Part 21

1.5K 48 1
                                    

KAFKA POV
"Kaf lu udah gila ya, lu kenapa sih" ucap salah satu sahabatku di depan ruang UKS. Aku baru saja membaringkan tubuh Anika di tempat tidur di UKS beberapa menit lalu.

"Lu yang gila, tiba-tiba ngomong gitu. Emang kenapa?" Jawabku dengan wajah super bingung ke arah sahabat-sahabatku.

"Lu lebih milih gendong Anika daripada Kayla. Lu masih waras kan Kaf? Lu selalu bilang kalo lu bakal terus sayang sm Kay" ucap Sam yang mengagetkanku.

Omongannya ada benarnya juga.

Aku sedang tak bisa berpikir. Di pikiranku, yang penting kedua gadis itu bisa ada di UKS secepatnya.

"Tadi kan Jeje udah gendong Kay" ucapku.

"Ya tapi lu ga protes kayak biasanya, kita kan jadi bingung"
"Atau lu udah ada rasa ya sama Anika?" ucap Sam dengan wajah santai.

Degup jantungku berdegup lebih cepat dari sebelumnya. Mengapa aku begini? Ah entahlah mungkin aku hanya kelelahan saja. Tidak mungkin aku jatuh hati pada Anika.

"Gak lah" ucapku singkat sambil menepuk bahu Sam.

"Yakin?" Tanya sahabat-sahabatku dengan tatapan tajam.

Aku hanya bisa menarik napas dan menghembuskannya perlahan.

"Mungkin saja" ucapku.

Ya, itu mungkin saja terjadi.

--------------------------
KAYLA POV
Aku terbangun di sebuah ruangan yang sudah cukup familiar di mataku. Ini ruang UKS sekolah. Tapi kenapa aku bisa disini?

Mataku masih menatap langit-langit ruangan saat aku menyadari bukan hanya aku yang berada di ruangan ini.

Saat aku menengok ke kanan, ada seorang gadis yang sedang tertidur pulas di tempat tidur yang tidak terlalu jauh dariku. Mungkin ia pingsan atau sedang beristirahat, aku tak tahu pasti.

Tetapi, mataku mendapati seorang laki-laki yang sedang duduk membelakangiku dan sedang menghadap ke arah gadis itu, dan gadis itu bernama Anika.

Kafka.

Aku langsung berusaha menutupi keterkejutanku dengan cara menarik napas panjang. Tetapi karena suasana di ruang UKS super duper hening jadi suara tarik napas ku pun terdengar oleh Kafka.

Alhasil, Kafka menoleh ke arahku dan langsung menuju ke arah tempat tidurku. Ia menatapku dengan tatapan yang sulit ku deskripsikan. Ada sebersit rindu dan juga kesedihan di matanya.

"Masih sakit kepalanya?" Ucap Kafka sambil duduk di tempat tidur kosong di dekatku.

"Biasa aja" ucapku sambil berdiri dari tidurku. Awalnya Kafka sempat melarang dan menyuruhku untuk istirahat kembali. Tetapi, aku tidak merasakan pusing lagi di kepalaku, sehingga aku memutuskan untuk beranjak dari ruang UKS.

Saat kaki ku melangkah ke pintu ruang UKS, aku menyadari bahwa Kafka mengikutiku.

"Lo ngapain ikutan keluar?" Tanyaku bingung sambil menghadap Kafka.

Ia menatapku bingung sebentar, "ini udah sore banget Kay, masa kamu pulang sendiri" ucapnya menatapku.

"Lo gila ya? Gausah gapapa, gue bisa balik sendiri, urusin aja Anika, dia kan belom sadar." Ucapku sambil menunjuk Anika yang belum sadar.

Kafka menatap Anika sejenak dan akhirnya mengangguk lemah ke arahku. Aku memang tidak berharap Kafka akan mengantarku pulang. Ya, mungkin ada sedikit harapan, tetapi apa kata orang jika melihatku diboncengi oleh Kafka? Aku bisa dibilang mantan posesif.

Aku langsung beranjak dari tempat ku berdiri sebelum sebuah suara menghentikanku.

"Maafin aku, Kay, kamu hati-hati ya di jalan, telepon aku kalau udah sampai di rumah" ucap Kafka.

Aku tidak berbalik untuk menatapnya. Aku hanya terdiam kaku di tempat. Bagaimana ia masih bisa sangat perhatian padaku? Aku ini hanya mantannya.

Alhasil, aku hanya melayangkan tanda jempol tanda mengerti padanya. Lalu aku langsung menuju ke gerbang sekolah untuk kembali ke rumah.

-------------------------
ANIKA POV
Mataku terbuka perlahan. Suara di dekatku terdengar di telingaku. Aku segera menengok ke pusat suara. Aku melihat Kafka dan Kayla sedang berbincang di pintu ruang UKS ini.

Aku yang tidak mau menganggu obrolan mereka langsung memejamkan mata kembali agar mereka tidak menyadari kesadaranku. Aku bisa mendengar beberapa perkataan yang dilontarkan dari mulut mereka.

Aku bisa mendengar Kayla mengatakan
"Gue bisa balik sendiri"
"urusin aja Anika"

Aku yang mendengar namaku disebut-sebut langsung berusaha untuk tidak membuka mataku. Aku tidak tahu maksud Kayla berbicara seperti itu tetapi aku juga tak bisa menangkap nada benci saat ia menyebut namaku.

Aku bisa mendengar mereka berbicara sesaat setelah itu, tetapi aku tidak bisa menangkap perkataan yang mereka ucapkan. Alhasil, aku hanya berusaha mengintip-ngintip dan berusaha untuk tidak bergerak sama sekali.

"Anika, aku tahu kamu udah bangun"

Suara Kafka langsung membuat sekujur tubuhku kaku. Aku membuka mataku perlahan dan menelan ludah. Aku melihat Kafka yang sedang menatapku rada kesal atas kebohonganku tadi. Mulutku kelu tak bisa berkata apapun padanya.

"Aku anterin Kayla dulu ya, terserah kamu mau tunggu aku atau pulang sendiri, maaf An." ucap Kafka sambil mengambil tasnya di kursi dekat tempat tidurku.

Aku menarik tangan Kafka kencang menahan ia agar tetap ada bersamaku.

"Gak, aku gabisa pulang sendiri, aku sakit" ucapku menatap tajam padanya.

Kafka melepaskan pegangan tanganku padanya dan menghela napas kesal.

"Kamu pura-pura pingsan kan, aku kecewa sama kamu, An, kamu ngapain si begitu? Gajelas tau gak"

Lidahku kelu saat mendengar Kafka mengatakan itu. Jujur saja, perkataan Kafka memang benar. Aku pura-pura pingsan. Itu semua agar Kafka tidak terlalu terpaku pada Kayla terus menerus. Aku tahu aku sangat egois.

"Kayla beneran pingsan tadi, ga kayak kamu, aku duluan" ucap Kafka yang membuat hatiku sakit.

Aku membiarkan Kafka berjalan ke luar UKS. Tetapi langkahnya terhenti saat sebuah perkataan keluar dari mulutku.

"Memangnya dia mau kamu anter? Kamu kan bukan pacarnya"

-----------------------
Haaiii! Terimakasih udh mau baca ceritaku iniii! Maaf kalo slow update skrgg:( silahkan di comment kalau ada saran ya! Jangan lupa vote dan comment:)
-Stephanie

About Love and YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang