulutku.

"Kay" ucapnya sambil memandangku dengan mata yang penuh air mata, aku tidak pernah melihat Kafka menangis, dan hari ini aku melihatnya, dan aku merasa hatiku teriris.

"Dia udah gaada" lanjut Kafka yang membuatku menitikkan air mata ku juga. Aku hanya pernah bertemu ayah Kafka sekali saat kelas 10, aku tidak pernah bertemunya lagi, itu dikarenakan dia selalu bekerja hingga larut malam untuk menghidupi dirinya dan anak tunggalnya, Kafka.

Aku mengeratkan pelukanku dengan Kafka. Hati nya hancur, begitu juga hatiku. Kafka sudah tidak memiliki kedua orangtuanya lagi. Dia sendiri. Bagaimana dia dapat menghidupi dirinya sendiri? Dia adalah seorang anak laki-laki berumur 17 tahun yang belum lulus SMA.

Dan selama beberapa menit selanjutnya, aku terus memeluk Kafka. Aku ingin dia merasa bahwa dia tidak sendiri. Aku akan selalu ada di sampingnya. Aku akan selalu menemaninya. Karena aku cinta dia.

***************
Thankyou semuanya yang udah mau bacaa<3 maaf kalau ada salah2 hehe, kalian bisa comment dibawah kok tentang saran dan kritik kalian. Jangan lupa di vote dan comment yaa!:)
-Stephanie

About Love and YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang